Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
tumbuhan dan hewan pun terancam. Sementara itu, di laut pun juga terjadi hal yang sama. Eksploitasi hasil laut terjadi secara besar-besaran dan
menggunakan cara-cara yang tidak tepat. Kerusakan ekosistem laut, terumbu karang dan menipisnya jumlah biota laut pun terjadi. Deretan eksploitasi alam
juga terjadi pada sumber-sumber energi seperti eksploitasi gas bumi, minyak bumi, dan aneka jenis tambang yang lain.
Berdasarkan rentetan kerusakan sumber daya alam di atas, kerusakan alam akibat bekas penambanganlah yang memiliki tingkat kesulitan dalam usaha
restorasi lahannya, sebab materi-materi bekas tambang yang diambil adalah materi-materi yang tidak terbarukan. Salah satu jenis tambang yang banyak
beroperasi di Indonesia adalah tambang batu gamping lime stone. Tambang batu gamping atau kapur biasanya dilakukan di kawasan batuan karst. Di Indonesia
kawasan batuan karst tersebar hampir di setiap pulau besar seperti, Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan
Papua Anonim, 2013. Sedangkan berdasarkan penggolongannya, tambang batu gamping merupakan merupakan bahan galian industri. Batuan gamping tersusun
dari batuan gamping non klastik; merupakan koloni binatan g laut “gamping koral”
penyusun utama adalah koral dan batuan gamping klastik; hasil rombakan batu gamping akibat erosi, transportasi dan sedimentasi Zulkifli, 2014.
Di pulau Jawa, khususnya di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta, terdapat sejumlah titik penambangan batuan gamping, baik yang masih beroperasi maupun
yang sudah berhenti beroperasi. Pada tahun 2015 terdapat 20 pabrik pengolahan hasil tambang gamping. Sayangnya, hampir semua pabrik tersebut tidak
mengantongi ijin operasi. Untunglah, pada tahun 2015, banyak pabrik pengolahan hasil tambang gamping tersebut telah berhenti beroperasi, bersamaan dengan
terbitnya Peraturan Gubernur pergub no 31 tahun 2015. Munculnya pergub tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-undang no 23 tahun 2014 tentang
pemerintah daerah Pribadi, 2015. Lepas dari polemik tentang legal penambangan, pergub dan perundang-
undangan di atas, praktek penambangan yang terjadi di daerah Gunungkidul telah menyisakan dampak kerusakan lingkungan bagi kawasan Gunung Sewu Geo Park
yang telah ditetapkan oleh United Nation, Education, Science, Cultural Organization UNESCO sebagai wilayah warisan dunia. Sebagai kawasan yang
telah dilindungi oleh UNESCO, seharusnya praktek ekploitasi lingkungan di kawasan tersebut tidak boleh terjadi.
Pasca penambangan batu gamping umumnya meninggalkan kerusakan lahan bekas tambang dengan proses konservasi yang lamban atau bahkan tidak
terjadi sama sekali. Padahal, jika ditekuni dengan serius, lahan bekas tambang dapat dipulihkan kondisinya menjadi lahan produktif dan ekonomis serta
bermanfaat untuk menghidupkan kembali keanekaragaman hayati yang mungkin pernah ada. Sebaliknya, jika lahan bekas tambang dibiarkan saja, justru akan
mengakibatkan tingkat kerusakan lingkungan hidup yang lebih besar. Selain itu, ancaman buruk terhadap kualitas dan kuantitas air pun dapat terjadi.
Penambangan batuan gamping dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran air bawah tanah, tertutupinya pori-pori batuan kapur sebagai resapan air sehingga
menurunkan kuantitas sumber air, dapat terjadi erosi antara wilayah karst dan non PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kars, hilangnya top soil di wilayah kars yang mengancam biodiversitas lingkungan sekitar, dan masih banyak lagi dampak yang lain William, 2001.
Dalam suasana reflektif, saat merenungkan bahan retret tentang Laudato si di Pantai Slili, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada bulan Juni 2015,
penulis merasa semakin diteguhkan untuk berbuat sesuatu bagi lingkungan hidup, khususnya ketika membaca bagian ensiklik yang menyoroti soal hilangnya
keanekaragaman hayati. Dalam ensiklik tersebut disebutkan bagaimana sumber daya bumi dijarah karena konsep ekonomi, perdagangan dan produksi jangka
pendek. Hilangnya hutan dan vegetasi lainnya membawa serta hilangnya spesies yang dapat menjadi sumber daya yang sangat penting di masa depan, tidak hanya
untuk makanan tetapi juga untuk penyembuhan penyakit dan penggunaan lainnya. Berbagai spesies mengandung gen yang bisa menjadi sumber daya kunci pada
tahun-tahun mendatang memenuhi kebutuhan manusia dan mengatur beberapa masalah lingkungan Fransiscus, 2015.
Sebagai tindakan nyata atas keprihatinan terhadap persoalan keanekaragaman hayati di atas, penulis bersama sejumlah teman mahasiswa
Pendidikan Biologi Sanata Dharma, yang tergabung dalam Orang Muda Peduli Konservasi Alam OPERA, telah memulai banyak kegiatan konservasi. Tujuan
dari komunitas tersebut adalah untuk memberikan perhatian terhadap persoalan konservasi alam, baik melalui kegiatan edukasi sederhana maupun kegiatan
konservasi. Berbagai kegiatan pun kami lakukan, dimulai dari kegiatan pembibitan, edukasi ekologi dan pembuatan kebun herbal di SD Kanisius
Kotabaru, penanaman di Goa Maria Tritis, Pantai Watu Kodok dan Kebun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pendidikan Biologi Sanata Dharma di desa Putat, Gunungkidul, Yogyakarta serta beberapa jenis tanaman herbal di Laboratorium Pendidikan Biologi Sanata
Dharma. Dalam tataran ranah akademik, penulis tetap ingin mewujudkan perhatian
di bidang konservasi dengan melakukan sebuah penelitian yang terkait dengan reklamasi lahan bekas tambang, yaitu
“Pengaruh Waktu Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskular terhadap Pertumbuhan Koro Hijau Macrotyloma
uniflorm sebagai Tumbuhan Pionir Pengembalian Kesuburan Tanah Bekas Tambang Kapur
”. Gagasan ini awalnya muncul karena dipicu oleh ajakan seorang teman Tegar Yudha Restuti S.Pd untuk menyusun sebuah proposal
penelitian tentang cara melakukan reklamasi lahan bekas tambang secara efektif dengan menggunakan cendawan mikoriza arbuskular. Cendawan mikoriza adalah
jenis cendawan yang dapat bersimbiosis mutualistik dengan banyak jenis tanaman. Simbiosis tersebut terjadi pada bagian akar tanaman. Dalam simbiosis
ini, tanaman dibantu oleh cendawan mikoriza dalam mengabsorbsi nutrisi dari dalam tanah. Sebagai gantinya, cendawan mikoriza mendapatkan karbohidrat dari
tanaman guna mendukung pertumbuhan. Pada penelitian ini, penulis memilih jenis tanaman Koro Hijau
Macrotyloma uniflorm sebagai jenis tanaman yang diharapkan dapat
bersimbiosis secara baik dengan cendawan mikoriza. Koro hijau adalah jenis tanaman dengan usia pendek yang mudah didapat, mudah dalam penanaman,
perawatan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain itu, tanaman koro hijau adalah jenis tanaman Leguminoceae yang umumnya sangat efektif dalam
melakukan fiksasi nitrogen. Dengan kata lain, selain dapat bermutualisme dengan mikoriza, koro hijau juga dapat menambat nitrogen yang nantinya juga memiliki
potensi dalam menyuburkan kembali lahan bekas tambang. Penelitian tentang reklamasi lahan bekas tambang ini menjadi lebih
menarik pada saat kegiatan tersebut sejalan dengan concern yang penulis miliki. Meskipun di daerah Yogyakarta, tempat di mana penulis menempuh studi, tidak
terlalu merasakan adanya dampak dari kerusakan lingkungan hidup akibat penambangan, namun peneliti merasakan pentingnya nilai penelitian ini dalam
konteks yang lebih luas. Dengan kata lain, jika nantinya aplikasi dari hasil penelitian ini membuahkan hasil yang baik, hasil tersebut dapat digunakan untuk
proses reklamasi lahan bekas tambang batu gamping di banyak tempat lain di Indonesia.