Status Sosioekonomi Pendidikan dan Inteligensi

R2.W1b.904-908hal.19 “Paling enggak kita tahu keluarga besarnya, gimana pergaulan dia dengan sodara-sodaranya, apakah dia cukup berpengaruh dalam keluarganya. Dari situ kita bisa menilai dia, dia orangnya gimana, apakah dia orang yang sayang sama keluarganya atau bukan...Saya menilai itu aja latar belakang keluarga itu kenapa saya pingin tau, saya mau tahu aja posisi dia di keluarga itu gimana.” R2.W2b.393-402hal.33 “Itu akan mempengaruhi watak dia, saya pikir itu akan berpengaruh sama dia. Contohnya dia anak paling besar, dia punya sodara yang banyak, otomatis kan dia jadi kepala, jadi pemimpin, jadi kalau dia nanti jadi kepala keluarga, dia sudah bisa...setidaknya dia sudah bisa belajar dari pengalaman dia mengatur adek-adeknya, dalam hal membuat keputusan. Itu akan mempengaruhi watak dia kedepan.” R2.W2b.407-415hal.33 Walau ia mengakui bahwa penting untuk mengetahui latar belakang keluarga pasangan, namun hal ini tidak terlalu penting. Ia memang mencari tahu latar belakang keluarga pasangan, hanya untuk sekedar ingin tahu. Baginya latar belakang keluarga tidak terlalu mempengaruhi pemilihan pasangnnya, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal ini. “Iya penting juga lah, kek mana keluarga dia, kehidupan orang itu...Iya penting juga sih, tapi itu bukan menjadi masalah buat saya...Ga terlalu berpengaruh sih, saya hanya sekedar mau tahu aja gimana....” R2.W1b.893-901hal.19 “...cuman saya hanya ingin mengetahui watak dia gimana aja, itu aja, yah ga terlalu berpengaruh kali. Jadi itu ga terlalu pentinglah. Tapi yah penting juga, cuman tidak terlalu penting.” R2.W2b.419-423hal.33

1. Status Sosioekonomi

Bagi Loren status sosioekonomi pasangan bukanlah suatu hal utama yang ia permasalahkan dalam pemilihan pasangannya, begitupun dengan status sosioekonomi keluarga pasangannya. Yang penting baginya, pasangannya sudah Universitas Sumatera Utara mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang cukup. Ia sendiri memang mencari pasangan yang memang telah bekerja, pekerjaan apapun yang penting pekerjaan itu halal. Menurut dirinya, seorang pria haruslah bekerja, bagaimanapun kondisinya, bahkan walaupun dia seorang penyandang cacat. Karena ia harus menafkahi dan memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka kelak. Hal inilah yang lebih mempengaruhi pemilihan pasangannya. “Kalau ekonomi saya rasa enggak. Yang penting yah sudah punya, cukup kerja saya rasa ga masalah. R2.W1b.917-919hal.19 “Ga ada sih. Kalau dia pribadi yah berpengaruh tapi kalau keluarganya enggak. Kalau menurut saya sih, seorang laki-laki itu harus bekerja, gimana pun kondisi dia, walaupun dia seorang penyandang cacat, itu harus bekerja. Saya memang mencari seorang laki-laki yang memang bekerja. Itu berpengaruh tapi kalau untuk kehidupan keluarga dia yah itu enggak terlalu berpengaruh buat saya.” R2.W1b.921-929hal.19 “Kalau dulu ada. Kalau dulu saya suka sama laki-laki yang kerjaannya sama, ga terlalu suka yang kerja di kantoran. Kalau dulu iya, tapi sekarang enggak, apapun kerjaannya, cuman dia bisa dicarinya penghasilan itu udah cukup. “ R2.W1b.932-936hal.19

2. Pendidikan dan Inteligensi

Dalam pemilihan pasangannya, Loren mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mempermasalahkan bagaimana tingkat pendidikan pasangan. Ia tidak pernah menetapkan pasangannya apakah harus mesti kuliah, harus memiliki latar belakang pendidikan yang sama atau minimal tamat S1, dan sebagainya. Apapun latar belakang pendidikan pasangan baginya hal tersebut tidak berpengaruh. Yang penting pasangannya mempunyai wawasan yang luas. “Kalau pendidikan saya enggak. Yang penting dia punya wawasan yang luas itu udah cukup. Ga ada yang terlalu mesti kuliah, harus gimana, itu enggak.” R2.W1b.953-956hal.20 Universitas Sumatera Utara Meski demikian ia juga mengakui bahwa pria sering merasa down atau merasa rendah diri apabila pendidikan pasangannya lebih tinggi daripada dirinya. Hal ini juga pernah ia alami dengan pasangannya sekarang. Loren adalah tamatan sarjana sedangkan pasangannya sekarang hanya tamatan SMA. Pasangannya sering merasa rendah diri khususnya saat mereka sedang membicarakan sesuatu terkait pengetahuan ataupun perkembangan teknologi, dimana dalam hal ini lebih banyak dimengerti oleh Loren. Namun ia sendiri punya cara tersendiri mengatasi masalah ini. Bila ia dihadapkan pada situasi ini, ia sering mengatakan pada pasangan bahwa hal ini bukanlah apa-apa. Hal ini hanya lah sekedar ilmu pengetahuan, namun bila berbicara tentang kehidupan pasangannyalah yang lebih berpengalaman. Ini adalah caranya menengahi bila kondisi ini terjadi dalam hubungannya. “Memang iya pasangan cenderung merasa rendah diri jika pendidikan lebih rendah dari pasangan, pacar-pacar saya yang dulu ga ada yang tamat SMA, baru yang ini. Jadi saya ngalamin yang sekarang ini, dia kan tamat SMA, dia sering itu merasa rendah diri sama saya, misalnya membicarakan sesuatu, entah teknologi, iyalah kau kan anak kuliahan jadi sering ada omongan seperti itu, cuman saya menanganinya alah itu kan ga ada pengaruh, itu hanya ilmu pengetahuan aja, kalau di kehidupan kan kamu lebih berpengalaman. Jadi istilahnya saya menengahinya seperti itu, supaya dia ga jadi minder dengan pendidikannya,” R2.W2b.615-626hal.37

3. Agama