Distribusi Pengambilan Titik HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Pengambilan Titik

Pengambilan titik distribusi terbagi menjadi 2 macam yaitu titik kontrol lapang ground control point dan titik distribusi plot contoh pengukuran karbon. Pengambilan distribusi ground control point GCP berdasarkan sungai, ketinggian tempat dan tipe penggunaan lahan. GCP yang diambil sebanyak 74 titik dengan pengambilan titik secara acak berdasarkan keterwakilan setiap tipe penggunaan lahan dan ketinggiannya Gambar 8. Pengambilan GCP dilakukan menyeluruh pada setiap kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang di Taman Nasional Gunung Merapi TNGM. Tujuan pengambilan GCP ialah untuk mengetahui informasi terbaru keadaan kawasan TNGM sehingga dapat dilakukan uji keakuratan geometri antara kondisi dilapang dengan interpretasi warna peta citra landsat. Pengambilan titik distribusi karbon merupakan lokasi pengambilan plot contoh pengukuran karbon. Titik distribusi karbon yang diambil sebanyak 35 Gambar 9 dari 4 kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali dan Magelang di TNGM. Penentuan titik karbon berdasarkan tipe penutupan lahan yang diambil setiap awal dan akhir plot karbon. Keakuratan distribusi GCP dan titik karbon ditentukan oleh alat penerima sinyal global positioning system GPS. Sistem kerja GPS dipengaruhi oleh jumlah sinyal satelit yang ditangkap saat pengambilan titik. Penangkapan sinyal oleh GPS dipengaruhi faktor atmosfer, bentuk tutupan tajuk pohon dan pantulan sinyal terhadap topografi bumi Lillesand Kiefer 1997. TNGM memiliki topografi yang curam sehingga pada saat pengambilan titik harus memilih lokasi yang tidak terhalang tebing tinggi.

5.2 Vegetasi di Lokasi Penelitian

Komposisi vegetasi hutan sekunder di Taman Nasional Gunung Merapi TNGM secara umum banyak ditumbuhi spesies pasang abang Quercus sundaica, pasang kletak Lithocarpus elegans dan dadap pri Erythrina lithosperma. Daerah pengambilan titik lokasi survei berada pada rentang ketinggian tempat 931 −1794 m dpl yang terbagi dalam 5 lokasi yaitu Bukit Plawangan, Telogo Muncar, Ledokwulu, Gunung Bibi dan Tegalan Malang. Kondisi tajuk hutan sekunder TNGM tidak terlalu rapat, hal ini menyebabkan cahaya matahari mampu dengan baik menembus hingga lantai hutan Gambar 10. Kondisi seperti ini menyebabkan jumlah tumbuhan bawah di hutan sekunder cukup banyak. Indriyanto 2008 menjelaskan bahwa stratifikasi terjadi karena 2 akibat penting yaitu akibat persaingan antara tumbuhan dan akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari. Spesies lombokan Eupatorium riparium banyak ditemui pada daerah yang sedikit terbuka dan terkena sinar matahari. Gambar 10 Hutan sekunder Gunung Bibi kiri dan Telogo Muncar kanan. TNGM tidak memiliki hutan primer karena seluruh wilayah di TNGM sudah pernah mengalami kerusakan akibat letusan Gunung Merapi. Indriyanto 2008 menerangkan bahwa hutan alam terbagi 2, yaitu hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer merupakan hutan alam asli yang belum pernah mengalami kerusakan besar oleh alam maupun manusia sedangkan hutan sekunder merupakan hutan asli yang pernah mengalami kerusakan oleh kegiatan alam dan manusia. Rata-rata tinggi pohon antara 10 −25 m dan hanya sekitar 3−5 individu pohon di tipe hutan sekunder dengan ketinggian diatas 25 m. Pada beberapa bagian hutan terdapat pohon tumbang secara alami dan terjadi proses dekomposisi. Hutan tanaman campuran ditemukan di titik survei jalur pendakian Selo pada ekosistem hutan pegunungan atas dengan ketinggian tempat 2111 m dpl. Spesies yang ditumbuhi seperti akasia dekuren Acacia decurrens dan cemara gunung Casuarina junghuhniana. Tinggi pohon akasia dekuren berkisar 5 −10 m sedangkan cemara gunung antara 10 −15 m. Spesies akasia dekuren mendominasi hutan tanaman campuran sedangkan cemara gunung hanya ditemukan beberapa individu saja Gambar 11. Penanaman akasia dekuren merupakan langkah dalam melakukan rehabilitasi lahan pasca erupsi karena spesies ini memiliki pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat. Gambar 11 Hutan tanaman campuran jalur pendakian Selo. Hutan tanaman pinus ditemukan di beberapa titik lokasi survei seperti Kinahrejo, Sidorejo dan Dukun Ngargomulyo Gambar 12. Ketinggian tempat berkisar antara 933 −1327 m dpl. Spesies yang ditanam adalah Pinus merkusii dengan jarak tanam 4 m x 4 m per hektar. Dukun Ngargomulyo merupakan daerah penghasil getah pinus terbanyak dibandingkan dengan daerah lainnya. Tinggi rata-rata setiap pohon pinus berkisar 15 −25 m. Gambar 12 Hutan tanaman pinus Kinahrejo kiri dan Dukun Ngargomulyo kanan. Jalur pendakian selo memiliki vegetasi perdu. Spesies dominan dalam vegetasi perdu adalah manis rejo Vaccinium varingfolium dengan karakteristik berbatang utama kayu sangat pendek, banyak cabang, mampu tumbuh di daerah berbatu dan tinggi kurang dari 3 m. Manis rejo terhampar luas pada ketinggian 2454 −2677 m dpl Gambar 13. Gambar 13 Perdu pada jalur pendakian Selo. TNGM memiliki daerah vegetasi bambu yang cukup luas pada lokasi Tritis Turgo. Spesies bambu yang terdapat di lokasi survei yaitu bambu betung Dendrocalamus asper dan bambu apus Gigantochloa apus. Tinggi bambu berkisar antara 15 −25 m dengan spesies dominan bambu betung Dendrocalamus asper Gambar 14. Ketinggian tempat bambu hasil survei berkisar 1066 −1090 m dpl.