Aturan mengenai kadaluarsa Disharmoni hukum positif Indonesia dengan Statuta Roma

67 Pengesahan Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional 2000, hukum acara yang digunakan adalah sama dengan acara yang terdapat dalam KUHAP dengan sistem kita yang menganut Eropa Kontinental.

b. Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang ini merupakan awal tonggak pengaturan HAM secara khusus, dan juga merupakan Undang-Undang yang menunjuk KOMNAS HAM sebagai badan penyelidik dan penyidik kasus pelanggaran HAM yang berat, bersifat independen sebagai salah satu unsur penegak hukum dalam pelanggaran HAM yang berat. Lembaga independen ini diantaranya memiliki fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantuan dan meditasi tentang hak asasi manusia. 33 Pengakuan terhadap nilai-nilai HAM diatur lebih spesifik. Meskipun demikian undang-undang ini belum menyebutkan unsur-unsur tindak pidana seperti dalam jurisdiksi ICC sehingga perlu penyelarasan dengan substansi dari statute roma

c. Undang-Undang No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Undang – undang ini dibuat atas dasar kesadaran dan kepentingan bahwa Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Pertimbangan yang dilakukan tentunya didasari prinsip dasar pembentukan suatu peraturan perundangan di Indonesia, diantaranya landasan filosofis, sosiologis, yuridis dan politis. Sebagi landasan filosofis, Undang-Undang ini dibuat sebagai penerapan cita-cita bangsa yang dipelopori oleh para pendiri bangsa ini dalam rangka pencapaian tujuan bangsa diantaranya mensejahterakan rakyat Indonesia 33 Pasal 76 ayat 1 Undang Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 68 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia melalui perlindungan HAM. Pertimbangan yuridis yang menjadi landasan Undang-Undang ini yaitu untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum, dikarenakan KUHP Indonesia tidak mengatur pelanggaran berat terhadap HAM yang merupakan kejahatan luar biasa extra ordinary crimes. Dalam sistem hukum Indonesia, suatu hal yang belum diatur dalam KUHP dapat diatur dalam peraturan tersendiri sehingga Undang-Undang 26 Tahun 2000 banyak melakukan terobosan-terobosan aturan hukum yang tidak diatur sebelumnya dalam KUHAP seperti yang telah dijelaskan dalam Bab I. Landasan sosiologis dalam Undang-Undang ini yaitu sebagai upaya menjaga dan meningkatkan upaya perlindungan HAM, dan mencegah terjadinya kembali pelanggaran-pelanggaran HAM yang berat masa lalu. Sedangkan alasan politik dalam Undang-Undang ini yaitu bahwa pelanggaran HAM yang berat bersifat politis yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memegang kekuasaan. Adanya Undang-Undang No.26 Tahun 2000 yang isinya banyak mengadopsi dari Statuta Roma ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan Indonesia untuk menunjukan bahwa Indonesia mampu melaksanakan peradilan sendiri yang sesuai dengan standar internasional Statuta Roma dan untuk menguatkan prinsip komplementaritas yang dianut oleh ICC. Undang-Undang ini menunjukan niat dan itikad baik pemerintah Indonesia untuk melaksanakan penghukuman terhadap pelaku pelanggaran HAM yang berat di negaranya. d. UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Sejak tahun 2006, Indonesia telah mempunyai UU khusus tentang Perlindungan Saksi dan Korban. UU ini