Perlindungan Saksi dan Korban
184
Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
tentang Perjanjian Internasional. Jika ratifikasi dilakukan apabila negara yang akan mengesahkan suatu perjanjian
internasional turut menandatangani naskah perjanjian maka aksesi dilakukan apabila negara yang mengesahkan suatu
perjanjian internasional tidak turut menandatangani naskah perjanjian. Namun secara umum istilah ratifikasi lebih
banyak digunakan dalam praktek pengesahan peraturan perjanjian internasional.
Ratifikasi berarti konfirmasi dari suatu negara bahwa suatu perjanjian yang diratifikasinya tidak bertentangan
dengan kepentingan negaranya Dalam kerangka Hukum Tata Negara ratifikasi merupakan pernyataan untuk
menegaskan bahwa perjanjan internasional yang telah disepakati tidak bertentangan dengan hukum nasional.
43
Dalam konteks urgensi ratifikasi Statuta Roma, hal ini berarti semua negara peserta konvensi terikat dengan segala hak
dan kewajiban dalam Statuta Roma, diantaranya kewajiban untuk mengadili para pelaku kejahatan sesuai dengan
jurisdiksi Mahkamah. Negara peratifikasi berkewajiban untuk bekerjasama dalam investigasi dan penuntutan pasal
86 dalam bentuk penerapan dalam hukum nasional.
44
Sehingga sebelumnya Negara tersebut harus menjamin bahwa peraturan perundangan di negaranya sudah memadai
sebagai bentuk efektifitas prinsip komplementer.
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia RANHAM 2004-2009 berdasarkan Keppres No.40 Tahun
2004 tanggal 11 Mei 2004 diantaranya mencakup rencana ratifikasi terhadap Statuta Roma pada tahun 2008.
43 R.C. Hingorani, “Commencement of Treaty” dalam S.K. Agrawala, ed. “Essays
on the Law of Treaties”, Madras, 1972, hlm.19 diambil dari Budiono, op.cit., hlm. 7.
44 Amnesty International, The International Criminal Court – The case for Ratiication,
diambil dari http:iccnow.orgpressroomfactsheets.FS-Al-CaseforRatiication. pdf.
185
Lampiran
Rekomendasi Komisi Kebenaran dan Persahabatan KKP Indonesia-Timor Leste juga secara eksplisit
menekankan perlunya upaya untuk menciptakan budaya hukum dan hak asasi manusia dikalangan masyarakat luas,
diantaranya dengan memasukan materi hak asasi manusia dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Inisiatif yang
disarankan untuk dilakukan antara lain adalah sosialisasi dan implementasi hak-hak yang tercantum dalam instrmen-
instrumen hak asasi manusia dan hukum internasional terutama Kovenan Hak Sipil dan Politik ICCPR,
Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya ICESCR, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan CEDAW, dan Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional. Rekomendasi ini sejalan
dengan pelaksanaan RANHAM 2004-2009 seperti yang tersebut di atas.
Sekali lagi hal ini dapat menunjukan dan menegaskan itikad baik serta komitmen Indonesia dalam
rangka perlindungan HAM internasional yang selaras dengan hukum nasional. Urgensi ratifikasi Statuta Roma
dirasa semakin mendesak, seiring dengan kebutuhan untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM yang
terjadi di Indonesia dan komitmen Indonesia dalam upaya perlindungan dan penegakan hukum HAM. Bukan karena
tren dunia internasional yang tengah mempromosikan MPI, namun hal ini memang diperlukan agar dapat mendorong
kemajuan perlindungan HAM dan penegakan hukumnya terutama dalam perbaikan sistem peradilan Indonesia.
Tujuan penerapan MPI ke dalam hukum nasional: 1. untuk menempatkan Negara Pihak dalam
kewajibannya untuk bekerjasama penuh dengan MPI
186
Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
2. agar jurisdiksi MPI dapat menjadi pelengkap terhadap sistem pengadilan nasional negara pihak
prinsip komplementer Negara sebagai bagian dari masyarakat internasional
mempunyai kewajiban untuk menghukum para pelaku kejahatan yang termasuk dalam kejahatan internasional yang
dianggap dapat mengancam dan mengganggu perdamaian, keamanan dan ketertiban dunia sesuai dengan isi Piagam
PBB. Hal ini ditegaskan dalam Resolusi Majelis Umum PBB 3074 XXVIII yang dikeluarkan pada tanggal 3 Desember
1973 yang menyatakan bahwa penerapan jurisdiksi internasional mengikat semua Negara anggota PBB, “setiap
negara berkewajiban untuk bekerjasama satu sama lain secara bilateral atau multilateral untuk mengadili mereka
yang dianggap bertanggungjawab melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menjadi negara pihak dalam Statuta Roma tentang MPI,
mengingat salah satu tujuan pendirian MPI yaitu menjamin penghukuman terhadap pelaku kejahatan yang serius yang
menjadi perhatian masyarakat internasional. Sehingga dengan menjadi Negara Pihak Statuta Roma mau tidak
mau suatu negara akan termotivasi untuk melaksanakan penegakan hukum melalui pengefektifan praktek dan sistem
peradilan nasionalnya yang dilatarbelakangi salah satu prinsip fundamental MPI yaitu prinsip komplementer.
Proses ratifikasi Statuta Roma merupakan upaya pencegahan terjadinya kejahatan dengan akibat yang lebih
besar di kemudian hari, juga memberikan perlindungan dan reparasi bagi korban. Beranjak dari pengalaman
pengadilan-pengadilan ad hoc yang pernah ada, dimana pertanggungjawaban dirasa kurang mencukupi karena
187
Lampiran
selalu dipengaruhi unsur politik, MPI menekankan pertanggungjawaban individu
45
atas kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan agresi.