95
Amanat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999
172
untuk diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang bagaimana pengaturan hubungan kerja antara
Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Batam Otorita Batam dimaksudkan untuk menghindari
tumpang tindih tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas dan
Perdagangan Bebas Batam Otorita Batam harus segera direalisasikan oleh Pemerintah Pusat.
B. Hak Pengelolaan
1. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Pengelolaan
Di Negara Indonesia perumusan kebijakan pertanahan diletakkan pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 UUPA yang merupakan penjabaran dari
Pasal 33 UUD 1945. Negara memiliki kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
173
172
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten
Natuna, Kabupaten Kuantan Senggigi dan Kota Batam menyebutkan : 1
Dengan terbentuknya Kota Batam sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya mengikutsertakan Badan Otorita
Batam. 2
Status dan kedudukan Badan Otorita Batam yang mendukung kemajuan Pembangunan Nasional dan Daerah sehubungan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah perlu disempurnakan. 3
Hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Otorita Batam diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
4 Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 3, harus diterbitkan selambat-lambatnya
dua belas bulan sejak tanggal diresmikannya Kota Batam. Namun hingga saat ini Peraturan Pemerintah tersebut belum diterbitkan oleh Pemerintah Pusat
173
Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, Jakarta: Margaretha Pustaka, 2012, hlm. 117.
Universitas Sumatera Utara
96
Hak pengelolaan berasal dari konversi hak peguasaan atas tanah negara. Hak pengelolaan berasal dari terjemahan bahasa Belanda yang berasal dari kata
Beheersrecht yang artinya hak penguasaan.
174
Hak Pengelolaan HPL tidak disebutkan secara eksplisit di dalam UUPA, namun di dalam Pasal 2 ayat 4 UUPA intinya menyatakan bahwa Negara
dapat memberikan tanah yang dikuasainya kepada suatu Badan Penguasa Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk dipergunakan bagi
pelaksanaan tugas masing-masing. Selanjutnya dalam penjelasan umum dinyatakan bahwa kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan
sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh dengan
berpedoman pada
tujuan untuk
mencapai sebesar-besarmya
kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat 2 dan 3 UUPA.
175
Yang dimaksud dengan “Hak Pengelolaan” adalah Hak Penguasaan atas Tanah Negara.
176
Dalam UUPA dimuat hak penguasaan atas tanah, yang di dalamnya dijelaskan wewenang yang dapat dilakukan, kewajiban yang harus dilakukan dan
larangan yang tidak boleh dilakukan oleh pemegang haknya. Dalam UUPA dimuat jenjang tata susunan atau hirearki hak penguasaan atas tanah yaitu:
a. Hak bangsa Indonesia atas tanah;
b. Hak menguasai negara atas tanah;
c. Hak ulayat masyarakat hukum adat;
d. Hak perseorangan atas tanah, yang meliputi hak atas tanah, hak tanggungan.
Tanah waqaf, dan hak milik atas satuan rumah susun.
177
“HPL yang pada masa pemerintahan Belanda dikenal sebagai “hak Beheer” adalah hak yang diberikan kepada instansi pemerintah untuk menggunakan
tanah sesuai dengan kepentingannya. Dimasa Pemerintahan Republik
174
Supriadi, Hukum Agraria, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hlm.148.
175
Ratna Djuita, Hak Pengelolaan HPL antara Regulasi dan Implementasi, Jurnal Pertanahan, Volume 1, Nomor 1, Edisi November 2011, Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN RI,
Jakarta, hlm.2.
176
Ali Achmad Chomzah, Op.Cit., hlm.55.
177
Boedi Harsono, Op.Cit., hlm.24.
Universitas Sumatera Utara
97
Indonesia ketentuan mengenai hak Beheer tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953
tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara. Di dalam Pasal 1 menyatakan bahwa tanah Negara adalah tanah yang dikuasai penuh
oleh Negara, dan di Pasal 2 antara lain menyatakan “…maka penguasaan tanah Negara ada pada Menteri Dalam Negeri”, sedangkan di dalam Pasal 9
ayat 1 disebutkan kementerian, jawatan dan daerah swatantra yang belum dapat menggunakan tanah Negara dapat memberi izin kepada pihak lain
dalam waktu yang pendek. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa izin untuk memakai bersifat sementara. Pada kurun waktu ini pemanfaatan HPL
oleh pemegang HPL masih mengutamakan pelaksanaan tugas dan fungsinya dan cenderung masih berpihak pada masyarakat atau bersifat publik.”
178
“Hak penguasaan atas tanah Negara kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan
Atas Tanah Negara dan Kebijaksanaan Selanjutnya, dikonversi menjadi Hak Pengelolaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965,
Hak Pengelolaan berasal dari konversi hak penguasaan atas tanah negara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953. Hak pengelolaan
lahir tidak didasarkan pada Undang-Undang akan tetapi didasarkan pada Peraturan Menteri Agraria. Dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
Tahun 1965 lahir jenis hak penguasaan atas tanah yang baru dalam hukum tanah nasional, yaitu Hak Pengelolaan.”
179
Hak penguasaan tanah oleh Negara disebut Hak Menguasai dari Negara yaitu meliputi beberapa hal :
180
a. Hak yang memberi wewenang kepada negara mengatur, menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan seluruh
ruang angkasa. b. Hak yang memberi wewenang kepada Negara untuk hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang warga dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Hak yang memberi wewenang kepada Negara untuk menentukan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukumyang mengenai bumi, air dan ruang angkasa, dan sebagai landasan yuridis normative adalah UUPA Pasal 1 juncto
Pasal 2.
178
Ratna Djuita, Loc.Cit.
179
Urip Santoso, Op.Cit., hlm.159.
180
SuhananYosua, Op.Cit., hlm.54-55.
Universitas Sumatera Utara
98
Dalam UUPA tidak dijumpai sebutan maupun pengertian Hak Pengelolaan HPL. Akan tetapi dapat dilihat dari penjelasan UUPA, yang menyatakan :
“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapat memberikan tanah yang demikian yang dimaksudkan adalah tanah yang tidak dipunyai dengan
sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya misalnya dengan hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam pemgelolaan kepada suatu Badan Penguasa Departemen, Jawatan atau Daerah
Swatantra untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing Pasal 2 ayat 4 UUPA.”
Dapat dirumuskan pengertian hak pengelolaan ini sebagai suatu hak atas permukaan bumi yang disebut dengan tanah yang merupakan pelimpahan wewenang
dari pemerintah pusat kepada suatu lembaga pemerintah, atau pemerintah daerah, badan hukum pemerintah, atau pemerintah daerah untuk :
a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan; b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;
c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan tersebut, yang
meliputi segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Hak Atas Tanah, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
181
2. Subyek dan Obyek Hak Pengelolaan