Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Investasi merupakan penanaman sejumlah dana dalam bentuk uang ataupun barang yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih dikemudian hari. Investasi dapat dibedakan menjadi investasi dalam bentuk aset rill dan aset keuangan Harianto et.al. 1998:3. Aset rill dapat berupa tanah, bangunan, mesin. Sedangkan aset keuangan berbentuk surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi pada aset keuangan dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung Harianto et.al.1998:4. Investasi yang dilakukan secara langsung apabila investor membeli aset keuangan seperti saham secara langsung. Investasi yang dilakukan secara langsung tentu dapat menghabiskan banyak waktu, hal ini dikarenakan pemodal harus secara rutin mengamati segala informasi yang berhubungan dengan investasinya, belum lagi jika ternyata hasilnya tidak sesuai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, investasi secara tidak langsung menjadi pilihan yang cukup menarik bagi pemodal untuk mengelola portofolio aset yang dimilikinya. Investasi secara tidak langsung dilakukan melalui perusahaan investasi. Tugas utama dari perusahaan investasi meliputi riset investasi, pengelolaan portofolio, dan administasi Reilly dan Brown, 2003: 1074. Perusahaan investasi telah menjadi alternatif bagi investor yang memiliki keterbatasan waktu dan pengetahuan mengenai investasi. Perusahaan investasi mengeluarkan portofolio efek yang didiversifikasi berupa reksadana. Universitas Sumatera Utara Saat ini reksadana merupakan salah satu alternatif investasi yang berkembang dengan pesat di Indonesia. Perkembangan reksadana di Indonesia dapat dilihat melalui jumlah reksadana yang ditawarkan serta pemegang unit penyertaan yang selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Perkembangan industri reksadana sejak tahun 2007 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Perkembangan Reksadana di Indonesia Tahun 2007-2011 Periode Jumlah Produk Reksadana Pemegang UP NAB Rp Triliun Jumlah Unit yang Beredar 2007 473 325.224 92,19 53.589.967.474,74 2008 567 352.429 74,07 60.976.091.770,74 2009 610 357.192 112,98 69.978.061.139,63 2010 558 353.704 149,09 81.793.285.804,34 2011 646 476.940 168,23 98.982.072.645,59 Sumber: www.bapepam.go.id , 2012 data diolah Pada tahun 2007 Nilai Aktiva Bersih NAB yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebesar Rp 92,19 triliun. Pada tahun 2008 jumlah produk reksadana yang ditawarkan ke pasar sebesar 567 yang berarti meningkat 19,87 dari tahun 2007. Namun, reksadana mengalami penurunan portofolio aset sebesar 19,60, hal ini terjadi akibat krisis finansial global sehingga dana yang mampu dihimpun hanya sebesar Rp 74,07 triliun dengan pemegang unit penyertaan yang mengalami kenaikan sebesar 8,4 dari tahun sebelumnya menjadi 352.429 orang. Industri reksadana kembali membaik di tahun 2009. Pada akhir tahun 2009 dana yang dihimpun mengalami kenaikan sebesar 52,5 menjadi Rp112,98 triliun. Kemudian pada akhir tahun 2010 dan 2011 juga terjadi kenaikan masing- masing sebesar 31,9 dan 13,55 dengan himpunan dana menjadi Rp149,09 triliun dan Rp 168,2 triliun. Universitas Sumatera Utara Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya industri reksadana, penelitian mengenai evaluasi kinerja reksadana dan identifikasi perusahaan investasi yang berhasil dalam mengelola reksadana semakin berkembang dan menarik untuk diteliti. Tentunya pengukuran kinerja reksadana yang hanya mempertimbangkan nilai return tidak akan memberikan informasi yang mendalam bagi investor. Oleh karena itu perlu untuk melibatkan faktor risiko dalam mengukur kinerja reksadana sehingga diperoleh informasi sejauh mana kinerja yang diberikan oleh perusahaan investasi dikaitkan dengan risiko investasi yang diambil untuk mencapai kinerja tersebut. Reksadana merupakan bentuk dari portofolio, maka pengukuran kinerjanya dapat dilakukan dengan penyesuaian risiko risk-adjusted. Kinerja portofolio diukur dengan mengkombinasikan return dan risiko, metode ini terdiri dari metode Sharpe reward-to variablity ratio Treynor reward-to volatility ratio, dan Jensen differential return measure Jones, 2009: 634-638. Standar deviasi digunakan sebagai variabel pengukur kinerja reksadana dalam metode Sharpe, sedangkan beta dan alpha digunakan sebagai variabel pengukur kinerja portofolio di dalam metode Treynor dan metode Jensen. Selain itu kinerja reksadana juga terkait dengan perusahaan investasi yang mengelolanya. Oleh karena itu, perlu diketahui kemampuan perusahaan investasi dalam mengelola reksadana. Analisis kinerja perusahaan investasi terdiri dari dua komponen utama, yaitu market timing dan stock selection Fama, 1972 dalam Waelan 2008.. Stock selection adalah kemampuan perusahaan investasi dalam pemilihan saham sedangkan market timing menilai sejauhmana kemampuan perusahaan Universitas Sumatera Utara investasi dalam memanfaatkan waktu pasar, yaitu membeli saham-saham dengan beta di atas satu pada saat pasar sedang naik, dan menjualnya dengan mengganti membeli saham dengan beta di bawah satu ketika pasar akan turun Manurung, 2008:187-188. Menurut pengamat Pasar Modal, Budy Frensidy, hampir tidak ada hari bursa berlalu tanpa transaksi beli atau jual, perusahaan investasi berharap dapat memperoleh keuntungan bukan saja dari pemilihan saham stock selection yang tepat tetapi juga dari market timing yang tepat www.kolom.kontan.co.id. Dua kompetensi inilah yang membedakan kinerja satu reksadana dari reksadana lainnya Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, mengenai pengukuran kinerja portofolio menggunakan metode Sharpe, Treynor dan Jensen’s Alpha. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Teurah 2013 menunjukkan adanya perbedaan signifikan kinerja saham LQ 45 menggunakan metode Jensen’s Alpha, Sharpe dan Treynor. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Susiana dan Kanudin 2006 menunjukkan bahwa pengukuran kinerja reksadana saham dengan metode yang berbeda memberikan hasil yang berbeda. Sedangkan penelitian yang dilakukan Dharani dan Natrajan 2008 menunjukkan pengukuran kinerja dengan metode Sharpe, Treynor dan Jensen’s Alpha tidak berbeda secara signifikan dan konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Gumilang dan Subiyantoro 2008 menemukan bahwa tidak ditemukan bukti adanya kemampuan stock selection dan market timing pada perusahaan investasi reksadana pendapatan tetap baik dengan menggunakan model Henriksson-Merton maupun model Treynor-Mazuy. Sedangkan penelitian yang dilakukan Chu dan McKenzie 2008 menemukan Universitas Sumatera Utara adanya kemampuan market timing dan stock selection perusahaan investasi reksadana saham. Beberapa hasil penelitian tentang kinerja reksadana memberikan hasil yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja reksadana. Dalam penelitian ini dipilih reksadana saham karena reksadana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai investasi yang lebih besar, demikian juga dengan risikonya dibandingkan jenis reksadana lainnya. Persentase NAB per jenis reksadana periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini: Gambar 1.1 Persentase NAB Reksadana Per Jenis Periode Tahun 2009-2011 Selama periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 NAB reksadana saham memberikan kontribusi paling besar dari total NAB reksadana yang ada di Indonesia. Pada periode tahun 2009 sampai dengan 2011 NAB reksadana saham sebesar Rp 143.320,13 triliun dari total NAB Rp 463.877,14 triliun atau 32 dari total NAB seluruh jenis reksadana. Data tersebut membuktikan bahwa reksadana saham merupakan jenis reksadana yang banyak diminati oleh investor. Hal ini dikarenakan investasi pada saham memiliki potensi untuk jangka panjang. Ketika Sumber: www.bapepam.go.id data diolah Universitas Sumatera Utara investor bingung harus membeli saham apa dan tidak memiliki keahlian dalam mengalokasikan dana maka reksadana saham menjadi salah satu alternatif yang menarik. Oleh karena itu investor harus memilih perusahaan investasi reksadana saham yang memiliki kinerja yang baik agar dapat memperoleh manfaat dari portofolio yang dikelolanya. Di Indonesia perusahaan investasi terdiri dari kepemilikan lokal dan asing. Pada tahun 2013 sebanyak 16 perusahaan investasi asing di Indonesia mengelola Rp 111,73 triliun dari total dana kelolaan reksadana sebesar Rp 189,73 triliun www.ojk.go.id, data diolah . Ini berarti bahwa 59 dari dana kelolaan reksadana di Indonesia dikuasai oleh perusahaan investasi asing. Menurut Direktur PT Infovesta Utama, Parto Kawito, menilai dominasi perusahaan investasi asing tidak terlepas dari perilaku investor Indonesia yang lebih senang berinvestasi di perusahaan investasi asing daripada perusahaan investasi lokal karena dianggap lebih berpengalaman di industri reksadana www.investasi.kontan.co.id. Produk reksadana saham perusahaan investasi asing memang lebih dominan dalam dua tahun terakhir. Namun kinerja reksadana saham perusahaan investasi lokal masih berada pada peringkat atas. Dari sepuluh besar reksadana saham dengan return terbesar, hanya dua produk perusahaan investasi asing yang masuk daftar yaitu First State Indoequity milik perusahaan investasi First State dengan return 9,22 dan RHB OSK Alpha Sector Rotation dari perusahaan investasi RHB OSK Asset Management dengan return 7,03 hingga 14 November 2013. Selebihnya dikuasai produk perusahaan investasi lokal. Pratama Equity milik perusahaan investasi Pratama Capital Asset Management memberi Universitas Sumatera Utara return paling tinggi sebesar 27,77. Menyusul Pratama Saham dengan return 20,44, dan reksadana saham kelolaan PT Samuel Aset Manajemen SAM, yakni SAM Equity Fund yang memberi imbal hasil 17,24 www.infovesta.co.id Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang kinerja reksadana saham yang dapat membantu investor dalam memilih produk reksadana saham secara tepat dibawah kelolaan perusahaan investasi lokal atau asing dengan mempertimbangkan return dan risiko. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Reksadana Saham yang Dikelola Perusahaan Investasi Lokal dan Asing di Indonesia ”.

1. 2 Perumusan Masalah