Sumber Daya Manusia 200912 Buku Jalan Panjang Menuju Ratifikasi ICC di Indonesia

180 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia MPI. Jalan satu-satunya adalah dengan mengusulkannya dalam review conference pada 2010 mendatang sehingga akan tercapai standardisasi internasional dan perubahan perspektif terhadap penanganan kejahatan terorisme yang saat ini penuh dengan nuansa politik global AS dan terbukti menimbulkan permasalahan penghormatan dan penegakan hukum internasional. Indonesia akan dapat melakukannya jika telah meratifikasi Statuta Roma.

e. Memperkuat Peran Indonesia dalam Kerangka Piagam ASEAN

Indonesia telah meratifikasi Piagam ASEAN pada Oktober 2008 sebagai bagian dari upayanya untuk memperkuat dan berkontribusi bagi organisasi regional ini. Meski ada banyak kritik terhadap substansi piagam akan tetapi tetap berkait erat dengan upaya untuk mempromosikan penghormatan HAM dan Hukum Humaniter Internasional. Hal inilah yang dapat memperkuat Indonesia dalam perannya di ASEAN bila ratifikasi Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional segera direalisasikan. Pada Prinsip-prinsip Piagam ASEAN dalam Pasal 22j Piagam ASEAN ditegaskan bahwa negara-negara anggota akan menjunjung tinggi Piagam PBB dan Hukum Internasional termasuk Hukum Humaniter Internasional yang telah menjadi bagian dari hukum nasional dari negara- negara anggota ASEAN. Terdapat dua hal penting yang tercermin dari pasal ini, pertama, ini merupakan bentuk penegasan ASEAN bahwa negara-negara ASEAN hanya menerima dan mengakui hukum internasional yang telah menjadi bagian dari hukum nasionalnya atau dengan kata lain hukum internasional yang telah diratifikasi. Artinya ASEAN melakukan penerimaan secara parsial terhadap hukum internasional tertentu dan menolak hukum 181 Lampiran internasional lainnya seperti hukum HAM internasional yang sebagian besar telah menjadi hukum kebiasaan internasional customary international law. Kedua, di satu sisi ASEAN secara khusus memfokuskan diri pada penghormatan hukum humaniter internasional yang memberikan perlindungan kepada penduduk sipil dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional termasuk didalamnya soal pengungsi dan kejahatan perang. Namun pertanyaannya kemudian apakah mungkin hukum humaniter internasional dapat berlaku dengan baik jika hukum HAM internasional tidak menjadi bagian penting bagi perlindungan terhadap penduduk sipil dalam konflik bersenjata? Bila kita gunakan instrumen HAM internasional sebagai ukuran akan peneriman negara-negara ASEAN terhadap HAM universal maka dapat disimpulkan bahwa hanya ada dua instrumen HAM yang telah diratifikasi oleh semua negara ASEAN yaitu Convention on Rights of the Child CRC dan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women CEDAW. Selain itu semua negara ASEAN juga telah menjadi pihak dalam satu instrumen hukum humaniter internasional yaitu Geneva Conventions 1949. Sedangkan Indonesia telah meratifikasi 24 Instrumen HAM termasuk di dalamnya 8 instrumen pokok HAM internasional serta 52 peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang berkait dengan perlindungan dan penegakan HAM serta termasuk negara yang paling dahulu meratifikasi Geneva Conventions 1949. Dengan demikian, Indonesia dapat mengambil peran lebih dalam kawasan Asia Tenggara dalam kaitannya dengan penghormatan dan promosi keadilan internasional. 182 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia Bila ditelisik negara-negara anggota ASEAN khususnya Cambodia. Laos, Myanmar dan Vietnam CLMV serta negara-negara semi otoriter seperti Malaysia dan Singapura dan negara monarki absolut seperti Brunei memiliki permasalahan dalam kaitannya dengan penegakan Hukum Humaniter Internasional dan HAM. Sedangkan Indonesia dan Filipina merupakan negara yang secara progresif melakukan ratifikasi sejumlah instrumen hukum internasional. Indonesia juga dapat mengambil peran dalam rangka penghapusan rantai impunitas di ASEAN melalui ratifikasi Statuta Roma. Dengan meratifikasi Statuta Roma, Indonesia akan melengkapi ketentuan yang telah diatur oleh Piagam ASEAN yang telah pula menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Kedua instrumen tersebut juga akan memperkuat kebijakan Indonesia di dalam negeri khususnya dalam memutus rantai impunitas dan mempromosikan pelaksanaan keadilan internasional di kawasan Asia Tenggara. 183 Lampiran

BAB III Menimbang Untung Rugi

Implementasi Statuta Roma Ratifikasi merupakan bentuk kepedulian dan keseriusan suatu negara terhadap suatu hal yang diatur dalam konvensi internasional. Pasal 2 Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional mendefinisikan “ratifikasi” sebagai tindakan internasional dari suatu negara dengan mana dinyatakan kesepakatan untuk mengikatkan diri pada perjanjian. 42 Ratifikasi merupakan bentuk penundukan suatu negara terhadap suatu ketentuan hukum konvensi internasional, artinya bilamana suatu negara meratifikasi suatu konvensi maka ia terikat dengan hak dan kewajiban yang terdapat dalam konvensi tersebut. Selain ratifikasi, pengesahan perjanjian internasional dapat pula dalam bentuk aksesi sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 42 Budiono Kusumohamidjojo, Suatu Studi terhadap Aspek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian Internasional, Bandung: Binacipta, 1986, hlm.6. Pasal 2 Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional: “ ‘ratiication’, ‘acceptance’, ‘approval’ and ‘accession’ mean in each case the international act so named whereby a state establishes on the international plane its consent to be bound by a treaty”. 184 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia tentang Perjanjian Internasional. Jika ratifikasi dilakukan apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian internasional turut menandatangani naskah perjanjian maka aksesi dilakukan apabila negara yang mengesahkan suatu perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian. Namun secara umum istilah ratifikasi lebih banyak digunakan dalam praktek pengesahan peraturan perjanjian internasional. Ratifikasi berarti konfirmasi dari suatu negara bahwa suatu perjanjian yang diratifikasinya tidak bertentangan dengan kepentingan negaranya Dalam kerangka Hukum Tata Negara ratifikasi merupakan pernyataan untuk menegaskan bahwa perjanjan internasional yang telah disepakati tidak bertentangan dengan hukum nasional. 43 Dalam konteks urgensi ratifikasi Statuta Roma, hal ini berarti semua negara peserta konvensi terikat dengan segala hak dan kewajiban dalam Statuta Roma, diantaranya kewajiban untuk mengadili para pelaku kejahatan sesuai dengan jurisdiksi Mahkamah. Negara peratifikasi berkewajiban untuk bekerjasama dalam investigasi dan penuntutan pasal 86 dalam bentuk penerapan dalam hukum nasional. 44 Sehingga sebelumnya Negara tersebut harus menjamin bahwa peraturan perundangan di negaranya sudah memadai sebagai bentuk efektifitas prinsip komplementer. Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia RANHAM 2004-2009 berdasarkan Keppres No.40 Tahun 2004 tanggal 11 Mei 2004 diantaranya mencakup rencana ratifikasi terhadap Statuta Roma pada tahun 2008. 43 R.C. Hingorani, “Commencement of Treaty” dalam S.K. Agrawala, ed. “Essays on the Law of Treaties”, Madras, 1972, hlm.19 diambil dari Budiono, op.cit., hlm. 7. 44 Amnesty International, The International Criminal Court – The case for Ratiication, diambil dari http:iccnow.orgpressroomfactsheets.FS-Al-CaseforRatiication. pdf.