Tidak memiliki posisi tawar yang signifikan Praktek impunitas

205 Lampiran kejahatan yang menjadi yurisdiksi MPI. Kewajiban ini berarti bahwa Negara harus memberikan perlakuan khusus dan kekebalan tertentu kepada aparat penegak hukum dan personil MPI 70 . Tanpa perlakuan khusus dan kekebalan seperti ini, akan sangat sulit, bahkan tidak mungkin, bagi MPI untuk berfungsi efektif 71 . MPI memiliki perjanjian terpisah yang mengatur mengenai perlakuan khusus dan kekebalan bagi staf MPI Agreement on Privilege and Immunities of the MPI 72 dan Pasal 48 Statuta Roma menjelaskan keharusan Negara pihak untuk meratifikasi dan mengimplementasikan perjanjian ini. Beberapa aturan yang penting dalam perjanjian ini diantaranya adalah Penuntut Umum dan Pembela MPI dapat melaksanakan penyelidikan yang efektif dalam yurisdiksinya, dan pengadilan nasional serta aparat penegak hukumnya harus bekerjasama penuh dalam memberikan dokumen, penempatan serta perampasan aset- aset dari tersangka, melaksanakan pencarian dan perampasan barang bukti, melindungi saksi serta menahan dan menyerahkan tersangka kepada MPI. Negara juga harus bekerjasama dengan MPI dalam menegakkan hukuman dengan membuat fasilitas penahanan bagi pelaku yang telah dihukum. Untuk lebih mengefektifkan kerjasama dengan MPI, Negara harus memberikan pendidikan dan 70 Coalition for the International Criminal Court, Question and Answer : The Privileges and Immunities Agreement of the ICC, Last updated 13 February 2003, diambil dari www.iccnow.org. 71 ibid. 72 Agreement on Privilege and Immunities of the ICC dirancang oleh Komisi Persiapan ICC dan diadopsi oleh Assembly of State Parties ASP tanggal 9 September 2002. Perjanjian ini akan berlaku setelah diratikasi oleh 10 negara. Hingga saat ini ada 31 negara yang sudah meratiikasinya. 206 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia pelatihan kepada aparat penegak hukum jaksa, hakim, pengacara serta publik mengenai kewajiban Negara berdasarkan Statuta Roma. Untuk menjamin bahwa sistem hukum internasional terintegrasi dengan penuh, dimana pengadilan nasional dan internasional saling menguatkan satu sama lain, Negara tidak hanya harus melaksanakan kerjasama dengan MPI namun juga dengan ICTY dan ICTR. Negara juga harus mengakui yuirsdiksi universal terhadap kejahatan internasional dan memperkuat sistem kerjasama antar Negara melalui ekstradisi dan bantuan hukum yang saling menguntungkan. Uraian diatas adalah gambaran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban suatu Negara apabila memutuskan untuk menjadi pihak dalam MPI. Namun, mengingat Indonesia belum meratifikasi MPI, maka muncul pertanyaan manakah yang harus didahulukan antara ratifikasi Statuta Roma ataukah membuat peraturan implementasi Statuta Roma? Seperti yang telah dijelaskan pada Bab I, bahwa setelah Negara meratifikasi Statuta Roma maka Negara tersebut berhak mengirimkan satu orang perwakilannya dalam Majelis Negara Pihak dan memiliki satu suara di Majelis. Berdasarkan Pasal 112 Statuta Roma, Majelis Negara Pihak memiliki tugas yang sangat penting antara lain memilih hakim dan jaksa dan menentukan anggaran Mahkamah. 73 Sehingga, Negara yang telah meratifikasi Statuta Roma memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan fungsi MPI. Berbeda jika suatu Negara hanya merupakan penandatangan tapi bukan peratifikasi Statuta Roma. 73 A Joint Project of Rights and Democracy and The International Center for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy, International Criminal Court : Manual for the Ratiication of the Rome Statute, Vancouver, 2002, p.10