231
Lampiran
BAB V KESIMPULAN
Upaya penegakan hukum dan perlindungan HAM internasional telah diakui sebagai hal yang sangat
penting dan mendesak. Empat Mahkamah Internasional ad hoc telah dilaksanakan untuk menghukum para pelaku
kejahatan internasional khususnya kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa banyak kritik yang muncul yang mewarnai kinerja mahkamah-mahkamah tersebut
diantaranya adalah victors justice, selective justice, dan praktek-praktek impunity yang sulit dihapuskan.
Berangkat dari tujuan ingin menyempurnakan kekurangan-kekurangan mahkamah-mahkamah terdahulu
serta menjamin penghukuman terhadap pelaku kejahatan yang paling serius yang meresahkan masyarakat internasional
agar tidak terulang di kemudian hari, maka didirikanlah
232
Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
suatu Mahkamah Pidana Internasional permanen MPI berdasarkan Statuta Roma 1998 yang telah berlaku efektif
sejak tanggal 1 Juli 2002. Hingga saat ini sudah 100 negara yang menjadi pihak Statuta Roma.
MPI ,dalam menerapkan yurisdiksinya, memiliki prinsip yang fundamental yakni prinsip komplementer
complementary principle. Prinsip ini menegaskan bahwa MPI hanyalah mekanisme pelengkap bilamana
suatu negara tidak mampu unable dan tidak mau unwilling untuk mengadili para pelaku kejahatan dalam
jurisdiksinya yakni kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida dan kejahatan agresi. Prinsip
ini jelas membuktikan bahwa fungsi MPI bukan untuk melaksanakan intervensi internasional dengan mengambil
alih fungsi pengadilan nasional suatu negara, namun justru menjunjung tinggi kedaulatan nasional suatu negara dengan
mengutamakan keefektifan mekanisme hukum nasionalnya untuk menghukum pelaku kejahatan yang merupakan
warganegaranya.
Indonesia yang belum menjadi pihak dalam Statuta Roma, seringkali menemukan kesulitan dalam menegakkan
hukum HAM dikarenakan instrumen hukum HAM tidak memadai serta ketidaksiapan aparat penegak hukumnya
dalam menghadapi isu HAM yang relatif baru bagi mereka. Hal ini seringkali menyebabkan Indonesia sulit memenuhi
kewajiban untuk melakukan penghukuman terhadap pelaku pelanggaran HAM yang berat seperti yang misalnya terjadi
dalam kasus Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura. Ratifikasi Statuta Roma diharapkan dapat menjadi sarana
pendorong bagi Indonesia untuk segera membenahi kekurangannya tersebut sehingga Indonesia bisa memenuhi
kewajibannya untuk memberikan jaminan perlindungan HAM terhadap warganegaranya.
233
Lampiran
Jika dibandingkan negara ASEAN lain, Indonesia dapat berbangga dengan kesiapan instrumen hukum yang
memberikan perlindungan HAM bagi warganegaranya seperti misalnya yang tercantum dalam UUD 1945, KUHP,
KUHAP, Undang-Undang 391999, dan Undang-Undang 262000. Walaupun banyak kekurangan seperti yang telah
diuraikan dalam paragraf sebelumnya, instrumen hukum yang dimiliki Indonesia sudah cukup menunjukan diri
sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan dinilai sudah cukup siap untuk meratifikasi Statuta
Roma.
Keuntungan yang akan didapatkan Indonesia ketika menjadi pihak dalam Statuta Roma selain mendorong
pembenahan sistem hukum nasional Indonesia khususnya hukum HAM juga dapat meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia Indonesia dengan terbukanya kesempatan khususnya bagi aparat penegak hukum untuk berpartisipasi
dalam mahkamah internasional dengan menjadi hakim, jaksa atau panitera di MPI. Selain itu, keterlibatan Indonesia
dalam MPI dapat menjadi contoh yang baik bagi negara- negara tetangganya khususnya negara-negara besar di
ASEAN yang hingga saat ini belum satupun yang menjadi negara pihak Statuta Roma.
Berdasarkan berbagai alasan inilah maka Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia harus
segera meratifikasi Statuta Roma tentang MPI. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undang maka RUU tentang Pengesahan Perjanjian internasional sekurang-
kurangnya terdiri atas dua pasal yaitu pasal pertama memuat pengesahan perjanjian internasional dengan memuat
pernyataan melampirkan salinan naskah aslinya atau naskah asli bersama dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia