Resiko intervensi asing dalam kedaulatan negara semakin besar. Tekanan dari dunia internasional.

206 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia pelatihan kepada aparat penegak hukum jaksa, hakim, pengacara serta publik mengenai kewajiban Negara berdasarkan Statuta Roma. Untuk menjamin bahwa sistem hukum internasional terintegrasi dengan penuh, dimana pengadilan nasional dan internasional saling menguatkan satu sama lain, Negara tidak hanya harus melaksanakan kerjasama dengan MPI namun juga dengan ICTY dan ICTR. Negara juga harus mengakui yuirsdiksi universal terhadap kejahatan internasional dan memperkuat sistem kerjasama antar Negara melalui ekstradisi dan bantuan hukum yang saling menguntungkan. Uraian diatas adalah gambaran mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kewajiban suatu Negara apabila memutuskan untuk menjadi pihak dalam MPI. Namun, mengingat Indonesia belum meratifikasi MPI, maka muncul pertanyaan manakah yang harus didahulukan antara ratifikasi Statuta Roma ataukah membuat peraturan implementasi Statuta Roma? Seperti yang telah dijelaskan pada Bab I, bahwa setelah Negara meratifikasi Statuta Roma maka Negara tersebut berhak mengirimkan satu orang perwakilannya dalam Majelis Negara Pihak dan memiliki satu suara di Majelis. Berdasarkan Pasal 112 Statuta Roma, Majelis Negara Pihak memiliki tugas yang sangat penting antara lain memilih hakim dan jaksa dan menentukan anggaran Mahkamah. 73 Sehingga, Negara yang telah meratifikasi Statuta Roma memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan fungsi MPI. Berbeda jika suatu Negara hanya merupakan penandatangan tapi bukan peratifikasi Statuta Roma. 73 A Joint Project of Rights and Democracy and The International Center for Criminal Law Reform and Criminal Justice Policy, International Criminal Court : Manual for the Ratiication of the Rome Statute, Vancouver, 2002, p.10 207 Lampiran Negara tersebut hanya diberikan status sebagai peninjau dan tidak memiliki suara dalam Majelis Negara Pihak. Beberapa Negara di Eropa dan Afrika berdasarkan konstitusinya, biasanya harus mempersiapkan undang- undang implementasi dahulu sebelum meratifikasi sebuah perjanjian internasional. Namun demikian, mereka akhirnya memutuskan untuk meratifikasi Statuta Roma terlebih dahulu, dan kemudian menggunakan waktu antara ratifikasi dan berlakunya Statuta Roma entry into force untuk membuat rancangan undang-undang implementasi mereka 74 . Jadi dapat disimpulkan, bahwa dengan meratifikasi Statuta Roma terlebih dahulu akan memberikan lebih banyak manfaat bagi negara khususnya Indonesia, jika dibandingkan dengan membuat dan mengesahkan terlebih dahulu undang-undang implementasinya. Namun hal itu bukan berarti persiapan pembuatan peraturan implementasi tidak penting, karena kesiapan Indonesia dalam membuat peraturan implementasi Statuta Roma akan dapat meminimalkan intervensi internasional karena Indonesia tidak akan dianggap tidak mau dan tidak mampu dan mengefektifkan mekanisme penegakkan hukum nasionalnya. Kenyataan yang terjadi sekarang ini adalah dari 100 negara peratifikasi Statuta Roma, hanya 36 negara yang sudah mengesahkan undang-undang yang mengimplementasikan berbagai kewajiban yang tertuang dalam Statuta Roma dan berbagai aturan hukum internasional kedalam hukum nasionalnya 75 . Dari 36 negara tersebut hanya 74 Ibid ,p.11. Proses ratiikasi Negara-negara ini dilakukan sebelum Statuta Roma berlaku yakni sebelum 1 Juli 2002. 75 Beberapa diantara 64 Negara Pihak lainnya telah memiliki rancangan undang- undang implementasi, dan masih dalam proses untuk pengesahannya. Proses