Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia merupakan kebutuhan yang penting bagi peningkatan sumber daya manusia. Banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan di Indonesia. Mutu pendidikan yang rendah di Indonesia membuat pembangunan suatu bangsa menjadi terganggu. Bidang pendidikan menempati posisi paling tinggi bagi pembangunan suatu bangsa dibandingkan bidang – bidang lain. Salah satu faktor yang dianggap cukup signifikan dalam mendongkrak mutu pendidikan adalah menigkatkan kualitas guru. Kualitas guru pada kenyataannya sangat bervariasi. Guru yang berkualitas akan mempertinggi kinerja sebagai seorang guru yang berprofisional. Kinerja guru yang baik tentu saja harus dihargai dengan memperhatikan kesejahtreaan guru. Kondisi yang nyata terjadi dilapangan memperlihatkan bahwa penghargaan terhadap jabatan profesi guru belum sejajar dengan profesi lain seperti notaries, dokter, pengacara dll. Untuk itu banyak guru yang kurang banga dengan predikat mereka, sebab penghargaan terhadap profesi kini secara ekonomi tergolong kecil sehingga banyak yang tidak mau menjadi guru. Jika pemikiran opini ini berkembang dalam masyarakat, maka yang mau menjadi guru adalah orang – orang yang tidak terlalu cerdas karena orang – orang yang cerdas lebih memilih profesi lain yang menurut opini masyarakat cukup menjanjikan. Padahal peran guru menentukan perjalanan bangsa kita. Guru tak bisa lagi dihibur dengan gelar ‘ pahlawan tanpa tanda jasa ‘ yang identik dengan keperhatinan. Keperhatinan ini juga berkaitan dengan minimnya gaji yang diterima oleh guru, yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup minimum. Pada jaman pra – kemerdekaan RI status profesi guru sangat tinggi dan sangat dihormati. Guru dipandang sebagai pemimpin masyarakat yang disegani dan mempunyai status ekonomi yang relatif tinggi, baik pada jaman penjajahan Belanda maupun pada jaman penjajahan Jepang. Dalam masa awal kemerdekaan, para guru dihormati bukan saja berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi karena ikut menjadi tentara rakyat dan berperang mengusir penjajah. Paska kemerdekaan, sampai awal tahun 1950-an, citra dan status profesi guru dalam masyarakat juga masih tinggi. Para guru masih dilahat dan diperlakukan bukan hanya sebagai pendidik yang pantas digugu dan ditiru, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat yang terhormat. Sudarminto, Basisn No 01-02, 19988. Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan nilai – nilai dan kepribadian. Hal itu menunjukan bahwa guru mempunyai peranan yang cukup besar dalam membentuk dan mengembangkan suatu masyarakat atau bangsa. Dari segi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia tetap dominan dan tidak dapat digantikan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran sangat pesat berkembang. Hal ini disebabkan karena proses pendidikan atau proses pembelajaran yang diperankan oleh guru yang menyagkut pembinaan sifat mental manusia yang menyagkut pembinaan sifat mental manusia yang bersifat unik. Dipedesaan guru merupakan sumber ,,segalanya,, Mereka bukan hanya guru di sekolah melainkan guru masyarakat. Guru memegang peranan kepoloporan dalam berbagai kegiatan masyarakat. Apapun yang dilakukan melalui dari PPK, koperasi desa, pemilihan kades sampai pemilu hampir dipastikan guru yang lebih dulu tampil. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah sangat tinggi terhadap guru terbukti dari dijadikannya guru sebagai mitra dalam berbagai kegiatan di pedesaan dan kecamatan. Guru tidak hanya diperlakukan oleh para murid di ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat dalam menyelesaikan aneka permasalahan yang dihadapi. Masyarakat menepatkan guru pada kedudukan yang tinggi, yaitu didepan memberi teladan, ditengah -tengah membangun serta dibelakang memberikan dorongan dan motivasi. Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa tut wuri handayani. Kedudukan seperti ini merupakan penghargaan masyarakat yang tidak mudah bagi para guru, sekaligus merupakan tantangan untuk mengembangkan prestasi bukan saja didepan kelas, tidak saja dibatas- batas pagar sekolah, tetapi juga ditengah –tengah masyarakat Nani Soedarsono, Suara Daerah, No. 185. 1986 Pada saat para guru memperbaiki citra profesinya yang semakin terpuruk, ada sebagian oknum guru yang melanggar atau menyimpang dari kode etikanya. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelangaran- pelangaran seperti berjudi, mabuk – mabukan, pelangaran seks, korupsi dll, namun kalau guru yang melakukan maka dianggap sangat serius. Aneh kesalahan kecil apapun yang diperbuat guru mengundang reaksi yang begitu hebat dimasyarakat. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan adanya sikap demikian menunjukan bahwa guru saharusnya menjadi panutan bagi masyarakat disekitarnya. Dimana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat. Prefesi guru pada saat ini banyak dibicarakan orang, hampir dalam setiap hari dalam media masa cetak maupun elektronik memuat berita tentang guru. Ironisnya berita – berita yang dimuat tersebut banyak yang cendrung melecehkan posisi guru dan cendrung kehal – hal negatip seperti keluh kesah, ketidakmampuan atau ketidak berdayaan, hal seperti ini lambat laun menumbuhkan citra bahwa guru itu identik dengan kesengsaraan, kelemahan, kekurangan, ketidakmampuan dan ketidakkeberdayaan. Pandangan tentang citra guru sebagai orang yang wajib digugu dipatuhi dan ditiru diteladani tampa reserve perlu diragukan ketepatannya. Konsep keguruan yang klasik tersebut mengandaikan pribadi guru serta perbuatan keguruanya adalah tampa cela, sehinga pantas hadir sebagai manusia model yang ideal. Hal ini tidak sesuia dengan kennyataan. Jadi citra guru wajib digugu dan ditiru tampa reserve tersebut perlu disikapi secara kritis dan realitas. Benarkah bahwa guru dituntut menjadi teladan bagi siswa dan orang – orang sekelilingnya, tetapi guru adalah orang yang tidak bebas dari cela dan kelemahan. Citra guru sempurna dan ideal, selama merupakan cita – cita A.Samana, 1994 : 25 . Tinggi rendahnya citra suatu profesi biasanya berkait erat dengan status sosial ekonomi pemegang profesi yang bersangkutan. Pada saat pra-kemerdekaan, status sosial ekonomi profesi guru cukup tinggi. Mereka mendapat imbalan jasa yang memadai untuk hidup sejahatra bersama keluarganya. Pada ini rendanya status ekonomi profesi guru ikut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan merosotnya citra profesi guru di Indonesia. Namun dibalik keteladan yan diberikan guru kepada masyarakat, terdapat keperhatinan yang menimpa para guru yang relatif rendah. Masalah ekonomi tersebut mempengaruhi para guru dalam menjalankan tugas pokoknya. Secara sederhana kita dapat memperkirakan bahwa seorang guru akan merasa lebih tenang dalam melaksanakan tugasnya bila beban ekonomi keluarganya secara minimal sudah terpenuhi. Sebaliknya bila beban itu tidak dipenuhi, kosentrasi dalam menjalankan tugas biasa terganggu. Jadi tingkat kesejahatraan para guru memberikan dampak secara sosial-psokologis pada mereka. Merebaknya sikap meterialisme dan konsumerisme yang cendrung menghargai orang berdasarkan kekutan ikut memperparah keadaan. Masyarakat menilai suatu suatu profesi dari imbal jasa yang diterima. Akibatnya kewibawaan para pendidik dimata masyarakat merosot. Para murid dan orang tua mereka juga terhinggapi sikap materialisme dan konsumerisme. Mereka cendrung kurang menghargai dan menghormati sungguh – sungguh para guru. Sehinga hubungan antara guru dan murid semakin kurang menampakan hubungan antar pribadi antara pendidik dan peserta didik, tetapi digantikan hubungan fugsional antara orang yang menjual jasa dan membelinya. Selain itu, dampak secara tidak langsung ialah profesi keguruan tidak cukup diminati dan menarik bagi generasi muda mulai dari SMA sampai alumni yang secara intelektual unggul dan berasal dari status ekonomi yang tinggi. Generasi muda yang berintelegensi unggul lebih memilih bidang-bidang lain selain guru, karena profesi tidak banyak menjajikan dilihat dari ekonomi maupun gegsi. Banyak generasi muda yang menganggap dengan menjadi guru maka masa depan tidak cerah, akibatnya sedikit siswa yang berprestasi tinggi mau menjadi guru. Akibatnya profesi guru hanya diminati oleh siswa yang beritelingensi sedang bahkan kurang. Sebagai konsekuensi logisnya kualitas guru sedang bahkan diragukan keprofesionalismenya karena guru kurang menguasai materi dengan bidang. Setelah fenomena diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara nyata, jelas dan secara dekat kenyataan sebenarnya mengenai presepsi siswa terhadap profesi guru. Dari persepsi siswa baik yang positif dan negatif terhadap profesi guru akan berpengaruh pada diri siswa yaitu akan mengakibatkan atau justru melemahkan tugas mulianya dalam dunia pendidikan. Berawal dari posisi positif siswa terhadap profesi guru diharapkan siswa lebih termotivasi untuk menjadi seorang guru, sikap positif siswa terhadap profesi guru akan mempengaruhi sikap siswa terhadap profesi guru. Ini merupakan peluang besar terciptanya proses belajar-mengajar yang berhasil dan pada akhirnya akan tercipta hasil pendidikan yang berkualitas tinggi. Sedangkan dari persepsi negatif siswa terhadap profesi guru yang akan berpengaruh pada tidak termotivasinya untuk tidak menjadi seorang guru yang baik bahkan tidak berkeinginan untuk menjadi guru. Oleh karena hal – hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul PERSEPSI SISWA TERHADAP PROFESI GURU DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR SISWA, PEKERJAAN ORANG TUA, DAN TIGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tingkat pendidikan orang tua dan hubungannya dengan prestasi belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Hayatul Islam Tanah Abang Jakarta Pusat

0 4 68

Hubungan antara komunikasi orang tua dan siswa dengan prestasi belajar siswa : studi penelitian pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Pamulang

0 5 94

Hubungan Antara Perhatian Orangtua Dengan Prestasi Belajar Siswa

1 6 100

Persepsi siswa terhadap profesi guru ditinjau dari jenis kelamin siswa, prestasi belajar siswa dan pekerjaan orang tua : studi kasus siswa SMA Pangudi Luhur Jl. P. Senopati no. 18 Yogyakarta.

0 0 123

Persepsi siswa mengenai profesi guru ditinjau dari jenis kelamin siswa, tingkat pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua : studi kasus SMA BOPKRI 1, SMA BOPKRI 2, dan SMA BOPKRI Banguntapan Yogyakarta.

0 2 94

Pengaruh lingkungan belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan jenis pekejaan orang tua : studi kasus SMA Stella Duce Bantul.

0 3 160

Pengaruh lingkungan belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan jenis pekejaan orang tua : studi kasus SMA Stella Duce Bantul - USD Repository

0 6 158

PENGARUH PERHATIAN ORANG TUA DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI JENIS PEKERJAAN ORANG TUA DAN JENIS KELAMIN SISWA

0 1 211

PERSEPSI SISWA TERHADAP PROFESI GURU DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA, PRESTASI BELAJAR SISWA DAN PEKERJAAN ORANGTUA

0 0 129

Persepsi siswa terhadap profesi guru ditinjau dari prestasi belajar siswa, pekerjaan orang tua, dan tingkat pendidikan orang tua: studi kasus siswa SMA N Megang Sakti - USD Repository

0 0 162