Menceritakan Kembali Sebuah Bacaan yang Telah Dibaca Mencatat Pokok-pokok yang Dibicarakan

Bab VIII ~ Hiburan 235 Latihan Latihan Carilah sebuah buku atau majalah carilah informasi yang penting dengan menemukan gambaran umum

3. Menceritakan Kembali Sebuah Bacaan yang Telah Dibaca

Sebuah kegiatan membaca belum dapat dikatakan berhasil apabila seseorang tidak mampu mengungkapkan kembali teks yang telah dibacanya tersebut. Setelah Anda melakukan beberapa tahapan dalam membaca, kita harus dapat melanjutkan pada tahap berikutnya, yaitu menceritakan kembali teks bacaan yang telah dibaca tadi. Tentu saja apa yang akan Anda ceritakan harus sama dengan isi teks bacaan tersebut. Misalnya, kesamaan dalam hal isi cerita, alur, pokok-pokok permasalahan, dan tidak boleh keluar dari isi bacaan tersebut. Anda akan menceritakan teks tersebut, sebaiknya diceritakan secara kronologis atau berurutan sehingga maksud cerita tersebut mudah diterima dan dipahami para pendengarnya. Mari kita bersama-sama menjawab pertanyaan di bawah ini 1. Kegiatan membaca belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak sanggup menceritakan kembali isi teks bacaan yang telah dibaca. Benarkah pernyataan tersebut? Mengapa? 2. Hal-hal apa sajakah yang harus diperhatikan ketika akan menceritakan kembali sebuah teks bacaan yang telah dibaca? Jelaskan E. Menyusun Rangkuman Diskusi Panel atau Seminar Pernahkan Anda mengikuti diskisi panel atau seminar yang dilakukan di lingkungan sekolah atau di luar lingkungan sekolah? Pernahkah Anda mencoba untuk merangkum diskusi yang dilakukan? Pada pembelajaran berikut, Anda akan berlatih menyusun rangkuman diskusi panel atau seminar yang disaksikan melalui televisi atau secara langsung. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 236

1. Mencatat Pokok-pokok yang Dibicarakan

Diskusi panel yaitu percakapan antara dua orang atau lebih yang membicarakan satu masalah dalam satu waktu dengan pendapat atau latar belakang ilmu yang berbeda. Diskusi panel ini dipandu oleh seorang moderator yang bertugas membagi waktu bagi masing-masing narasumber untuk mengungkapkan pendapatnya secara bergantian. Dalam diskusi panel ini, peserta dapat atau tidak diberikan waktu untuk bertanya kepada narasumber, tergantung kepada moderator. Seminar yaitu suatu pertemuan yang menghadirkan seorang narasumber untuk membahas suatu masalah tertentu. Seminar dipandu oleh seorang moderator yang bertugas membagi waktu dalam menyampaikan materi dari narasumber, dan membagi waktu bagi para peserta seminar untuk menanggapi pendapat yang telah disampaikan atau bertanya kepada narasumber. Antara narasumber dan peserta seminar terjadi interaksi. Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan ketika mencatat pokok-pokok yang dibicarakan dalam diskusi panel dan seminar yang disaksikan melalui televisi atau secara langsung adalah: a. dengarkan apa yang dibicarakan oleh pembicara, b. catatlah bagian pendahuluan, isi, dan penutupnya secara kronologis, c. tulislah hal-hal yang penting-penting saja, d. gunakan bahasa yang jelas, baik, dan benar, e. berikan kesimpulan. Dalam menuliskan rangkuman diskusi panel atau seminar, perlu Anda perhatikan hal-hal sebagai berikut: a. tulislah rangkuman secara singkat dan jelas, b. tulislah masalah-masalah pokok yang dibicarakan, c. gunakanlah kalimat berita dalam penulisan, d. cantumkan pendapat dan saran dari narasumber atau dari peserta yang disetujui narasumber. Berikut ini contoh rangkuman seminar bahasa Tantangan Hidup dan Mati: Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar pada Era Globalisasi oleh: Demas Marsudi Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar sampai saat ini masih dililit berbagai problematika. Dengan adanya aturan kebahasaan, sebagian orang merasa terkebiri pikirannya, terpasung dalam pengungkapan maksud tertentu, tidak bebas berartikulasi, dan masih banyak lagi alasan lain yang mengarah pada pernyataan tidak setuju dengan adanya aturan kebahasaan. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab VIII ~ Hiburan 237 Di sisi lain, para pemerhati bahasa bersikeras untuk selalu merawat, meneliti, dan menghimbau agar masyarakat mampu dan mau berbahasa dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dua sikap pro dan kontra dalam menyikapi norma bahasa itu hidup dan bertumbuh di tengah masyarakat pemakai bahasa. Melihat dikotomi tersebut, pada Bulan Bahasa ini penulis ingin mengungkap beberapa fenomena, menganalisis, dan menawarkan beberapa solusi atas permasalahan yang ada. Historika Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia mempunyai sejarah panjang, baik eksistensinya, kuantitatif masyarakat pemakainya, maupun norma- norma yang mengaturnya. Menurut sejarahnya, bahasa Indonesia diambil dari bahasa Melayu yang digunakan sejak zaman kerajaan Sriwijaya. Beberapa prasasti yang dapat ditemukan sebagai bukti, antara lain: Kedukan Bukit 683, Talang Tuwo 684, Telaga Batu, Kota Kapur, Karang Berahi 686. Penggunaan bahasa Melayu saat itu sangat pesat karena didukung letak Selat Melaka yang strategis bagi jalur perdagangan maupun penyebar agama; baik dari masyarakat lokal maupun bangsa asing, misalnya bangsa Portugis, Cina, India, Belanda, dan sebagainya. Karena kepraktisannya itulah, bahasa Melayu digunakan sebagai lingua franca di seluruh Nusantara. Pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mengadakan kongres di Jakarta. Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah menobatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa khususnya kaum muda dalam menghadapi penjajah saat itu. Singkat cerita, setelah bangsa Indonesia memprokla- masikan kemerdekaan tahun 1945, mulai saat itu bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara yang secara hukum tercantum di dalam Undang- Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36. Adapun fungsi praktisnya, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi dalam menjalankan pemerintahan. Dalam pertumbuhannya sampai saat ini, bahasa Indonesia mengalami penyempurnaan yang berulang-ulang oleh pihak yang terkait. Proses itu bukanlah pekerjaan yang ringan, sebaliknya merupakan pekerjaan besar yang menyita banyak pikiran, waktu, tenaga, bahkan dana yang secara kuantitatif serta kualitatif terhitung besar. Oleh sebab itu, apabila masyarakat pemakai bahasa tidak mau berusaha merawat atau mengembangkannya, sejarah panjang itu akan menjadi sia-sia dan tidak ada artinya. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 238 Implikasi Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar Sebagai makhluk sosial sekaligus makhluk praktis homo social dan homo practicus, kita membutuhkan sarana untuk berinteraksi dengan sesama. Dalam perkembangan peradaban manusia selama ini, sarana komunikasi yang relatif langgeng “dapat bertahan lama” adalah bahasa. Untuk menciptakan komunikasi yang harmonis, pemerhati bahasa berusaha seoptimal mungkin meneliti dan mengembangkan bahasa sembari menentukan suatu aturan dan tuntunan untuk berbahasa dengan santun. Pada masa orde baru, Presiden Soeharto mencanangkan sebuah himbauan yang berbunyi, “Pakailah bahasa Indonesia yang baik dan benar” Baik artinya kata-kata yang digunakan oleh seorang komunikator sesuai dengan situasi dan kondisi komunikasi sehingga komunikan dapat menangkap konsep yang sama dan dapat memberikan respon yang cocok. Sedangkan benar artinya kata-kata yang digunakan oleh komunikator tidak menyalahi norma bahasa yang berlaku. Jadi, implementasi pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar mempunyai pengertian bahwa penyampaian bahasa tersebut dapat dipahami oleh kedua belah pihak yang berkomunikasi dengan cara yang tidak menyalahi norma bahasa yang sudah distandardisasikan. Fenomena Bahasa, Analisis, dan Solusinya Setiap berbicara tentang bahasa baku atau normatif, sebagian masyarakat baik itu orang awam maupun terpelajar menjadi traumatis. Mereka bertanya tanya, “Apakah bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dapat terwujud? Apakah semua itu bukan sekadar slogan semata yang hanya pantas ditanyakan di dunia antah-berantah dunia khayal?” Untuk menjawab semua itu, perlu kita telusuri fenomena bahasa yang berkembang di tengah masyarakat pemakainya. Suatu kasus terjadi, seseorang yang bernama Samudra berkata kepada seorang bapak yang berdagang es, “Pak … tolong minta esnya satu gelas dong” “Baik Mas Samudra” Setelah es diberikan dan dibayar Samudra pun berlari-lari sambil berucap, “Terima kasih Pak … makasih … ” Pada kasus ini terjadi pemakaian bahasa Indonesia yang baik, tetapi jelas tidak benar menurut norma bahasa Indonesia. Kata minta menurut W.J.S. Poerwadarminta mempunyai pengertian berharap supaya diberi atau mendapat sesuatu. Samudra dan pedagang es itu dapat mengadakan komunikasi dengan lancar dan keduanya mendapatkan kepuasan karena mereka tahu benar proses interaksi itu: Samudra menyadari bahwa pedagang itu menjual es untuk mencari nafkah dan pedagang pun tahu bahwa kata minta itu dimaksudkan untuk membeli. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab VIII ~ Hiburan 239 Barangkali reaksi seorang bapak itu menjadi lain apabila yang datang adalah anak yang lusuh, haus, dan berkata, “Pak … tolong minta esnya satu gelas, dong” Barangkali jawabnya menjadi, “Minta … beli, dong” atau seorang bapak itu menjawab ya sambil membuat es, tetapi dalam hati kecilnya tidak akan mengharapkan uang dari anak tersebut. Kasus lain terjadi, seorang mahasiswa fakultas pertanian mengadakan penelitian dan penyuluhan ke kampung dan berbincang-bincang dengan para petani awam yang tidak terpelajar. Mahasiswa tersebut berkata, “Wah, bagus sekali tanaman Bapak-Bapak. Tanaman Bapak-Bapak ini mengandung banyak klorofil yang sangat bermanfaat untuk mengadakan fotosintesis. Sebaiknya Bapak-Bapak merawat tanaman ini dengan lebih intensif sehingga Bapak-Bapak dapat memperoleh hasil secara maksimal.” Mendengar kata-kata mahasiswa itu, petani pun mengangguk-angguk sembari memberikan senyuman. Akan tetapi, di balik itu semua ada kenyataan yang menggelikan, yaitu banyak petani yang belum mengerti penyuluhan itu karena ada “kata-kata kampus” yang dilontarkan tanpa disadari siapa pihak lain yang diajak berbicara. Kata-kata itu antara lain klorofil, fotosintesis, dan intensif. Dalam kasus ini ucapan mahasiswa tersebut memang benar. Akan tetapi, penggunaan kata-kata tersebut tidak baik karena situasi dan kondisi pihak-pihak yang diajak berbicara kurang mendukung. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temukan penggunaan kalimat yang tidak benar menurut aturan bahasa, misalnya: 1. Masa gua harus ngerjain kerjaan itu sih. Emang gua adik elu 2. Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk 3. Oleh karena barang-barang ilegal yang disimpan itu diminta polisi, gembong perampok itu segera ambil dan serahkannya kepada polisi. 4. Kepada Yth. Bapak Kepala Sekolah SMU Negeri 1 Jalan Monginsidi no. 54 Surakarta. 5. Kepada semua warga Sumber Nayu RT 01 RW XII dimohon mengibarkan bendera mulai tanggal 10 - 31 Agustus 2003. Dengan mengkaji beberapa contoh tersebut, dapat kita rasakan bahwa penggunaan bahasa yang baik belum tentu benar. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang benar belum tentu baik. Menurut pengamatan penulis, ada dua kelompok besar yang menjadi pangkal munculnya kesalahan berbahasa, yaitu: pertama, masyarakat bahasa yang belum mengetahui norma bahasa, dan yang kedua yaitu masyarakat bahasa yang sudah mengetahui norma bahasa. Di unduh dari : Bukupaket.com Bahasa dan Sastra Indonesia SMA Kelas XI - Prodi Bahasa 240 Dari masyarakat yang belum mengetahui norma bahasa, munculnya kesalahan dapat disebabkan sikap yang belum tahu itu berkembang dalam ketidaktahuannya. Artinya, orang yang berbicara itu sekadar mengandalkan kemampuan yang dimilikinya, yang penting dapat mencapai maksud. Akan tetapi, kemungkinan lain dapat terjadi bahwa orang yang belum tahu norma bahasa itu selalu berusaha untuk mengungkapkan bahasa yang tepat dan benar, namun karena keterbatasannya itulah dia tetap belum dapat benar. Dari masyarakat yang sudah mengetahui norma bahasa, munculnya kesalahan berbahasa disebabkan dua sikap, yaitu: pertama, sikap pemakai bahasa yang tidak mau diatur, dia ingin selalu bebas. Walaupun tahu pemakaian bahasanya salah, orang itu akan membiarkan begitu saja karena itulah yang diinginkannya. Orang gaul mengatakan bahwa cuek is the best; sikap kedua yaitu orang yang sudah mengetahui norma bahasa dan selalu berusaha untuk benar. Namun demikian, usaha itu kandas karena keterbatasan kemampuannya. Dengan mencermati uraian di atas, kita dapat menemukan beberapa faktor penghambat langkah perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Faktor yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1. Kurang Sadar