Latar Sudut pandang point of view Plot Penokohan Dialog

Bab IX ~ Kepahlawanan 263 Latihan

3. Latar

Latar meliputi tempat, waktu, dan budaya. Pemilihan latar dapat digunakan untuk memberi kesan menarik kepada pembacanya.

4. Sudut pandang point of view

Sudut pandang adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita. Pada umumnya pengarang berperan sebagai orang pertama yaitu dengan menggunakan “aku” atau saya. Selain itu pengarang dapat berperan sebagai pengamat yaitu memakai sudut pandang orang ketiga sehingga pengarang menggunakan kata ia, dia, atau nama orang. Setelah Anda memahami perbedaan naskah hikayat dengan cerpen di atas, maka marilah kita berlatih membuat naskah hikayat dan cerpen secara sederhana D. Menyadur Cerpen kedalam Bentuk Drama Satu Babak Sudah pernahkah kalian menyadur cerita cerpen dalam bentuk drama? Nah, untuk pemahaman lebih lanjut pada pembelajaran ini, kalian akan mempelajari cara menyadur cerpen kedalam bentuk drama satu babak. Drama adalah bentuk karya sastra yang menggunakan dialog untuk menggambarkan sebuah cerita. Drama dibangun oleh berbagai unsur seperti halnya cerpen, meliputi tokoh, alur, latar, dan dialog. Sebuah cerpen dapat diubah menjadi drama dengan mengubah bentuk prosa menjadi dialog-dialog yang menggambarkan cerita. Untuk menulis drama, Anda harus memperhatikan unsur-unsurnya.

1. Plot

Dalam drama plot terdiri atas: a. Pemaparan eksposisisituasi awal, b. Komplikasimuncul pertikaian, c. Klimakspuncak konflik, d. Anti klimakspeleraian, e. Penyelesaianbabak akhir. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 264

2. Penokohan

Dalam drama dikenal berbagai macam tokoh yaitu: 1 Protagonis pemeran utama merupakan tokoh yang disukai, 2 Antagonis lawan pemeran utama biasanya tokoh yang dibenci, 3 Peran pembantu figuran yaitu tokoh yang mendampingi keberadaan toko utama.

3. Dialog

Dialog adalah inti sebuah drama. Dialog harus dapat menunjang gerak laku tokohnya dan menggambarkan keseluruhan cerita. Dialog harus disampaikan secara wajar dan alamiah. Bacalah cerpen yang dapat ditransformasikan ke dalam bentuk drama berikut ini Kisahku; Malam Sebelum Ulang Tahun Pernikahanku Aku sudah memasuki usia senja saat-saat tubuh manusia mulai lelah. Sekarat. Aku menerima kenyataan kalau aku sudah tua. Jack adalah suamiku. Kami berdua sepakat untuk tidak mempunyai anak. Selama beberapa tahun terakhir aku dan Jack harus berulang kali menghadapi kematian saudara, teman dan kerabat. Kami tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Ulang tahun pernikahan aku dan Jack selalu kami rayakan hanya berdua saja. Memang sederhana sekali, meniup lilin, memotong kue, lalu kami bercerita saat-saat terindah dalam hidup kami. Walaupun sederhana tetapi kami sangat bahagia. Perjalanan hidup kami sangat penuh warna dan pengalaman. Jack lebih tua enam tahun dariku, sedangkan usiaku kini genap tujuh puluh enam tahun. Aku selalu membuat kue cokelat dan kopi panas kesukaannya saat ia melukis. Sejak kecil Jack senang melukis, tetapi tidak ada seorangpun yang mendukungnya untuk menjadi seorang pelukis dengan mengatakan lukisan Jack tidak bagus dan tidak hidup. Tetapi setelah mengenal dan menikah denganku, aku selalu memberi dorongan kepadanya agar ia mau untuk terus berusaha dan mengikuti berbagai perlombaan. Memang jarang sekali Jack memenangkan perlombaan. Tidak banyak orang yang mengatakan lukisannya bagus, tetapi bagiku lukisan Jack-lah yang terbagus. Aku senang kalau Jack memuji kue cokelat dan kopi panas yang aku buat dapat memberi inspirasi lukisannya. Walaupun sering aku membuatkan untuknya tidak pernah kata bosan keluar dari mulutnya. Jadi, kopi dan bahan-bahan untuk membuat kue cokelat selalu ada dalam daftar belanjaanku. Pagi itu Jack sudah berada di beranda rumah. Tampaknya ia lelah sekali. Matanya yang merah dan bengkak tidak bisa menipu kalau dia tidak tidur semalam. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab IX ~ Kepahlawanan 265 Memang beberapa hari terakhir ini kulihat Jack tidak tidur. Sudah berulang kali aku menyarankan agar ia menjaga kondisinya. Setiap kali aku bertanya apa yang ia kerjakan semalam suntuk, selalu saja ia mengalihkan pembicaraan itu. Malam tiba, seperti biasanya aku selalu tidur terlebih dahulu. Di tengah malam aku terbangun kulihat Jack tidak ada di sebelahku, lagi-lagi malam ini ia tidak tidur. Aku beranjak dari tempat tidurku, pelan-pelan kulangkahkan kaki agar tidak terdengar suara asing bagi Jack. Di sela pintu kamar yang tidak tertutup rapat, aku berusaha melihat dengan jelas apa yang sedang Jack lakukan. Ternyata Jack sedang melukis, dengan jari-jari yang bergemetar ia melukis dirinya. Aku kembali ke dalam hangatnya balutan selimutku, meskipun rasanya ingin mengingatkan agar Jack istirahat. Tetapi ia tampak serius sekali dengan lukisannya itu sehingga aku tidak berani meng-ganggunya. Dua minggu lagi ulang tahun pernikahan aku dan Jack. Tak terasa dua minggu lagi tepat lima puluh tahun kami menempuh hidup bersama. Aku berharap di hari spesial besok Jack memberikan kejutan yang spesial untukku, sedangkan aku akan memberinya sesuatu yang memang tidak seberapa tetapi mungkin berguna baginya. Lalu…di suatu sore, Jack berpamitan padaku. Dia ingin berjalan- jalan saja katanya. Dikenakannya jaket dan topi berwarna cokelat yang sudah tua. Di dinding tergantung sebuah cermin, Jack menatap bayangan dirinya di dalam cermin itu. Dengan nada yang sangat pelan dan raut muka yang sedih ia berkata,”Aku ini memang benar-benar sudah tua, dan jaket yang kukenakan ini adalah pemberianmu sewaktu masih SMA dulu”. Kemudian kuhampiri Jack lalu kurapikan kerah jaketnya yang masih tertekuk ke dalam. Lalu Jack bergegas keluar pintu dan menuruni tangga menuju ke jalan. Ia melambaikan tangannya setelah sampai di ujung jalan, kubalas lambaian itu dan segera kututup semua jendela karena hari hampir gelap. Sambil menunggu kedatangan Jack, aku menata ruangan tempat Jack melukis. Kuas-kuas yang berserakan kuikat menjadi satu lalu kusimpan di dalam kotak kecil, beberapa cat warna mengotori lantai disekitarnya. Kemudian kuambil kain yang sudah tidak terpakai untuk membersihkan lantai dari cat-cat itu. Lukisan- lukisan Jack kupindahkan di belakang pintu supaya terlihat lebih rapi. Kulihat lukisan Jack satu per satu tetapi tak kutemui lukisan yang ia lukis semalam. Sudah kucari di setiap sudut ruangan tempat Jack melukis, tetapi tetap saja tak kutemui. Ah sudahlah, mungkin ia membuangnya karena malu jika kulihat bahwa hasilnya tidak bagus. Saat kurapikan ruangan itu di rak buku yang tergantung di dinding kulihat buku tebal yang masih terbuka dan sepertinya Jack belum selesai membacanya. Kuambil buku itu ternyata buku karangan Seorang pujangga terkenal namun Jack tampaknya sering sekali membacanya.Perlahan aku menuju ke kursi sambil membaca buku itu. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 266 Perkawinan adalah bersatunya dua jiwa dimana jiwa yang ketiga akan terlahir di dunia. Perkawinan adalah bersatunya dua jiwa dengan kekuatan cinta untuk menghapus keterpisahan. Perkawinan adalah kesatuan yang lebih tinggi yang menggabungkan dua jiwa yang terpisah itu. Perkawinan adalah lingkaran emas dalam sebuah rantai yang awalnya adalah pandangan mata, dan berakhir dalam keabadian. Perkawinan adalah hujan suci yang jatuh dari langit yang bersih untuk menghasilkan buah dan memberkahi ladang alam. Ketika pandangan pertama dari mata kekasih seperti benih yang disemaikan dalam hati, dan ciuman pertama di bibirnya seperti bunga di ranting pohon kehidupan, maka bersatunya dua kekasih ke dalam perkawinan bagaikan buah pertama dari bunga pertama benih itu. Dan di dalam buku itu terdapat sebuah pesan untukku Tiap hari dengarkan kata hatimu dan perbaiki kesalahan-kesalahanmu; jika kau gagal dalam tugas ini berarti kau membohongi Pengetahuan dan Akal budi yang ada di dalam dirimu. Setelah kubaca buku itu aku sangat terkesan dengan apa yang tertulis di dalamnya. Kuakui Jack memang sangat romantis. Kukembalikan buku itu kedalam rak, kututup buku itu dan kuberi batas sampai mana Jack membacanya. Tiba-tiba dering bel pintu sangat mengejutkanku. Ah siapa yang datang bertamu? Aku membuka pintu dan melihat seorang pemuda yang tidak kukenal berdiri di depanku, ia tampak terengah-engah mengatur nafasnya karena tergesa-gesa. Pemuda itu bertanya kepadaku “Bu Lynne Jackholt?” aku mengganguk, “Ya itu adalah namaku, ada apa?” pemuda itu memberitahukan bahwa Jack pingsan di pinggir jalan dan sudah dibawa ke rumah sakit oleh pemuda itu. Aku terkejut sekali dengan apa yang dikatakannya, tanpa berpikir panjang segera kuambil jaket yang tergantung di balik pintu kamar. Pemuda itu mengantarku menuju rumah sakit, ia menawarkan untuk naik taxi. Tapi tetap saja aku berlari kecil karena pikirku keadaan jalan yang sedang mengalami kemacetan lalu lintas justru membuat semakin lama sampai di rumah sakit. Jarak rumah menuju rumah sakit lumayan juga bagiku yang sudah tua ini. Kepanikan memenuhi pikiranku, sempat aku menyalahkan diriku mengapa membiarkan Jack pergi sendirian dengan kondisi tubuh yang sangat lemah. Aku memang bodoh. Di depanku sudah berdiri gedung rumah sakit yang sudah tua dan megah. Pemuda itu menunjukkanku kamar tempat Jack berada. Sesampai di depan kamar Jack, pemuda itu berpamitan padaku untuk melanjutkan tugasnya yang terhenti karena menolong Jack. Tak sempat aku menanyakan siapa namanya dan dari mana asalnya, karena kepanikanku. Tetapi aku yakin Tuhan akan membalas perbuatan baiknya itu. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab IX ~ Kepahlawanan 267 Kamar 4092, kubuka perlahan pintu dan kulihat Jack terbaring di ranjangnya. Dia tersenyum padaku dan mengulurkan tangan, kuraih tangannya tetapi aku tak dapat mengatakn sepatah katapun begitu juga dengan Jack. Jack tertidur dan kelihatan lelah sekali. Kutinggalkan Jack sendirian di kamarnya. Kutemui dr.Phat dialah dokter yang menangani Jack. Dokter menyatakan Jack mengidap kanker stadium akhir. Rasa terkejut membuatku tidak mampu berkata apa-apa. Aku tidak mengira bahwa sudah dekat saatnya. Kematian memang akan tiba pada setiap orang, tetapi sekarang belum waktunya Jack meninggalkanku. Aku belum siap Jack…aku belum siap…. Tetapi walau bagaimanapun aku harus siap menghadapi kenyataan yang tidak bisa dihindari. Aku berusaha sebaik mungkin memanfaatkan sisa waktuku bersamanya. Aku menutup wajah dengan kedua tangan dan melepaskan tangisku. Aku menginap di rumah sakit menemani Jack. Jack tubuhnya sangat lemah dan kurus tinggal kulit pembungkus tulang. Jack bangun dari tidurnya, ia menatapku tersenyum. Aku berusaha menahan tangisku, Jack tidak boleh melihatku menangis. Jack memegang erat tanganku, ia mengusap air mata di pipiku yang tak henti mengalir meskipun aku sudah berusaha menahannya. Aku tak dapat membayangkan bagaimana hidupku jika tanpa Jack, dia adalah segalanya bagiku. “Lynne..,” Suara Jack yang lembut dan sedikit serak menggugah lamunanku. Jack berjanji tidak akan pernah mening-galkanku. Perasaan damai menyelimutiku rasanya seperti direng-kuh dalam pelukan penuh kasih. Aku memberikan dorongan semangat padanya agar ia kuat, ya Jack harus tetap kuat. Aku selalu memohon pada Jack supaya jangan meninggalkanku. Aku tak tahu apa dia mengerti permohonanku, yang kutahu hanyalah setiap kali aku berbicara dengannya suaranya terdengar lebih lelah. Dan aku mulai menerima kenyataan bahwa suatu saat aku pasti takkan melihatnya lagi. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit tak terasa besok adalah hari ulang tahun pernikahan kami. Sore itu aku melangkah keluar kamar untuk memesan kue tart di ‘cake shop’ yang letaknya tidak jauh dari rumah sakit. Dengan langkahku yang sedikit tertatih-tatih, aku tak mengira ulang tahun pernikahan kami akan berlangsung di rumah sakit, dengan tidak dihadirinya tawa canda bahagia, berbagi cerita dan meniup lilin bersama seperti biasanya. Padahal tahukah kau? Besok adalah hari yang spesial bagi aku dan Jack. Tetapi Tuhan berencana lain di rumah sakitlah kami melewati saat bahagia itu. Sesampainya di cake shop segera aku memesan kue tart dan akan kuambil besok. Setelah selesai memesan lalu kutelusuri kembali jalan demi jalan yang menuju rumah sakit, suasana ramai di kota sama sekali tidak menggoyahkan hatiku. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 268 Perasaanku tetap teduh, dan pikiranku tetap tertuju hanya pada Jack. Kembali pada kamar 4092, kubuka pintu dan aku terkejut melihat Jack mengerang kesakitan. Aku sangat gugup, bingung dan tidak tahu harus bagaimana. Aku hanya bisa berteriak minta pertolongan dokter. Dokter segera datang dan menangani Jack. Rasa panik dan takut itulah perasaanku saat ini. Aku menunggu di luar kamar sambil berusaha menahan rasa panikku.Selang bebeapa waktu kemudian pintu kamar Jack terbuka, dokter keluar dari kamar Jack dengan raut muka yang tidak aku harapkan. “Jack sangat lemah kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk dia tetap bertahan hidup”. Kembali rasa terkejut membuatku tidak mampu merangkai kalimat yang bisa dimengerti, aku terbata-bata berkata,”La..lalu.. ba..bagaimana..cara dia dapat diselamatkan?” Tampak dokter telah mengumpulkan keberaniannya lalu berkata dengan nada tegas tetapi masih terdengar takut-takut, “Tuhan akan segera memanggilnya”. Air mataku menetes deras, hati hampa. Aku rasanya seperti berjalan dalam tidur menuju ke kamar Jack dan duduk di samping tempat tidur Jack. Kupeluk erat tubuh Jack, kudekap dan berusaha jangan sampai lepas. “Jack..hari indah penuh warna dan pengalaman yang selama ini kita lalui bersama, suka duka yang selama ini kita bersama merasakannya, dan setiap hari ulang tahun pernikahan yang kita rayakan dengan tawa canda harus berakhir sampai disini ? ingatkah kau bahwa malam ini adalah malam ulang tahun pernikahan kita? Ingatkah kau Jack?” Jack tampaknya memahamiku, Jack tak dapat berkata apa-apa kulihat air mata membasahi pipinya. Saat itu juga Jack pergi meninggalkan aku. Kubaringkan kembali tubuhnya di tempat tidur, kukecup keningnya untuk yang terakhir kali. “Selamat tinggal Jack, aku akan selalu merindukanmu”. Dan Saat itu .... Pagi setelah pemakaman Jack baru kurasakan keheningan. Ruangan itu, ruangan dimana Jack menggunakan sisa hidupnya untuk melukis. Kini tidak lagi kulihat sosok seorang pelukis itu. Ulang Tahun pernikahanku yang ke lima puluh kini terasa sekali perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan akupun mengetahui seberapa besar cinta Jack kepadaku, ia melukis dirinya saat itu sampai mengerjakannya semalam suntuk ternyata lukisan itu untukku. Jack memberiku hadiah berupa lukisan dirinya dan hadiah tersebut adalah hadiah ulang tahun pernikahan yang terakhir bagiku. Lukisan itu kutemukan di ruang tamu tepatnya di sudut ruangan di atas piano. Memang sebelumnya aku jarang sekali ke ruang tamu, tetapi setelah Jack meninggal kulihat semua ruangan di rumah termasuk ruang tamu. Dan akhirnya aku menemukan lukisan itu. Di balik lukisan itu terdapat surat. Aku memaksa mataku yang bersimbah air mata membaca tulisan Jack. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab IX ~ Kepahlawanan 269 Jack menulis surat itu dua minggu lalu setelah selesai melukis. Surat itu penuh cinta dan pembangkit semangat, serta nasihat supaya aku tegar. Jack berikrar bahwa ia akan menunggu hari saat aku bergabung dengannya. Dan ia telah memberikan hadiah berupa lukisan dirinya untuk menemaniku sampai saat itu tiba. Terdapat juga di dalamnya sebuah puisi yang terangkai indah, ya.. puisi indah dan penuh arti. Jangan kenakan baju hitam berkabung Tapi bergembiralah bersamaku dalam pakaian putih Karena upacara pemakaman di antara manusia adalah pesta pernikahan bagi para malaikat Jangan berbicara dengan kesedihan karena kepergianku Tapi pejamkan matamu dan kau akan melihatku sekarang Keringkan air matamu Tegakkan kepalamu lalu dekap aku ke dalam dadamu, Yang penuh dengan cinta; ciumlah bibirku; bibir yang tak merasakan ciuman ibu Cepat dan peluklah aku istriku Karena hanya cinta dan kematianlah yang mengubah segalanya Selamanya aku akan mencintaimu… Kuletakkan lembaran surat Jack dan kujulurkan tangan meraih lukisan itu. Tadinya aku mengira lukisan itu berat tapi bobotnya sama dengan sebuah bantal sofa. Kuletakkan lukisan itu di kursi sebelahku. Air mataku kembali menetes dan kue tart di depanku menerima tetesan air mataku. Dan sekarang aku dan lukisan Jack akan merayakan ulang tahun pernikahan, kini aku meniup lilin sendirian…. “Tak ada yang tahu seberapa dalam cinta hingga saat-saat berpisah”. Eggie Sekarsari Sumber: Antologi Cerpen dari Lembaga Pusat Penelitian Bahasa Yogyakarta 2005 Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 270 Latihan Mari kita bersama-sama menjawab pertanyaan di bawah ini 1. Sebutkanlah tokoh-tokoh dalam cerpen tersebut dan menjelaskan karakter masing-masing 2. Kemudian tulislah bagaimana alur cerita dan latar dalam cerpen di atas E. Mengubah Pemenggalan Hikayat ke dalam Cerpen Pernahkah Anda mengubah pemenggalan hikayat ke dalam cerpen? Nah, pada pembelajaran saat ini, kalian akan mempelajari cara mengubah pemenggalan hikayat ke dalam cerpen. Seperti karya sastra lain, hikayat juga memiliki ciri dan unsur-unsur pembangunnya antara lain berupa alur, tema yang merupakan pokok pikiran atau dasar cerita, dan penokohan merupakan penciptaan tokoh dalam hikayat. Sebuah hikayat dapat diubah menjadi cerpen dengan mengubah bentuk prosa karya sastra Melayu Klasik menjadi cerita pendek. Untuk menulis cerpen, Anda harus memperhatikan unsur-unsurnya, yaitu penokohan, latar, dan sudut pandang.

1. Alur