187
Lampiran
selalu dipengaruhi unsur politik, MPI menekankan pertanggungjawaban individu
45
atas kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan agresi.
A. Keuntungan Meratifikasi Statuta Roma
Konsekuensi logis dari proses ratifikasi suatu instrumen internasional yaitu bahwa negara yang melakukan
ratifikasi terikat dengan aturan dalam konvensi tersebut. Berbagai pertimbangan tentu diperlukan oleh suatu negara
yang hendak meratifikasi suatu perjanjian internasional dalam hal ini Statuta Roma. Selain bunyi pasal-pasal yang
terdapat dalam suatu konvensi dan dasar kepentingan suatu negara, dampak yang dapat timbul akibat peratifikasian
pun harus menjadi salah satu pertimbangan, jangan sampai dampak negatifnya lebih besar daripada dampak
positifnya. Diantaranya dampak terhadap legislasi nasional maupun kelembagaan hukum di Indonesia serta hubungan
keterkaitan dan keterpengaruhan peran Indonesia dalam percaturan dunia internasional.
46
a. Hak preferensi secara aktif dan langsung dalam segala kegiatan MPI.
Keuntungan nyata yang diperoleh yaitu bilamana ada suatu musyawarah yang melibatkan negara
peserta, maka kita akan dapat memberikan suara dan pandangan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan isi Statuta maupun hal-hal lain yang menyangkut pengaturan dan pelaksanaan MPI,
termasuk masalah administratif, dimana kita
45 Necessity of Ratifying the Statute of the International Criminal Court, Zagerb
April 10, 2000, Translation of Press Release. www.beehive.govt.nz 46
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional Bagian II, Jakarta: PT.Hecca Mitra Utama, 2004, hlm.48.
188
Jalan Panjang menuju Ratifikasi ICC di Indonesia
menjadi anggota Majelis Negara Pihak Assembly of States Parties.
47
Bagi negara pihak Statuta Roma, hal ini berarti memberikan hak preferensi
secara aktif dan langsung untuk memberikan peranannya secara aktif dalam segala kegiatan
MPI, termasuk diantaranya melindungi warga negaranya yang menjadi subjek MPI.
b. Kesempatan untuk menjadi bagian dari organ MPI.
Dengan menjadi negara pihak dalam Statuta Roma, maka kesempatan untuk menjadi bagian dari organ
MPI pun terbuka lebar, karena setiap negara pihak berhak mencalonkan salah satu warganegaranya
untuk menjadi hakim, penuntut umum ataupun panitera. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan
para aparat penegak hukum Indonesia dalam berpraktek di pengadilan internasional dan dapat
menguatkan posisi tawar negara dalam pergaulan internasional. Sementara negara bukan pihak tidak
dapat mencalonkan wakilnya untuk menjadi organ inti MPI.
c. Membantu percepatan pembaharuan hukum legal reform di Indonesia.
Dengan meratifikasi
Statuta Roma,
maka Indonesia akan segera terdorong untuk membenahi
instrumen hukumnya yang belum memadai agar selaras dengan aturan dalam Statuta Roma. Hal
47 Lihat William A. Schabas, op.cit., hlm.157, lihat pasal 112 Statuta Roma 1998.
Majelis Negara Pihak merupakan organ yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam memberikan keputusan berkenaan dengan masalah administratif dan isi
Statuta, diantaranya dalam memilih, mengangkat dan memberhentikan hakim serta penuntut umum juga menentukan anggaran serta amandemen terhadap Statuta.
189
Lampiran
ini dikarenakan prinsip non-reservasi dalam proses ratifikasi Statuta Roma, yang berarti bahwa negara
pihak tunduk pada semua aturan dalam Statuta Roma.
Salah satu hal yang patut dicontoh oleh Indonesia dalam rangka pembaharuan sistem hukum,
khususnya dalam
Pengadilan HAM
yaitu mekanisme pre-trial
48
di MPI yang sangat berbeda dengan pra-peradilan dalam sistem
KUHAP. Dalam sistem KUHAP, pra-peradilan merupakan pemeriksaan awal berkaitan dengan
proses beracara yang diantaranya berkenaan dengan
49
:
i. Sah tidaknya penangkapan atau penahanan tersangka, diajukan oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
ii. sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penyidikan penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
iii. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain
dengan kuasa dari tersangka yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
48 Istilah pre-trial tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia karena belum
ditemukan padanan kata yang tepat dan bahwa mekanisme ini adalah praktek yang berbeda dengan hukum acara pidana di Indonesia, untuk menghindari ambiguitas
dan perbedaan penafsiran maka istilah pr-trial dibiarkan sebagaimana istilah aslinya.
49 Pasal 1 angka 10 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.