Bab VI ~ Ekonomi
163
Walaupun tahu pemakaian bahasanya salah, orang itu akan membiarkan begitu saja karena itulah yang diinginkannya. Orang gaul
mengatakan bahwa cuek is the best; sikap ke dua yaitu orang yang sudah mengetahui norma bahasa dan selalu berusaha untuk benar.
Namun demikian, usaha itu kandas karena keterbatasan kemampuannya.
Dengan mencermati uraian di atas, kita dapat menemukan beberapa faktor penghambat Iangkah perkembangan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional. Faktor yang dimaksudkan antara lain:
1. Kurang Sadar
Sebagian masyarakat kurang menyadari arti pentingnya berbahasa dengan baik dan benar. Ada dua tipe masyarakat yang
kurang sadar ini, yaitu: orang yang benar-benar belum mengetahui norma bahasa, dan yang lain adalah orang yang sudah mengetahui
norma bahasa, tetapi bersikap semau gue.
2. Banyaknya Dialek
Menurut penelitian, Indonesia mempunyai lebih dari 250 macam dialek dan dalam praktik keseharian dialek tersebut sangat
pekat dengan masyarakat pemakainya sehingga sering dianggap sebagai bahasa ibu. Karena begitu pekatnya bahasa tersebut, apabila
orang bersangkutan ingin mengungkapkan bahasa Indonesia, mereka sering
mencampuradukkan dialek yang dimilikinya ke dalam bahasa Indonesia. Kasus tersebut mungkin tidak disengaja oleh
penuturnya, tetapi mungkin saja disengaja dengan harapan dialek tersebut dapat mengungkapkan maksud atau perasaan yang tepat
bagi penuturnya. Dengan demikian, terjadilah bahasa campuran yang tidak benar lagi menurut norma
bahasa Indonesia.
3. Paham Paternalistik
Walaupun reformasi sudah berjalan, tampaknya paternalisme masih kental di tengah masyarakat kita. Tidak dapat
dipungkiri bahwa pemimpin merupakan figur masya rakat yang menjadi sentral percontohan. Oleh sebab itu, terjadinya
penyimpangan bahasa seorang pemimpin merupakan virus kesalahan bagi masyarakat yang pada ujungnya akan merusak
bahasa yang baik dan benar.
4. Bahasa Prokem
Bahasa prokem merupakan bahasa slang atau oleh anak gaul sering disebut bahasa slengekan. Bahasa ini digunakan oleh
penuturnya secara spontan tanpa memikirkan norma bahasa. Penuturan prokem ini biasanya bertujuan untuk memuaskan
perasaan secara temporal saja sehingga biasanya bahasa tersebut digunakan secara tidak resmi.
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa
164
Dengan demikian, penggunaan bahasa prokem secara frekuentatif cenderung mengarah pada penyimpangan bahasa yang baik dan
benar.
5. Kemalasan
Boleh dikatakan bahwa kemalasan merupakan puncak penghambat terwujudnya bahasa yang baik dan benar. Kata malas
di sini mempunyai dua pengertian pokok, yaitu: pertama, malas mencari informasi norma bahasa dan, yang ke dua malas
menerapkan norma, bahasa dalam praktik kebahasaan walaupun sudah mengetahuinya.
Solusi
Bahasa Indonesia yang baik dan benar beserta praktik pemakaiannya mempunyai permasalahan yang pelik dan kompleks.
Oleb sebab itu, penanganan masalah ini tidak dapat dilakukan secara terkotak-kotak, tetapi harus dilakukan secara terpadu dan serentak. Itu
pun harus dilakukan secara berkesinam-bungan.
Ada beberapa pilar yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan dan merawat pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Pilar-pilar yang dimaksudkan antara lain:
1. Pemerintah
Pemerintah merupakan penguasa yang menjadi sumber hidup dan matinya sistem kenegaraan, salah satunya adalah sistem
kebahasaan. Untuk itu, pemerintah harus menentukan strategi yang benar-benar efektif. Dengan departemen yang berkaitan dengan
bahasa, pemerintah dapat mengamati perkembangan bahasa Indonesia. Ingat, bahasa Indonesia adalah bahasa yang masih hidup,
artinya bahasa itu masih digunakan oleh masyarakat luas dan mengalami perkembangan secara pesat. Oleh sebab itu, setiap
pengamatan sebaiknya menemukan inovasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, bahasa Indonesia selalu dinamis dan hidup sepanjang masa dengan tidak pernah putus seperti terlihat pada
bagan berikut ini: Setelah menemukan inovasi, sebaiknya pemerintah mengadakan
pembakuan dan menyosialisasikan penemuan tersebut ke departemen-departemen lain, sekolah-sekolah, media massa, dan
masyarakat yang secara potensial mampu mendukung terwujudnya pemakaian bahasa yang baik dan benar.
2. Sekolah