Pembahasan; 200912 Buku Jalan Panjang Menuju Ratifikasi ICC di Indonesia

51 Pengesahan Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional keduanya. Dalam prakteknya, sekalipun suatu perjanjian internasional telah diratifikasi dengan UU, masih dibutuhkan adanya UU lain untuk mengimplementasikannya ada domain hukum nasional,. Di lain pihak, terdapat pula perjanjian internasional yang diratifikasi namun dijadikan dasar hukum untuk implementasi seperti konvensi wina 19611963 tentang hubungan diplomatik konsuler yang diratifikasi dengan UU No. 1 Tahun 1982 13 Pilihan terhadap konsep dasar ini menentukan sejauh apa harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan harus dilakukan terhadap suatu perjanjian internasional yang sudah diratifikasi. Apakah perlu dibuat undang-undang khusus yang mengadopsi ulang perjanjian tersebut seperti UNCLOS 1982 yang diratifikasi oleh UU No. 17 Tahun 1985 tetap membutuhkan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan atau cukup membuat aturan pelaksana saja jika dirasa perlu yang merupakan turunan langsung dari perjanjian internasional tersebut? Apapun pilihannya harmonisasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ratifikasi perjanjian internasional. Kesesuaian materi perjanjian internasional yang ditandatangani pemerintah dengan hukum positif Indonesia menjadi kendala utama dalam penerapan perjanjian internasional tersebut dengan kata lain perlu dilakukan proses harmonisasi dan sinkronisasi. Jika belum sesuai dengan hukum positif berarti perlu dilakukan 13 Damos Dumoli Agusman, Perjanjian internasional dalam teori dan praktek di indonesia: kompilasi permasalahan. Direktorat Perjanjian Ekonomi sosial dan Budaya, Direktorat jenderal hukum dan Perjanjian Internasional, Departemen Luar Negeri, 2008, http:www.scribd.comdoc18623572Perjanjian-Internasional- Dalam-Teori-Dan-Praktek-Di-Indonesia-Kompilasi-Permasalahan?from_ email_04_friend_send=1 , diakses tanggal 27 September 2009. 52 Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia penyesuaian dengan hukum Indonesia lewat ketentuan pelaksananya. Penyesuaian tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat atau mengubah hukum positif yang berlaku. Pekerjaan harmonisasi dan sinkronisasi bukan pekerjaan gampang. Butuh kajian mendalam dan komprehensif karena memiliki akibat hukum yang luar biasa jika harmonisasi dan sinkronisasi tidak maksimal. Kekosongan hukum, tabrakan nilai dan silang kewenangan akan menimbulkan chaos di masyarakat. Mirisnya, harmonisasi dan sinkronisasi terkait ratifikasi perjanjian internasional sangat lambat akibatnya ratifikasi hanya sebatas formalitas saja tanpa makna dan dampak langsung ke masyarakat. Jika harmonisasi dan sinkronisasi sudah dilakukan maka dapat terlihat apakah perlu dibuat aturan pelaksana baru atau perubahan terhadap peraturan yang sudah ada. Badan Pembinaan Hukum Nasional pernah mengeluarkan sebuah buku mengenai metode harmonisasi dan sinkronisasi yang menjadi panduan bagi BPHN dalam melakukan setiap kajian harmonisasi dan sinkronisasi. Menurut panduan tersebut harmonisasi dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan peningkatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan pluralism hukum kalau memang dibutuhkan. Panduan ini sudah memasukan ratifikasi perjanjian internasional sebagai salah satu kemungkinan terjadinya disharmoni peraturan perundang-undangan karenanya perlu dilakukan harmonisasi.