92
dalam penyusunan APBD untuk mengetahui secara jelas visi, misi, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan APBD. Selain itu, melalui
komitmen dapat menciptakan motivasi dan kemauan bagi pihak penyusun APBD untuk menyelenggarakan tahapan penyusunan APBD yang lebih baik, efektif,
efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3.4 Hubungan Konflik antara Legislatif dan Eksekutif dalam Penyusunan APBD 2015
Desentralisasi di Indonesia menemukan langkah besar pada masa presiden Habibie dengan disahkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengenai
Pemerintahan Daerah.
54
Secara konseptual Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengembangkan pemisahan kekuasaan separation of power antara
lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif yang mengarah pada penerapan sistim parlementer. Alasannya, karena DPRD berwenang mengangkat,
memberhentikan, dan meminta pertanggungjawaban lembaga eksekutif Kepala Daerah sehingga secara nasional sangat bertentangan dengan konstitusional UUD
Tahun 1945 yang menganut sistim pemerintahan presidensil.
55
Namun setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah yang menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, struktur pemerintahan disesuaikan dengan UUD Tahun 1945 sehingga hubungan
54
Muryanto Amin, Perbandingan Antara Proses dan Efektivitas Birokrasi Politik Fiskal di Malaysia dan Indonesia Tahun 2008, Medan : Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, 2013. Hal 8
55
Marzuki Lubis, Pergeseran Garis Peraturan Perundang-Undangan Tentang DPRD Kepala Daerah Dalam Ketatanegaraan Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2011, hal. 189.
Universitas Sumatera Utara
93
antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Itu berarti antara kedua lembaga ini
harus mengembangkan prinsip check and balances antara eksekutif daerah dan legislatif daerah DPRD.
56
Dalam kedudukannya sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah
daerah merupakan pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemeritnahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD. Hubungan
antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, artinya tidak saling membawahi.
Menurut Sadu, ada beberapa prinsip dasar dalam hubungan kerja antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Prinsip dasar
tersebut yaitu bahwa kebijakan mengenai keuangan, organisasi, barang dan tata ruang harus dibicarakan antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DPRD sebagai wakil rakyat. Penyusunan kebijakan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah merujuk
pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD sebagai wakil
rakyat seharusnya menjadi sumber inisiatif, ide dan konsep mengenai berbagai Peraturan Daerah karena merekalah yang seharusnya mengetahui secara tepat
kebutuhan dan keinginan masyarakat hak inisiatif. Namun dalam kenyataan
56
Ibid., hal 190
Universitas Sumatera Utara
94
sebagian besar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD mandul dalam menggunakan hak inisiatif.
Dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah berarti check and balances tetap menguat pada porsi utama yang dikehendaki undang-undang ini. Tetapi
persoalannya selanjutnya adalah sejauh mana check and balances itu dapat dilakukan DPRD ketika berhubungan dengan kinerja eksekutif yang tidak sejalan
dengan rencana program pemerintah daerah.
57
Dalam menjabarkan pola hubungan eksekutif dan legislatif di Kabupeten Labuhanbatu, setidaknya ada 3 tiga bentuk hubungan antara Pemerintah Daerah
dan DPRD yang dikemukakan yaitu: bentuk hubungan searah positif, bentuk hubungan konflik, dan bentuk hubungan searah negatif.
58
Bentuk hubungan searah positif berupa hubungan yang terjadi bila eksekutif daerah dan DPRD memiliki visi yang sama dalam menjalankan
pemerintahan dan bertujuan untuk kemaslahatan daerah itu sendiri yang mengandung prinsip-prinsip: transparansi, demokratis, berkeadilan, bertanggung
jawab, dan objektif. Bentuk hubungan konflik ditandai dengan hubungan yang terjadi bila kedua lembaga tersebut saling bertentangan dalam visi menyangkut
tujuan kelembagaan serta tujuan daerah. Hal ini tampak dalam pertentangan yang mengakibatkan munculnya tindakan-tindakan yang tidak produktif dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pencapaian tujuan-tujuan daerah itu
57
Sadu Wasistiono Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, Bandung, Fokusmedia, 2009, hal 40
58
Ibid., hal 264
Universitas Sumatera Utara
95
secara keseluruhan. Sedangkan bentuk hubungan searah negatif, terjadi bila eksekutif
dan legislatif
berkolaborasi KKN
dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan secara bersama-sama menyembunyikan kolaborasi tersebut kepada publik.
59
Ketiga bentuk pola hubungan tersebut berpotensi terjadi dalam hal meliputi representasi, anggaran, pertanggungjawaban, pembuatan peraturan
daerah, pengangkatan sekretaris daerah, pembinaan dan pengawasan. Diungkapkan oleh Marulin Hasbi Hasibuan :
“...dinamika ya. Sejak 2013 sudah kurang sejalan mereka re: Bupati dan DPRD diikuti pula lagi sama wakulnya, Suhari. Ya
kalau masalah itu udah jadi rahasia umumlah di Labuhanbatu. Bupati ini mau kepentingannya saja yang diikuti, tidak terlepaslah
itu tentang masalah APBD ini. Menurut undang-undang diijinkan juga anggota dewan memasukkan usulan proyek fisik ke
rancangan APBD, entah itu pengerasan jalan, irigasi kebun, atau jembatan tidak semuanya lolos di Musrenbang, makanya dari
pintu legislatiflah dibawa usulan proyeknya. Itu mereka re: DPRD serap dari reses. Itu pula yang tidak difasilitasi, mungkin
darisitulah awalnya sampai sekarang.Tidak pernahlah kita dengar dia re: Bupati Labuhanbatu konsultasi sama DPRD,
kalaupun ada anggotanya yang disuruhnya...” Prinsip yang paling penting dalam hubungan kerja antara pemerintah
daerah dan DPRD adalah saling berkoordinasi. Artinya segala kebijakan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh kepala daerah
baik mengenai kebijakan daerah, penyusunan APBD, kebijakan strategis kepegawaian, kebijakan strategis pengelolaan barang, LKPJ, kebijakan
pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, anggaran alokasi uang
59
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 40-41.
Universitas Sumatera Utara
96
daerah, tata ruang, dan lain-lain harus dibicarakan bersama antara kepala daerah dan DPRD.
60
Hubungan antara Pemerintah Daerah Eksekutif dan DPRD Legislatif Kabupaten Labuhanbatu dalam penetapan anggaran tentunya tidak terlepas dari
mekanisme dan prosedur yang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Tetapi dilain pihak hubungan tersebut bergerak dinamis
dalam artian bahwa dalam pelaksanaan dapat sewaktu-waktu berubah karena adanya kepentingan, cara pandang dan pemikiran-pemikiran yang berbeda antara
pihak yang terlibat langsung seperti komisi, fraksi, badan anggaran, TAPD dan pejabat-pejabat lainnya sehingga isi substansi APBD dapat berkembang dan
berubah-ubah dari rancangan awal melalui pendekatan-pendekatan antara satu pihak dengan pihak yang lain telah ada. Berdasarkan keterangan yang diperoleh
dari Marulin Hasbi Hasibuan, sebelum memasuki proses penyusunan APBD 2015 ternyata pola hubungan antara Bupati sebagai Kepala Daerah dan DPRD kurang
stabil dan harmonis. Diasumsikan bahwa ada tarik menarik kepentingan diantara dua lembaga tersebut berkaitan dengan proyek pembangunan fisik maupun non-
fisik. Merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010, DPRD melalui Badan Anggaran memiliki tugas memberikan usulan berupa pokok
pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD.
61
Sementara dalam wawancara dengan Maruli Hasbi Hasibuan, diungkapkan bahwa usul yang ditujukan kepada kepala daerah tersebut belum difasilitasi oleh Bupati
60
Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Op. cit., hal. 46.
61
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 55
Universitas Sumatera Utara
97
yang bersangkutan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, awal mula diskoordinasi antara Eksekutif dan Legislatif di Kabupaten Labuhanbatu bermula
dari bentuk hubungan konflik yang ditandai dengan hubungan kedua lembaga tersebut saling bertentangan dalam visi menyangkut tujuan kelembagaan.
62
Hasil dari pengamatan dan wawancara peneliti dengan informan menggambarkan
bahwa disharmonisasi itu ada dan berujung pada konflik kepentingan antara eksekutif dan legislatif daerah di dalam pembuatan kebijakan APBD Kabupaten
Labuhanbatu tahun 2015. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, namun penyebab konflik dalam pembuatan kebijakan APBD APBD Kabupaten
Labuhanbatu tahun 2015 ini karena perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan
bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana. Telah menjadi fakta bahwa konflik selalu menjadi bagian hidup manusia
yang bersosial dan berpolitik serta pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik. Konflik dimaknai persepsi mengenai perbedaan kepentingan
perceived divergence of interest, atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihakpihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan.
63
Dalam konteks politik, konflik politik bukanlah konflik individu karena isu yang dipertentangkan
adalah isu publik yang menyangkut kepentingan banyak orang, bukan kepentingan satu orang tertentu. Kalaupun dalam bidang politik terjadi konflik
antara dua orang yang kelihatannya merupakan konflik individu, konflik itu sebenarnya adalah akibat dari konflik kelompok yang terjadi antara dua kelompok
6262
Marzuki Lubis, Op.cit hal 190
63
Dean G. Pruitt, Teori Konflik Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hal 9
Universitas Sumatera Utara
98
dimana orang yang berkonflik individu tersebut berkonflik dalam rangka membela kelompok masing-masing. Dengan kata lain, konflik yang terjadi antara
kedua orang tersebut adalah akibat dari konflik yang terjadi antara kelompok masing-masing. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyebab konflik politik adalah
isu publik yakni isu politik.
64
Dari uraian tersebut dapat disimpulkanbahwa perbedaan kepentingan antara Eksekutif dan Legislatif di Labuuhanbatu dalam proses penganggaran yang
berujung kepada konflik internal antar lembaga bukan hanya terjadi antar individu melainkan secara masif telah melebar kepada bagian-bagian dari kedua lembaga
tersebut. Pemerintahan daerah dapat berjalan baik dan efektif serta dapat
menjalankan sistem pemerintahan yang baik apabila ditunjang oleh kondusifitas politik dan keamanan serta ketertiban yang baik, Bupati selaku Kepala Daerah
menyadari hal ini, oleh karena itu pola komunikasi terutama Bupati selaku Kepala Daerah dengan Masyarakat sebagaimana tercermin dalam lembaga DPRD harus
berjalan baik dan efektif, sehingga berbagai kepentingan dapat terumuskan dalam kebijakan yang ditentukan oleh Bupati bersama DPRD atau oleh Bupati dan
DinasInstansi Tehnis lebih lanjut, serta pengawasan proses pemerintahan, pembangunan dan sosial kemasyarakatan berjalan seimbang.
Mendukung opini tersebut Sekretaris Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah TPAD Kabupaten Labuhanbatu, Aswad Siregar yang sempat
64
Maswadi Rauf, Konsensus dan Konflik Politik, Dirjen PT Depdiknas, Jakarta, 2001, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
99
menyanggah bahwa ada disharmonisasi anrata legislatif dan eksekutif dalam pembahasan APBD 2015 menjelaskan bahwa koordinasi antara pemerintah daerah
dan DPRD cenderung kondusif dan berpedoman kepada undang-undang yang berlaku. Aswad Siregar menyampaikan
“...kami kan bagian dari eksekutif juga, pemerintah daerah juga. Jadi jangan diseragamkan semuanya, secara administratif kepala
daerah dibantu oleh instansi dan SKPD dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Semua sudah kita lewati sesuai protapnya,
tidak ada yang dilompati. Kalau kemudian dihubungkan dengan urusan internal, DPRD pun pernah silang pendapat dengan
sekwan tahun 2013. Diusir dari sidang paripurna. Dinamika ya
biasalah tergantung kita menyelesaikannya bagaimana...”
65
Lebih lanjut, Aswad Siregar menyampaikan bahwa polemik yang ditemui saat pembahasan perubahan postur APBD 2014 akhirnya dapat diselesaikan oleh
mediasi yang berikan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk ditindaklanjuti selanjutnya dengan pembahasan APBD 2015 :
“...sudah kita selesaikan kemarin dengan staff Pemprov supaya tidak jadi buntu permasalahannya. Setelah itu barulah kita kejar
batas waktu penyelesaian APBD 2015, itupun tidak bisa juga tepat waktu. Walaupun terlambat, untunglah belum terlalu
menggangu anggaran operasional kita...”
66
Dampak yang dapat ditimbulkan dari keterlambatan dalam penyusunan APBD adalah terlambatnya pelaksanaan program pemerintah daerah yang
umumnya sebagian besar pendanaan program tersebut berasal dari APBD. Program yang terlambat dilaksanakan dapat berpengaruh pada pelayanan publik
terhadap masyarakat. APBD yang terlambat dalam proses penyusunannya dapat
65
Wawancara dengan Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Daerah TPAD Kabupaten Labuhanbatu, Aswad Siregar, S.E., M.A.P. di Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Labuhanbatu tanggal 9 Juni 2016 pukul 13.00
66
ibid.,
Universitas Sumatera Utara
100
pula berpengaruh terhadap perekonomian daerah.
67
Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari Sekretaris TAPD Labuhanbatu, walaupun pola hubungan
komunikasi antara Kepala Daerah dan DPRD dalam pembahasan APBD dilakukan melalui pendelegasian kepada TAPD ternyata keterlambatan
pengesahan Perda APBD Labuhanbatu pada tahun 2015dianggap belum mengganggu penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu.
Penetapan Peraturan Daerah Kabupaten Labuhanbatu Nomor 1 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Labuhanbatu
Tahun Anggaran 2015 pada 25 Februari 2015 yang menjadi tujuan pembahasan APBD ternyata tidak terlepas dari pola hubungan konflik yang terbangun antara
eksekutif dan legislatif di Kabupaten Labuhanbatu. Proses pembahasan dan penetapannya yang dianggap terlalu dipaksakan mengundang opini negatif dari
masyarakat. Marulin Hasbi Hasibuan berpendapat bahwa proses yang dipaksakan ini telah mengganggu kondusifitas sosial dan perekonomian di Kabupaten
Labuhanbatu. Pasalnya ketegangan yang ditunjukkan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD ini semakin memperburuk citra Kabupaten Labuhanbatu dalam konteks
pengelolaan keuangan daerah, selain itu para penggerak iklim perekonomian di Kabupaten Labuhanbatu menjadi spekulatif akibat lambatnya proyeksi program
pembangunan perekonomian daerah. Selain hal tersebut, melalui sumber berita yang dihimpun pasca penetapan Perda APBD 2015
68
, pidato tertulis Bupati Labuhanbatu yang diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Labuhanbatu pada Apel
67
Wangi, Chitra Ariesta Pandan dan Irwan Taufiq Ritonga, Op.cit.,
68
Diakses dari
; http:www.labuhanbatukab.go.idindex.phpgalerigaleri-berita36-dprd-
labuhanbatu-telah-menetapkan-ranperda-apbd-menjadi-perda-apbd-ta-2015
Universitas Sumatera Utara
101
Gabungan di lingkungan Kantor Bupati Labuhanbatu, ketidakhadiran Bupati dan wakilnya mengindikasikan puncak disharmonisasi di dalam internal pemerintahan
daerah di Kabupaten Labuhanbatu. Menurut Suwandi, ada beberapa hal yang mengakibatkan disharmonisasi
antara Pemerintah Daerah dan DPRD jika ditelaah dalam konteks Undang- Undang Pemerintahan Daerah, antara lain:
69
1. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung membuat legitimasi
Kepala Daerah cenderung lebih kuat dibandingkan DPRD. Kondisi ini diperkuat lagi dengan adanya dukungan perangkat
daerah kepada Kepala Daerah, sehingga akan semakin memperkuat posisi Kepala Daerah.
2. Konsekuensi dari pemilihan langsung, DPRD maupun Kepala
Daerah akan bertanggung jawab langsung kepada masyarakat pemilih. Kepala Daerah tidak lagi menyampaikan laporan
pertanggungjawabannya LPJ kepada DPRD, namun Kepala Daerah
tetap berkewajiban
untuk memberikan
laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Menteri melalui
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 3.
DPRD akan tetap memiliki otoritas dalam bidang legislasi, anggaran dan kontrol. Bila DPRD mampu menggunakan
kewenangan tersebut secara efektif maka sedikit banyak fungsi DPRD akan mampu mengimbangi kekuatan Kepala Daerah
eksekutif.
4. Terjadinya perubahan signifikan terhadap konstruksi Pemerintah
Daerah yang ada sekarang, di mana terdapat kejelasan antara pejabat politik DPRD dan Kepala Daerah dengan pejabat karir.
Pejabat politik bertugas merumuskan kebijakan politik, sedangkan pejabat karir mengoperasikan kebijakan tersebut ke dalam bentuk
pelayanan publik.
Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, maka kedudukan DPRD legislatif sejajar dan merupakan mitra Pemerintah Daerah eksekutif
69
Suwandi, Menggagas Format Otonomi Daerah, Jakarta: Nusamedia, 2005, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
102
dengan berdasarkan fungsi masing-masing. Bedanya adalah DPRD lebih dominan menjalankan fungsi regulasi dalam bentuk membuat kebijakan berupa peraturan
daerah, sedangkan Pemerintah Daerah lebih dominan menjalankan fungsi mengurus dalam bentuk pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
DPRD.
70
Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan- gesekan, begitu juga dengan hubungan antara Eksekutif dan Legislatif. Walaupun
sama-sama merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah, hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah seringkali mengalami hambatan bahkan konflik
dalam hal penyusunan kebijakan daerah, penyusunan APBD, dsb. Dalam hubungan kedua lembaga antara eksekutif dan legislatif tersimpul
suatu hubungan yang akan memberikan persepsi yang sama mengenai bagaimana seharusnya kinerja pemerintah daerah menyediakan pelayanan terhadap
warganya. Kesamaan persepsi ini sangat penting untuk menciptakan kesamaan pemikiran dan arah kegiatan antara pihak eksekutif daerah dengan pihak legislatif
dalam melayani warganya.
70
Syahuri, Taufiqurrohman, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Jakarta: Kencana, 2011 hal 154
Universitas Sumatera Utara
103
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan