Pemerintah Kota Batam Tinjauan Yuridis Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Batam Atas Tanah Hasil Reklamasi (Studi Pada HPL Yang Dikelola Pemerintah Kota Batam)

77

BAB III HUBUNGAN HUKUM DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA

BATAM SEBAGAI PEMEGANG HAK PENGELOLAAN ATAS TANAH HASIL REKLAMASI YANG DIPERLAKUKAN SEBAGAI KAWASAN HPL BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM OTORITA BATAM A. Hubungan Hukum dan Kewenangan antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Otorita Batam dalam Bidang Pertanahan

1. Pemerintah Kota Batam

Kotamadya Batam terbentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1983 terdiri dari 3 kecamatan, yaitu Belakang Padang, Batam Barat dan Batam Timur. Dalam perkembangannya Kotamadya Batam tumbuh pesat sebagai kota perdagangan dan industri serta menunjukkan kemajuan yang pesat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat. 152 “Derasnya tuntutan otonomi daerah dan kisah melunaknya kekuasaan sentralistik mendorong perubahan sejarah pemerintahan di Batam. Tanggal tanggal 4 Oktober 1999 menjadi momentum perubahan bagi Kota Batam. Wilayah yang semula berstatus pemerintahan kota administratif dengan keunikan sebagai daerah khusus industri ditetapkan menjadi pemerintah yang otonom melalui Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten 152 Pauline R. Hendrati, Perkembangan Investasi di Batam, diakses dari pustaka2.ristek.go.idkatalogindex.phpsearchkatalog...6265.pdf, pada tanggal 03 Maret 2013, hlm. 129 77 Universitas Sumatera Utara 78 Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Senggigi dan Kota Batam.” 153 Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti peraturan. Oleh karena itu, secara harfiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang selanjutnya berkembang menjadi pemerintah sendiri. 154 Di masa berlakunya otonomi daerah pada tahun 1999, membuat sejumlah daerah otonom ingin mengembangkan daerahnya sebagai salah satu tujuan investasi termasuk Pemerintah Kota Batam. Adapun tujuan pemerintah daerah otonom untuk menjadikan salah satu kawasan di daerahnya menjadi tujuan investasi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah otonom tersebut. “Prinsip otonomi daerah sebenarnya telah diterapkan jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Beberapa Undang-Undang yang mendahului Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 ini antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Pokok tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah Namun, konsep otonomi daerah yang diperkenalkan dalam undang- undangtersebut berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.” 155 153 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op.Cit., hlm.174-175. 154 Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya, Jakarta : Penerbit Djambatan, 2003, hlm. 81. 155 Novlinda, Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Analisis Terhadap Kewenangan Bidang Pertanahan Antara Pemerintah, Kota Batam dan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Tesis, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, hlm. 47. Universitas Sumatera Utara 79 Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan beberapa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupatenkota merupakan urusan yang berskala kabupatenkota salah satunya adalah tentang pelayanan pertanahan. Dalam kebijakan pertanahan nasional, hal-hal yang menyangkut hukum, kebijakan, dan pedoman dalam bentuk Undang-Undang, peraturan pemerintah maupun keputusan Presiden menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomro 25 Tahun 2000, yaitu mengenai : 156 a. Penetapan persyaratan pemberian hak atas tanah; b. Penetapan persyaratan landreform; c. Penetapan standar administrasi pertanahan; d. Penetapan pedoman biaya pelayanan pertanahan; e. Penetapan kerangka dasar kadastral nasional “Pemerintah Kota Batam melaksanakan kewenangan bidang pertanahan melalui Dinas Pertanahan berdasarkan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang menyebutkan tentang bagian kewenangan pemerintah di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupatenkota yang dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah KabupatenKota. Kewenangan tersebut antara lain: pemberian izin lokasi; penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; penyelesaian sengketa tanah garap; penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan; penetapan subjek dan objek retribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimun dan tanah absentee; penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat; pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong; pemberian izin membuka tanah; perencanaan 156 Arie Sukanti Hutagalung , Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005, hlm.74-76. Universitas Sumatera Utara 80 penggunaan tanah wilayah kabupatenkota. Berkaitan dengan adanya hak pengelolaan yang dimiliki oleh Otorita Batam atas seluruh tanah di Pulau Batam, kewenangan Pemerintah Kota Batam yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanahan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dalam hal ini izin lokasi menjadi tidak berlaku.” 157 Dalam konsideran huruf b Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi menyebutkan bahwa pemberian Izin Lokasi pada dasarnya merupakan pengarahan lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek pertanahannya, selanjutnya pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingga meliputi juga izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan penanaman modal. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. 158 Setiap Perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan guna melaksanakan rencana penanaman modal yang bersangkutan. Ketentuan tentang Izin Lokasi tersebut diatas dapat dikecualikan. Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal: a. Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan inbreng dari para pemegang saham; 157 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Op.Cit., hlm.176. 158 Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi Universitas Sumatera Utara 81 b. Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagai atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang; c. Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu Kawasan Industri; d. Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan rencana pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut; e. Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan; f. Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan terencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha dua puluh lima hektar untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 M2 sepuluh rribu meter persegi untuk usaha bukan pertanian, atau g. Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi ruang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan. 159 Namun, kewenangan lainnya di luar pemberian izin lokasi tersebut tetap dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 yang dijabarkan lebih lanjut dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah KabupatenKota. Berkaitan dengan tanah hasil reklamasi di Kota Batam, Izin Lokasi berupa Rekomendasi Izin Reklamasi tetap berada dalam kewenangan Pemerintah Kota Batam. Yang berpedoman pada Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014. 159 Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang izin lokasi Universitas Sumatera Utara 82

2. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas