2.2.8. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Teori pembentukan perilaku operant conditioning Hani Handoko, 1992:264 menyatakan bahwa prilaku yang diikuti dengan konsekuensi-
konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan prilaku yang diikuti konsekuensi-konsekuensi hukuman cenderung tidak diulang.
Budaya organisasional merupakan suatu sistem dan nilai yang dimiliki dan disepakati oleh anggota organisasi itu serta digunakan sebagai aturan untuk
berperilaku dan berinteraksi dengan lingkungannya. Nilai yang dimiliki organisasi harus segaris dengan nilai yang dimiliki individu agar dapat mencapai kepuasan
kerja. Memperkerjakan individu yang nilai-nilainya tidak segaris dengan nilai- nilai organisasi itu mungkin menghasilkan karyawan yang kurang motivasi dan
komitmen. Serta yang tidak terpuaskan oleh pekerjaan mereka dan oleh organisasi. Karyawan yang tidak terpuaskan lebih sering melewatkan kerja dan
lebih besar kemungkinan mengundurkan diri Robbins, 1996 : 187. Luthans 1995 beberapa langkah yang dapat meningkatkan dan
mempertahankan budaya organisasi, yaitu pendalaman bidang pekerjaan, penilaian kinerja dan pemberian penghargaan, serta pengakuan kinerja dan
promosi. Diperkuat dengan teori Douglas Mc. Gregor, maka pemberian kesempatan adalah suatu hal yang baik bagi karyawan. Mc. Gregor menyatakan
bahwa dengan memahami asumsi dasar kebudayaan, merupakan tugas yang penting bagi manajemen untuk melepaskan tali pengendalian dengan memberikan
kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu
Thoha, 1999. Hal ini diperlukan agar karyawan dapat tetap memelihara sifat baik serta tampil dalam perilaku yang positif.
2.2.9. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Dalam teori Hezberg menyatakan bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaannya merupakan suatu hubungan dasar dan bahwa sikapnya
terhadap kerja dapat sangat menentukan sukses atau kegagalan individu itu. Menurut Hezberg, faktor-faktor yang menghantar ke Kepuasan Kerja Karyawan
terpisah dan beda dari faktor-faktor yang menghantar ke ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang
menciptakan ketidakpuasan kerja dapat membawa ketentraman, tetapi belum tentu motivasi. Mereka akan menenteramkan angkatan kerja bukannya memotivasi
mereka. Akibatnya, karakteristik seperti kebijakan dan administrasi perusahaan, penyeliaan, hubungan antar-pribadi, kondisi kerja dan telah dicirikan oleh
Herzberg sebagai faktor-faktor higiene. Jika memadai, orang-orang tidak akan tak terpuaskan; tetapi mereka juga tidak akan puas. Jika kita ingin memotivasi orang
pada pekerjaannya, Herzberg menyarankan untuk menekankan prestasi, pengakuan kerja itu sendiri, tanggung jawab dan pertumbuhan. Inilah karakteristik
yang dianggap orang sebagai mengganjar secara intristik Robbins, 2001:169-170
2.2.10. Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Karyawan