82
2. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Otorita Batam
Kota Batam memiliki potensi maupun kemampuan cepat untuk memberi kontribusi terhadap kemajuan ekonomi Nasional maupun daerah Pulau Batam dan
sekitarnya. Nilai ekonomis kawasan
ini cukup memberi
kontribusi sejak dikembangkan secara terencana oleh pemerintah. Meski pengelolaan Kawasan
Batam sejak Tahun 1983 telah melibatkan Pemerintah Kota Administratif, namun Badan Otorita Batam sekarang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam tetap memiliki kewenangan yang sangat luas untuk mengelola Pulau Batam dalam rangka menarik investor dalam menanamkan
modalnya di Pulau Batam. “Pembangunan Pulau Batam dimulai sekitar Tahun 1970 pada awal Orde
Baru Pemerintah melihat potensi Batam yang dapat dijadikan sebagai salah satu pilar perekonomian nasional. Pada awalnya Pulau Batam merupakan
pangkalan logistik dan operasional yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai Pertamina. Badan Pengelola Pembangunan
Pulau Batam dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 65 tahun 1970 tentang
pelaksanaan Proyek
Pembangunan Pulau
Batam, kemudian
berdasarkan perkembangan,
pemerintah memandang
perlu mengembangkannya menjadi Daerah Industri dengan Keputusan Presiden
Nomor 65 Tahun 1970 diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang pengembangan Pembangunan Pulau Batam yang statusnya
sebagai enterport partikelir di bawah Departemen Keuangan. Dalam rangka peningkatan dan memperlancar pelaksanaan pengembangan daerah industri
Pulau Batam, maka Keputusan Presiden Nomor 74 tahun 1971 dicabut dan ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun1973 tentang Daerah Industri
Pulau Batam, dengan menyertakan tugas yang diemban Otorita Batam antara lain mengembangkan dan mengendalikan pembangunan pulau Batam sebagai
daerah industri dan kegiatan alih kapal, merencanakan kebutuhan prasarana dan
pengusahaan instalasi
dan fasilitas
lain, menampung,
meneliti permohonan izin usaha dan menjamin kelancaran dan ketertiban tata cara
pengurusan izin dalam mendorong arus investasi asing di Batam. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tersebut juga memberikan hak pengelolaan
lahan kepada Otorita Batam yang kemudian diperkuat dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
83
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 dan termasuk Keputusan Menteri AgrariaKepala BPN Nomor 9-VIII-1993 tentang
Pengelolaan Dan Pengurusan Tanah Di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang Dan Pulau-Pulau Lain Di Sekitarnya. Hak pengelolaan lahan
tersebut
diberikan untuk
pengembangan daerah
industri, pelabuhan,
pariwisata, permukiman, peternakan, perikanan dan lain-lain usaha yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Untuk menjalankan tugasnya tersebut,
struktur organisasi Otorita Batam dipimpin oleh seorang Ketua yang dibantu oleh tiga orang Deputi yaitu Deputi Bidang Operasi, Deputi Bidang
Administrasi dan Perencanaan, dan Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian.”
160
Kewenangan yang
diberikan kepada
Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam tersebut meliputi
penyelenggaraan dual functions, yaitu : a.
sebagian fungsi pemerintahan, berupa pemberian izin, pelayanan masyarakat, pertanahan dan sebagainya, atas dasar pendelegasian berbagai kewenangan
Pemerintah Pusat ke Departemen teknis terkait; b.
fungsi pembangunan, dimana Badan Otorita Batam sekarang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
mengelola sarana dan prasarana seperti bandara, pelabuhan laut, listrik, air minum, rumah sakit dan lain-lain dalam rangka mempertahankan daya saing
sebagai kawasan industri, kegiatan alih kapal, perdagangan dan pariwisata.
161
Dalam bidang pertanahan, kepada Badan Otorita Batam sekarang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam diberikan
hak pengelolaan atas seluruh wilayah di Pulau Batam. Hak pengelolaan tersebut secara tegas disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang
160
Suprayoga Hadi, Kebijakan Nasional Dalam Pengembangan Pulau Batam, disampaikan dalam rangka kegiatan Studi Perencanaan Program Double Degree Magister Perencanaan Wilayah dan
Kota Studi Kasus Pulau Batam, Institut Teknik Bandung, Bandung, pada tanggal 7 April 2009, hlm.1.
161
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Tantangan Batam
Pada Era
Otonomi Daerah, diakses dari ttp:www.pu.go.id, pada tanggal 24 Maret 2013
Universitas Sumatera Utara
84
Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam.
162
Dalam Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam menyebutkan :
1 Peruntukan dan penggunaan tanah di Daerah Industri Pulau Batam untuk keperluan bangunan-bangunan, usaha-usaha dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
bersangkutan dengan pelaksanaan pembangunan Pulau Batam, didasarkan atas suatu rencana tata guna tanah dalam rangka pengembangan Pulau Batam menjadi
Daerah Industri. 2 Hal-hal yang bersangkutan dengan pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah
Industri Pulau Batam dalam rangka ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang agraria, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan, kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau
Batam; b. Hak pengelolaan tersebut pada sub a ayat ini memberi wewenang kepada
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk; 1. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
2. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya;
162
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op.Cit., hlm.178.
Universitas Sumatera Utara
85
3. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai sesuai dengan ketentuan Pasal 41 sampai dengan Pasal
43 Undang-Undang Pokok Agraria; 4. Menerima uang pemasukanganti rugi dan uang wajib tahunan
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977. Keputusan
Menteri Dalam
Negeri ini
memberikan hak
pengelolaan kepada
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk seluruh areal tanah yang ada di
Pulau Batam termasuk gugusan Pulau Janda Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang dan Pulau Kasem.
163
Hak pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam ini diberikan diberikan dengan syarat-syaratketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1 Hak pengelolaan tersebut diberikan untuk jangka waktu selama tanah yang dimaksud dipergunakan untuk kepentingan penerima hak dan terhitung sejak
didaftarkannya kepada Kantor Pertanahan setempat. 2 Hak pengelolaan tersebut diberikan kepada penerima hak untuk dipergunakan
sebagai pengembangan daerah industri, pelabuhan pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan dan lain-lain usaha yang bekaitan dengan itu.
3 Apabila di atas areal tanah yang diberikan Hak pengelolaan tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat, maka pembayaran ganti
ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ketempat pemukiman baru.
4 Penerima hak untuk pemberian hak pengelolaan tersebut diharuskan membayar biaya administrasi.
5 Dalam rangka pemberian hak pengelolaan ini, tanah-tanah yang dibebaskan dari hak-hak rakyat, harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961, untuk kemudian dilakukan pengukuran di kantor pertanahan setempat.
6 Terhadap areal tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan dan telah dilakukan pengukuran sebagai dimaksud dalam angka 5 di atas sehingga telah dapat
diketahui luasnya dengan pasti, harus didaftarkan pada kantor pertanahan
163
Ibid., hlm.180
Universitas Sumatera Utara
86
setempat untuk kemudian dapat dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya menurut ketentuan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966.
7 Hak pengelolaan yang telah dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya sebagai dimaksud dalam angka 6 di atas, memberikan wewenang kepada pemegang
haknya Otorita Batam untuk : a Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut;
b Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c Menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai sesuai dengan ketentuan dalam pertauran perundangan Agraria yang berlaku;
d Menerima uang pemasukanganti rugi dan uang wajib tahunan 8 Tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut harus dipelihara sebaik-
baiknya. 9 Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan ini kepada
pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Menteri Dalam Negeri c.q. Kantor Pertanahan
10 Penerima hak wajib mengembalikan areal tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan tersebut seluruhnya atau sebagian kepada Negara, apabila areal tanah
tadi tidak dipergunakan lagi sebagaimana dimaksudkan dalam angka 2 tersebit diatas.
11 Pemberian hak pengeloaan tersebut dapat ditinjau kembali atau dibatalkan apabila,
a. Luas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut ternyata melebihi keperluan,
b. Tanah tersebut sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan, dipelihara sebagaimana mestinya,
c. Salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya.
12 Segala akibat, biaya, untung dan rugi yang timbul karena pemberian hak pengelolaan ini menjadi bebantanggungan sepenuhnya penerima hak.
164
“Berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor
28 Tahun
1992 Tentang
Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat yang menetapkan
wilayah lingkungan kerja daerah industri Pulau Batam sebagai wilayah usaha kawasan berikat bonded zone dengan memasukkan Pulau Rempang dan
Pulau Galang sebagai wilayah kerja Otorita Batam. Dengan kata lain, wilayah kerja Otorita Batam diperluas menjadi Barelang Batam-Rempang-Galang.
Yang
monumental, pemerintah
bersama Dewan
Perwakilan Rakyat
164
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam
Universitas Sumatera Utara
87
menerbitkan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam dan Kedudukan Otorita Batam dalam pembangunan Batam.”
165
Penegasan kewenangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam di bidang pertanahan kembali didukung oleh
Pemerintah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri AgrariaKepala BPN Nomor 9-VIII-1993 tentang Pengelolaan Dan Pengurusan Tanah Di Daerah Industri
Pulau Rempang, Pulau Galang Dan Pulau-Pulau Lain Di Sekitarnya. Dalam konsideran keputusan Menteri AgrariaKepala BPN Nomor 9-VIII-1993
tersebut menyebutkan kesediaan Pemerintah untuk memberikan Hak Pengelolaan kepada Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas
Batam Otorita Batam serta mengatur syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lebih lanjut.
Syarat-syaratketentuan-ketentuan pemberian hak pengelolaan dalam petikan keputusan Menteri AgrariaKepala BPN Nomor 9-VIII-1993 tersebut adalah sebagai
berikut : a Segala akibat, biaya, untung dan rugi yang timbul karena pemberian Hak
Pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya penerima hak; b Hak Pengelolaan tersebut akan diberikan untuk jangka waktu selama tanah
dimaksud dipergunakan untuk pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan dan lain-lain, usaha yang berkaitan
dengan itu, terhitung sejak didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Setempat;
165
Surya Makmur Nasution, Batam Sebagai Ujung Tombak Investasi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Hukum, diakses dari http:www.csis.or.id, pada tanggal 29 Maret 2013
Universitas Sumatera Utara
88
c Apabila di atas areal tanah yang akan diberikan dengan Hak Pengelolaan tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat, pembayaran ganti
ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru, atas dasar musyawarah;
d Dalam rangka kesediaan pemberian Hak Pengelolaan tersebut, tanah-tanah yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat harus diberi tanda-tanda
batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor
Pertanahan setempat; e Terhadap areal tanah yang akan diberikan dengan Hak Pengelolaan dan telah
dilakukan pengukuran sebagaimana dimaksud dalam huruf d di atas, sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti, akan diberikan dengan Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional, secara bertahap parsial, dan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh tanda bukti
berupa sertipikat dengan membayar biaya pendaftaran menurut ketentuan yang berlaku;
f Penerima Hak dalam menyerahkan bagian-bagian dari Hak Pengelolaan kepada pihak ke tiga diwajibkan untuk memenuhitunduk pada ketentuan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977; g Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan Keputusan Pemberian Hak
Pengelolaan dimaksud huruf e kepada pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Universitas Sumatera Utara
89
“Saat ini wilayah kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam seluas 71.500 Ha tujuh puluh satu
ribu lima ratus hektaryang ditetapkan sebagai HPL Otorita Batam. Khusus di Pulau Batam dari 41.000 Ha empat puluh satu ribu Hektar sampai dengan
tahun 2010 baru sekitar 42,87 empat puluh dua koma delapan puluh tujuh persenyang telah terdaftar dan bersertifikat HPL Penelitian Puslitbang
tentang HPL, 2011.”
166
Keberadaaan Badan
Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam berikut dengan segala kewenangannya
khususnya di bidang pertanahan memiliki legitimasi yang kuat untuk ikut mengelola Kota Batam sesuai dengan Master Plan Kota Batam dalam rangka pengembangan
Pulau Batam sebagai salah satu kekuatan ekonomi Indonesia.
3. Implikasi Atas Dualisme Kewenangan Antara Pemerintah Kota Batam Dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Otorita Batam
Kota Batam memang unik dan menarik, selain secara geografis berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura, terdapat dua pucuk
pimpinan yang secara de facto memiliki kekuatan sama dalam mengelola Kota Batam, Pemerintah Kota Batam yang secara hirarkhi dibawah Propinsi Kepulauan
Riau dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam berdasarkan Keputusan Presiden.
Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 menyatakan bahwa keikutsertaan Badan Otorita Batam sekarang Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam adalah untuk kesinambungan
166
Ratna Djuita, Op.Cit., hlm.25.
Universitas Sumatera Utara
90
berbagai pembangunan di Kawasan Batam. Selanjutnya dalam ayat 3 menyebutkan bahwa pengaturan hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam
dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita
Batam dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan diantara keduanya.
Sebenarnya Pemerintah Pusat sudah menyadari bahwa penyelenggaraan pemerintahan di Batam terjadi dualisme kekuasaan, yaitu antara Pemerintah Kota
Batam yang menyelenggarakan pemerintahan dengan seluruh jajaran aparat dan
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam yang berhak mengundang para investor ke Batam dan melakukan
fungsi sebagai pengatur permasalahan lahan investasi atau hak penggunaan lahan. Sering terjadi tarik ulur mengenai proses perizinan lahan.
167
Terhadap lingkup wewenang kedua lembaga pemerintahan tersebut maka dapat ditemukan beberapa overlap kewenangan dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. Perencanaan, pemanfaatan , dan pengawasan tata ruang;
c. Penyediaan sarana dan prasarana umum; d. Pengendalian lingkungan hidup;
e. Pelayanan pertanahan; f.
Pelayanan administrasi penanaman modal; Karena adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan beberapa kewenangan
tersebut maka kondisi ini menurunkan banyak sekali impilikasipermasalahan dalam
167
Pauline R. Hendrati, Op.Cit., hlm.130.
Universitas Sumatera Utara
91
pengembangan Kota Batam. Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain adalah;
a. Dalam bidang Perencanaan dan pengendalian pembangunan yang dikarenakan Ijin Prinsip atau fatwa planologi atau penggunaan lahan diterbitkan oleh Otorita
Batam sedangkan Ijin Mendirikan Bangunan IMB diterbitkan oleh Pemerintah Kota Batam. Dengan kondisi ini maka peran Pemerintah Kota Batam sebagai
pemegang otoritas menyeluruh dalam pengendalian pembangunan tidak dapat berlangsung
sebagaimana mestinya
karena Pemko
Batam hanya
bisa mengendalikan tertib bangunannya saja.
b. Dalam hal perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan Tata Ruang Kota. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang maka Pemerintah Kota Batam memiliki kewajiban untuk menyusun Rencana Penataan Ruang di wilayahnya masing-masing. Pemerintah
Kota Batam telah melaksanakan kewajibannya dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW namun sekali lagi Pemerintah Kota Batam tidak
memiliki kewenangan dalam pengawasan tata ruang di wilayah Kota Batam karena hal ini terkait dengan kewenangan pemberian ijin penggunaan lahan yang
hingga saat ini masih dipegang oleh Otorita Batam. Apabila konflik kewenangan ini tidak segera diselesaikan maka akan membawa dampak yang amat serius bagi
keseimbangan tata guna lahan Kota Batam yang notabene sangat terbatas.
c. Konflik dalam penyediaan sarana dan prasarana umum. Perlu pembagian kewenangan yang tegas serta rinci antara pihak Pemko dan Otorita didalam
penetapan jenis sarana dan prasarana umum yang menjadi kewajiban masing- masing. Hal ini untuk menjamin kepentingan masyarakat yang berhak atas
fasilitas tersebut.
d. Konflik dalam Pengendalian lingkungan hidup dapat terjadi karena aturan yang memuat kewajiban investor untuk melaksanakan analisis dampak lingkungan
akibat pembangunan yang direncanakannya melekat pada perijinan prinsip fatwa planologi yang diterbitkan oleh pihak Otorita Batam. Dengan demikian Pemko
Batam tidak memiliki otoritas untuk mengendalikan lingkungan. Saat ini telah terjadi banyak sekali kegiatan pemotongan bukit-bukit dan reklamasi pantai yang
perlu perhatian dan pengawasan yang ketat demi keseimbangan lingkungan alam.
e. Konflik dalam Pelayanan pertanahan. Salah satu masalah yang muncul akibat konflik ini adalah adanya dua jenis pajak tanah yang dibebankan kepada
masyarakat yaitu berupa pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan PBB dan Uang Wajib Tahunan Otorita UWTO.
f. Konflik dalam Pelayanan administrasi penanaman modal. Pelayanan administrasi
penanaman modal adalah segala perijinan dan retribusi yang menyangkut investasi baik untuk industri maupun bidang lain. Hingga saat ini otoritas
kewenangan ini ada di pihak Otorita yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian dampak ekonomi atas banyaknya investasi
yang ada di Kota Batam tidak dapat dinikmati oleh masyarakat setempat karena
Universitas Sumatera Utara
92
pendapatan atas pajak investasi tersebut hanya sedikit sekali yang menjadi hak dari Pemko Batam.
168
Sejak resmi terbentuknya Pemerintah Kota Batam hingga sekarang hubungan antara kedua instansi plat merah ini terlihat tidak akur. Jawaban yang paling
sederhana tidak lain dan tidak bukan akibat ketidakjelasan pembagian hubungan antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam. Dampak yang ditimbulkan
ketidakjelasan hubungan kerja ini ini tentu memberikan implikasi terhadap pengembangan Kota Batam sendiri.
“Bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batam, ketidakjelasan hubungan antara Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam menimbulkan
persoalan pertanggungjawaban. Terhadap kebijakan Otorita Batam yang menimbulkan permasalahan bagi masyarakat Kota Batam, DPRD Kota Batam
tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada Otorita Batam karena secara prosedural, Otorita Batam tidak bertanggung jawab kepada masyarakat Batam
melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Batam, tetapi langsung bertanggung jawab kepada pemerintah pusat. Sementara itu, hak pengelolaan
yang dimiliki Otorita Batam membatasi ruang gerak Pemerintah Kota Batam. Sering kali terjadi, tanah yang dialokasikan tidak sesuai dengan rencana yang
dimohonkan oleh Pemerintah Kota Batam. Bahkan asset-aset Pemerintah Kota Batam dalam bentuk tanah, tidak memiliki sertifikat termasuk Kantor
Walikota Batam.”
169
168
Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Loc.Cit
169
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op.Cit., hlm.191.
Universitas Sumatera Utara
93
4. Upaya Mensinergikan Hubungan Kerjasama antara Pemerintah Kota