Aturan mengenai kejahatan yang merupakan yurisdiksi ICC.

65 Pengesahan Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional bahwa negara yang sedang menghadapi masa transisi, dapat masuk ke dalam konteks ”public emergency” yang diatur dalam pasal 4 Persetujuan Internasional hak-Hak Sipil dan Politik, sehingga diperbolehkan mengurangi derogation sebagian kewajiban internasionalnya. 29 Namun, masih menurut Pepe panggilan akrab Zalaquett terdapat syarat- syarat yang harus dipenuhi untuk pemberian amnesty yaitu 30 : a. Kebenaran terlebih dahulu harus ditegakkan; b. Amnesty tidak diberikan untuk pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida; c. Amnesty harus sesuai dengan ”keinginan” rakyat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian amnesty bagi kejahatan yang merupakan yurisdiksi ICC adalah tetap merupakan hal yang bertentangan dengan hukum internasional. Harmonisasi yang Harus Dilakukan Paska Ratifikasi KUHP, RKUHP dan KUHAP a. Pelanggaran HAM yang berat tidak diatur dalam KUHP sehingga pengaturan secara khusus di luar KUHP dibenarkan menurut sistem hukum Indonesia karena 29 Argumen penggunaan azas derogation itu dikemukakan oleh Naomi Roth- Arriaza, “Special Problems of a Duty to Prosecute Derogation, Amnesties, Statute of Limitation, and Superior Orders”, dalam Impunity and Human Rights in International Law and Practice, New York :Oxford University Press, 1995,p. 57- 70, dikutip dari Ifdhal Kasim,…ibid,p. 9. 30 Ibid. 66 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia sifatnya yang khusus. Beberapa pakar hukum pidana mengemukakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam ICC sama dengan tindak pidana yang diatur dalam KUHP Indonesia. Kesamaan tersebut diantaranya dalam beberapa prinsip yang dianut oleh ICC yang juga telah diatur dalam KUHP Indonesia, yakni prinsip legalitas non retroactive principle, pertanggungjawaban individual, hal tentang penyertaan, percobaan dan pembantuan serta pemufakatan. Namun pengaturan secara teknis memang tidak sepenuhnya sama, karena dalam KUHP tidak diatur sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. 31 Secara substansi, tidak ada masalah antara KUHP dan Statuta Roma diantaranya prinsip legalitas non- retroaktif, pengaturan mengenai penghukuman terhadap pelaku pembunuhan. Meskipun banyak hal yang belum sesuai 32 diantaranya KUHP yang masih menganut ancaman hukuman mati pada terpidana, hal ini tidak dikenal dalam ICC. Disamping itu masalah mengenai kadaluwarsa yang masih dianut dalam KUHP, sedangkan dalam kejahatan berat terhadap HAM yang diatur dalam ICC, tidak dikenal adanya kadaluwarsa. Perbedaan yang cukup besar terdapat dalam hukum acara. Dalam Statuta Roma semua unsur penegak hukum dalam sistem peradilan ICC bersifat independen, berdiri sendiri tanpa pengaruh pihak manapun, begitu juga dengan proses beracaranya yang berbeda dengan perkara pidana biasa. Sistem yang digunakan ICC merupakan gabungan hasil kesepakatan negara-negara bersistem Anglo- Saxon dan Eropa Kontinental. Sedangkan dalam Pengadilan HAM kita yang diatur oleh Undang-Undang No.26 Tahun 31 op cit, hlm.38. 32 lihat selanjutnya dalam Bab 3, Implementasi Efektif Statuta Roma. 67 Pengesahan Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional 2000, hukum acara yang digunakan adalah sama dengan acara yang terdapat dalam KUHAP dengan sistem kita yang menganut Eropa Kontinental.

b. Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang ini merupakan awal tonggak pengaturan HAM secara khusus, dan juga merupakan Undang-Undang yang menunjuk KOMNAS HAM sebagai badan penyelidik dan penyidik kasus pelanggaran HAM yang berat, bersifat independen sebagai salah satu unsur penegak hukum dalam pelanggaran HAM yang berat. Lembaga independen ini diantaranya memiliki fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantuan dan meditasi tentang hak asasi manusia. 33 Pengakuan terhadap nilai-nilai HAM diatur lebih spesifik. Meskipun demikian undang-undang ini belum menyebutkan unsur-unsur tindak pidana seperti dalam jurisdiksi ICC sehingga perlu penyelarasan dengan substansi dari statute roma

c. Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Undang – undang ini dibuat atas dasar kesadaran dan kepentingan bahwa Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Pertimbangan yang dilakukan tentunya didasari prinsip dasar pembentukan suatu peraturan perundangan di Indonesia, diantaranya landasan filosofis, sosiologis, yuridis dan politis. Sebagi landasan filosofis, Undang-Undang ini dibuat sebagai penerapan cita-cita bangsa yang dipelopori oleh para pendiri bangsa ini dalam rangka pencapaian tujuan bangsa diantaranya mensejahterakan rakyat Indonesia 33 Pasal 76 ayat 1 Undang Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.