Perencanaan; 200912 Buku Jalan Panjang Menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
48
Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
pengesahan perjanjian internasional. Meski segala tata cara membentuk undang-undang berlaku pula pada peraturan
perundang-undangan pengesahan perjanjian internasional menurut Bagir Manan untuk Perjanjian internasional
terdapat dua pengecualian. Pertama, hak inisiatif membuat atau memasuki suatu perjanjian internasional semata-mata
ada pada Presiden. DPR tidak mempunyai hak inisiatif membuat atau memasuki suatu Perjanjian Internasional
karena berdasarkan sistem pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan, hubungan luar negeri masuk ke dalam
lingkungan kekuasaan eksekutif bahkan sebagai kekuasaan eksklusif exclusive power esksekutif
9
.
Jadi, kalau pernah ada pengesahan suatu Perjanjian Internasional atas inisiatif DPR merupakan suatu
penyimpangan atas Asas Pembagian Kekuasaan sebagai kekuasaan eksklusif Presiden Pemerintah
-Prof. DR. Bagir Manan-
Kedua, DPR tidak mempunyai hak amandemen dalam pengesahan Perjanjian internasional. DPR hanya
berwenang menyetujui atau tidak menyetujui, menerima atau menolak mengesahkan suatu perjanjian internasional.
RUU suatu Perjanjian Internasional adalah hasil kesepakatan yang sudah diparaf oleh masing-masing pemerintah.
Dalam hal memasuki perjanjian internasional, DPR hanya setuju atau tidak setuju mengikatkan diri pada perjanjian
internasional yang sudah ada.
10
DPR tentu saja dapat
9 Bagir Manan, Akibat Hukum di dalam Negeri Pengesahan Perjanjian
Internasional Tinjauan Hukum Tata Negara. Focus Group Discussion tentang Status Perjanjian INternasional dalam Sistem Hukum Nasional . Departemen
Luar Negeri-Universitas Padjajaran, 29 November 2008. http:www.scribd.com doc17599259Status-Perjanjian-Internasional-Dalam-Tata-PerundangUndangan-
Nasional, diakses tanggal 28 September 2009.
10 Ibid.
49
Pengesahan Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional
mendorong proses ratifikasi. Idealnya keterlibatan DPR hanya sebatas mendorong dan menekan pemerintah untuk
segera mengajukan usul inisitif RUU ratifikasi dalam koridor pengawasan yang dimilikinya. Sebagai representasi dari
masyarakat yang diwakilinya, jika memang DPR merasa ada perjanjian internasional yang perlu segera diratifikasi karena
alasan tertentu, DPR dalam koridor fungsi pengawasannya dapat mendorong pemerintah untuk meratifikasi perjanjian
internasional tersebut apalagi jika misalnya perjanjian tersebut sudah disebut sebagai bagian dari rencana kerja
pemerintah yang dijanjikan ke publik. Misalnya saja ratifikasi terhadap Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana
Internasional International Criminal Court yang masuk Rencana Aksi nasional Hak Asasi Manusia RANHAM
dimana disebutkan bahwa Pemerintah akan meratifikasi statuta tersebut pada tahun 2008, namun nyatanya sampai
akhir 2008, pemerintah bahkan belum menyerahkan RUU ratifikasi statuta tersebut ke DPR
11
. Berdasarkan alasan inilah koalisi masyarakat
sipil untuk ratifikasi Statuta Roma melakukan advokasi. Pemerintah merupakan pihak sentral dalam ratifikasi
karenanya menjadi sasaran utama dalam proses advokasi. Meski demikian pendekatan kepada DPR tetap dilakukan
agar DPR dapat ikut mendorong pemerintah untuk segera menghasilkan RUU ratifikasi.
Harmonisasi: Pilihan antara Monisme atau Dualisme
Setelah sebuah RUU pengesahan perjanjian internasional sudah disahkan menjadi UU maka pertanyaan
berikutnya adalah bagaimana relasi antara hukum internasional yang sudah disahkan tersebut dengan hukum
11 Aria Suyudi, op.cit.