63
Pendekatan pemanfaatan ruang untuk penyusunan penataan ruang di wilayah pantai tidak dapat dipisahkan dari konsep perencanaan tata ruang untuk keseluruhan
wilayah. Dalam hal ini pendekatan pembangunan dan perencana penggunaan lahan pantai tidak bersifat sektoral sehingga tercapai pemanfaatan secara berkelanjutan dan
ekosistem pesisir bagi kelangsungan hidup manusia.
D. Dasar Hukum
Pengaturan Reklamasi
Pantai Sebagai
Alternatif Pengembangan Kawasan di Kota Batam
1. Peraturan Hukum Yang Mengatur Reklamasi Pantai
Melihat dinamika pembangunan nasional saat ini, tidak berkelebihan jika dikatakan bahwa reklamasi pantai akan menjadi trend pengembangan wilayah kota di
masa depan, setidaknya bagi kota-kota besar yang berbatasan dengan laut. Tidak saja didorong oleh laju pertumbuhan penduduk, tetapi juga karena dunia usaha akan lebih
memiliki reklamasi pantai sebagai upaya mendapatkan lahan yang strategis, meski dengan investasi yang lebih tinggi.
“Kompleksitas kegiatan reklamasi dapat dilihat dalam hal pengaturan kegiatan di areal hasil reklamasi dan pengelolaan dampak kegiatan. Kegiatan-kegiatan
yang berlangsung di kawasan hasil reklamasi antara lain permukiman, pariwisata,
perindustrian, perdagangan,
dan transportasi,
juga yang
didominasi oleh masyarakat yang dahulunya menempati atau memanfaatkan kawasan
sebelum direklamasi,
seperi perikanan,
kegiatan-kegiatan kemasyarakatanbudaya, serta budidaya perairan. Tanpa adanya pengaturan
kegiatan baik dalam cara maupun lokasinya, maka beberapa kegiatan dapat saling merugikan sehingga akan menimbulkan permasalahan jangka panjang
baik sosial, ekonomi, maupun terkait dengan hal-hal yang bersifat teknis. Sebaliknya dengan pengaturan yang baik akan diperoleh optimalisasi ruang
dan sumberdaya bagi kepentingan semua pihak.”
128
128
Dampak Umum Reklamasi, diakses dari http:repository.ipb.ac.id, pada tanggal 20 Februari 2013
Universitas Sumatera Utara
64
Kota Batam sebagai wilayah yang strategis dengan berbagai aktifitas perekonomian dan perdagangan yang sangat pesat kemajuannya, Pemerintah Kota
Batam membangun berbagai fasilitas yang cukup lengkap mulai dari penyediaan kawasan industri, perkantoran, transportasi, pariwisata hingga pemukiman mewah,
yang berada di wilayah pesisir pantai yang sebagiannya merupakan hasil reklamasi. Pembangunan reklamasi di Indonesia pada umumnya dan Kota Batam
khususnya harus mengacu pada berbagai pedoman dan Undang-Undang yang mengatur tentang reklamasi pantai, sebagai dasar hukum pengaturan reklamasi pantai
antara lain : a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberi
wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.
129
b. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang merupakan guide line bagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata
wilayahnya dalam satu kesatuan ekosistem.
130
c. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang
mengamanatkan wilayah
pesisir diatur
secara
129
Lihat Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
130
Lihat Pasal 1, Pasal 3 dan Pasal 20 Undang-Undang N
o
mor 26 Tahun 2007 tentang Penataan R
uang
Universitas Sumatera Utara
65
komprehensif mulai
dari perencanaan,
pengelolaan, pengawasan
dan pengendalian.
131
d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur tentang perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa, raga, harta
sehingga ancaman bencana yang ada di wilayah pesisir dapat diminimalisir.
132
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
133
f. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Dalam
peraturan ini pemerintah menentukan bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan
bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara. Dalam pasal ini diberikan kepastian
131
Lihat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
132
Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris katulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam yang memiliki
berbagai keunggulan, namun dipihak lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana dengan
frekwensi yang cukup tinggi, sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi. Potensi penyebab bencana diwilayah negara kesatuan Indonesia dapat dikelompokan
dalam 3 tiga jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Bencana alam antara lain berupa gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor,
kekeringan, kebakaran hutan lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksabenda-benda angkasa. Bencana nonalam antara lain
kebakaran
hutanlahan yang
disebabkan oleh
manusia, kecelakan
transportasi, kegagalan
konstruksiteknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan. Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik sosial dalam masyarakat
yang sering terjadi. Penanggulangan Bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yaitu serangkaian kegiatan Penanggulangan Bencana sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya
bencana.
Ketentuan Umum
Penjelasan Undang-Undang
Nomor 24
Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana
133
Lihat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Universitas Sumatera Utara
66
hukum terhadap keabsahan tanah hasil reklamasi, walaupun sampai pada ketentuan bahwa tanah itu dikuasai langsung oleh Negara.
134
g. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah KabupatenKota telah mengatur kewenangan masing-masing sektor terkait dengan reklamasi agar dalam pelaksanaan reklamasi tidak menimbulkan konflik
antar pemangku kepentingan. h. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional. Peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
i. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi
di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat 3 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. j.
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Peraturan Menteri PU No. 4PRTM2007 yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang
harus diperhatikan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata lingkungan dan hukum,
aspek kelayakan, perencanaan dan metode yang digunakan. Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi agar
suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai.
134
Lihat Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Universitas Sumatera Utara
67
k. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 yang merupakan pedoman dan arahan
lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat di ruang wilayah darat dan wilayah laut.
Seperangkat peraturan tersebut diatas merupakan produk hukum yang mengatur tentang reklamasi pantai yang dikonstruksikan sebagai acuan normatif agar
dapat menjamin bahwa reklamasi yang dilakukan tidak merusak lingkungan atau merugikan masyarakat, tapi sebaliknya justru dapat meningkatkan manfaat sumber
daya lahan. Selanjutnya seperangkat peraturan
tersebut diatas oleh stake holder
pemangku kepentingan dikoordinasikan kepada instansi yang berwenang yaitu : a.
Kantor Badan Pertanahan Daerah Kota Batam berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. b.
Kantor Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam dahulu Otorita Batam berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 tahun
1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam Juncto Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan tanah di
Pulau Batam. c.
Kantor Pertanahan Kota Batam berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Universitas Sumatera Utara
68
2. Perencanaan Reklamasi Pantai