10
3. Secara praktis. Sebagai Dalam hal ini memberikan data dan informasi
yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati permasalahan yang timbul antara Legislatif dan
Eksekutif.
1.6 Kerangka Teori
Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman dasar berpikir, yaitu kerangka teori.Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti
perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori adalah
serangkaian asumsi, konsep dan kontrak definisi dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomenal sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar
konsep.
7
1.6.1 Teori Kebijakan Publik
Menurut Parsons, kata “publik” berisi kegiatan aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial,
atau setidaknya oleh tindakan bersama. Publik itu dipandang sebagai suatu ruang atau domain dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual,
tetapi milik bersama atau milik umum. Sedangkan kata “kebijakan” menurut Heclo adalah istilah yang banyak disepakati bersama. Dalam penggunaan yang
7
Singarimbun, 2008.Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas, Jakarta, Erlangga. hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
11
umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang k
eputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial
8
. Jadi, kebijakan policy adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan
maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Heclo mengatakan bahwa ada perbedaan pendapat mengenai apakah kebijakan itu merupakan tindakan yang
diniatkan intended atau tidak. Sebuah kebijakan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak disengaja, tetapi ia tetap dilaksanakan dalam implementasi atau
praktik administrasi. Pengertian konsep publik dan kebijakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan maupun keputusan yang
pemerintah lakukan atau tidak dengan tujuan untuk mengatur masyarakat di suatu wilayah. Ini sama seperti pendapat Thomas R. Dye yang menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan
9
. Maknanya adalah Dye hendak menyatakan bahwa apapun kegiatan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan.
Interpretasi dari kebijakan menurut Dye harus dimaknai dengan dua hal penting, yaitu: pertama, kebijakan haruslah dilakukan oleh badan pemerintah, dan kedua,
kebijakan tersebut mengandung pilihan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
Selain Dye, James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai suatu arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala aktifitas yang
8
Parsons. Wayne. 2005. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktek. Hal. 3.
9
Indiahono. Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis
Universitas Sumatera Utara
12
dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang dihadapi. Kebijakan publik haruslah diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk
memenuhi kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik. Menurut Jones kebijakan publik terdiri dari beberapa komponen
10
, yakni : 1.
Goals atau tujuan yang diinginkan, 2.
Plans atau rancangan yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3.
Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4.
Decision atau keputusan yaitu tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, dan
5. Efect yaitu dampak dari program baik disengaja maupun tidak dan primer
maupun sekunder. Keputusan yang dihasilkan oleh aktor kebijakan tersebut diturunkan dalam
berbagai bentuk variasi. Adapun bentuk-bentuk kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan pembuatnya, terdiri atas ; a Pusat,
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di pusat dan digunakan untuk mengatur seluruh warga
negara dan wilayah Indonesia, b Daerah, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan yang berkedudukan di daerah dan
digunakan untuk mengatur daerahnya masing-masing. 2.
Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan tujuannya, terdiri atas ; a Law Order adalah Kebijakan mengenai hukum dan tatanan hukum. Adapun
bentuk kebijakan ini umumnya berupa undang-undang atau peraturan- peraturan yang diumumkan oleh pemerintah, b Distributive Order adalah
kebijakan yang bersifat mengarahkan penguasa dalam mendistribusikan
10
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman. Hal. 17.
Universitas Sumatera Utara
13
sumber daya yang dimilikinya dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan oleh negara. Misalnya perijinan usaha, kekuasaan kepada
kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain, c Re-Distributive Order adalah kebijakan yang bersifat mengarahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi
terhadap pelaksanaan tata pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan negara secara umum. Bentuk kebijakan ini umumnya berupa kewajiban
pembayaran pajak bagi warga negara. 3.
Bentuk kebijakan ditinjau berdasarkan wujudnya, terdiri atas ; a Gerakan contohnya: Gerakan Orang Tua Asuh GNOTA, Gerakan Penghijauan,
b Peraturan perundangan: Peraturan Walikota No 23 Tahun 2011 Tentang Perizinan Usaha Warung Internet, c Pidato atau pernyataan pejabat
publik: Pidato Presiden, d Program: Program KB, dan e Proyek: Proyek Padat Karya
Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik, Dunn mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:
11
1. Agenda setting: adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik
yang mencuat ke permukaan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn problem structuring memiliki empat fase yaitu: pencarian masalah,
pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi
agenda kebijakan apabila memenuhi syarat : a Memiliki efek yang besar
11
Ibid. Hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
14
terhadap kepentingan masyarakat, b Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan, c Isu
tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada, d Terjadinya kegagalan pasar, dan e Tersedianya teknologi
atau dana untuk menyelesaikan masalah publik. 2.
Policy formulation: adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan masalah publik, dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan
beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor
kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan
informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui
psoses peramalan forecastinguntuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang
akan dipilih. 3.
Policy adoption: adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah
mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut: a
Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan
Universitas Sumatera Utara
15
langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas.
b Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan dipilih untuk
menilai alternatif yang akan direkomendasikan. c
Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria yang relevan agar efek posisi alernatif lebih besar dari efek
yang terjadi. 4.
Policy implementation: adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi
sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan
dapat diukur. 5.
Policy assessment atau penilaian kebijakan: pada tahap ini semua proses implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program
kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan
evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut
berjalan, biasanya dalam bentuk penelitian riset dan rekomendasi. dan evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
16
Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai
sasaran. Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang krusial dalam proses
kebijakan publik. Jika suatu kebijakan telah ditetapkan, kebijakan tersebut tidak akan berhasil dan terwujud bilamana tidak diimplementasikan. Suatu program
kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dalam arti luas dapat diartikan sebagai alat
administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau
tujuan yang diinginkan.Sementara itu, Van Meter dan Van Horn menyebutkan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-
individu atau kelompok - kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
kebijakan sebelumnya
12
. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan - keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam
kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan yang besar dan kecil yang ditetapkan oleh
keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses dinamis yang melibatkan secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa
yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur
12
Winarno. Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.
Universitas Sumatera Utara
17
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program pada tujuan
kebijakan yang diinginkan.
Menurut Jones, terdapat tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi, yaitu :
13
1. Penafsiran: yaitu kegiatan yang menerjemahkan makna program kedalam
pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2.
Organisasi: merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan: berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah
dan lainnya. Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung
secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model, yaitu: 1.6.1.a Model Van Meter dan Van Horn 1975
Teori ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan
dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan kebijakan dengan kinerja kebijakan. Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan
kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-
13
Tangkilisan, Ibid. Hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
18
prosedur implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah:
14
a. Hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan
dalam organisasi. b.
Seberapa jauhkah tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang struktur, masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang
paling rendah dalam organisasi yang bersangkutan. c.
Seberapa pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang dalam organisasi masalah kepatuhan.
Dari pandangan tersebut maka Van Meter dan Van Horn membuat tipologi kebijakan menurut Jumlah masing-masing perubahan yang akan terjadi dan
jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Alasan dikemukakannya hal ini adalah bahwa proses implementasi itu akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu, dalam artian
bahwa implementasi akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari para implementor di
lapangan relatif tinggi. Hal lain yang dikemukakan mereka bahwa yang menghubungkan kebijakan dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas
yang saling berkaitan. Variabel bebas itu adalah:
14
Winarno, Ibid. Hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
19
1. Standar dan Sasaran Kebijakan, harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara agen
implementasi. 2.
Sumber Daya, implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia seperti dana
yang digunakan untuk mendukung implementasi kebijakan. 3.
Komunikasi dan Penguatan Aktivitas, dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar tujuan kebijakan dapat
tercapai. 4.
Karakteristik Agen Pelaksana, mencakup struktur birokrasi, norma- norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua
hal tersebut akan mempengaruhi implementasi suatu program. 5.
Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik, mencakup sumber daya yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan, sejauh
mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan, karaktersitik para partisipan yakni menolak atau mendukung, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan
apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan. 6.
Disposisi Implementor, mencakup tiga hal, yakni: a respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan, b kognisi, pemahaman para agen pelaksana
Universitas Sumatera Utara
20
terhadap kebijakan, dan c intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
1.6.1.b Model Merilee S. Grindle 1980
Merilee menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Keunikan model
Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan
arena konflik yang mungkin akan terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi. Secara konsep dijelaskan bahwa model implementasi
kebijakan yang dikemukakan Grindle menuturkan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sampai kepada tercapainya hasil tergantung kepada
kegiatan program yang telah dirancang dan pembiayaan cukup, selain dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
15
Isi kebijakan yang dimaksud meliputi ; Kepentingan yang terpenuhi oleh kebijakan interest affected, Jenis manfaat yang dihasilkan tipe of benefit,
Derajat perubahan yang diinginkan extent of change envisioned, Kedudukan pembuat kebijakan site of decision making, Para pelaksana program program
emplementation, dan Sumber daya yang dikerahkan resources commited. Sedangkan konteks implementasi yang dimaksud meliputi ; Kekuasaan
power, Kepentingan strategi aktor yang terlibat interest strategies of actors involved, Karakteristik lembaga dan penguasa institution and regime
15
Winarno, Ibid. Hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
21
characteristics, serta Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana compliance and responsiveness
.
1.6.1.c Model Mazmanian dan Sabatier 1983
Model ini disebut sebagai model kerangka analisis implementasi. Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan
kedalam tiga variabel, yaitu:
16
1. Karakteristik dari masalah tractability of the problems sering disebut
dengan variabel independen. Indikatornya adalah: a.
Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan.
b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran.
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi.
d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karakteristik kebijakan undang-undang ability of statute to structure
implementation sering disebut dengan istilah variabel intervening, indikatornya adalah:
16
Winarno, Ibid. Hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
22
a. Kejelasan isi kebijakan.
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis.
c. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan
tersebut. d.
Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana.
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana.
f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan. 3.
Variabel lingkungan nonstatutory variables affecting implementation sering disebut dengan istilah dependen. Indikatornya adalah:
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan
teknologi. b.
Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.
c. Sikap dari kelompok pemilih constituency groups.
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.
Universitas Sumatera Utara
23
1.6.1.d Model George C. Edward III 1980
George Edward III melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap implementasi kebijakan. Menurut
George Edward III, dalam pendekatan studi implementasi harus dimulai dengan suatu pernyataan abstrak seperti yang dikemukakan sebagai berikut:
17
a. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan?
b. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan
implementasi kebijakan? Guna menjawab pertanyaan tersebut, George Edward III mengajukan
empat faktor yang berperan penting dalam keberhasilan implementasi, yaitu: i. Komunikasi communication.
Implementasi kebijakan akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab
dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga pelaku kebijakan mengetahui secara tepat apa yang
menjadi isi, tujuan, kelompok sasaran kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat menyiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan,
17
Winarno, Ibid. Hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
24
agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan secara efektif dan sesuai dengan tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang
amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya.
Di samping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang
bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus
diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan.
Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak
mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak
akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.Komunikasi
implementasi mencakup beberapa hal yaitu: a transformasi informasi, b kejelasan informasi, dan c konsistensi informasi.
ii. Sumber Daya resource
Bukan hanya isi sebuah kebijakan saja yang dikomunikasi secara jelas, sumber daya juga harus tetap dipersiapkan untuk dapat melaksanakan
implementasi kebijakan. Ketersediaan sumber daya dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif
bilamana saumber-sumber pendukungnya tidak memadai. Komponen sumber
Universitas Sumatera Utara
25
daya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan
sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana yang diharapkan, serta
adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
Sumber daya manusia yang tidak memadai jumlah dan kemampuan berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skillkemampuan
para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan
pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini
membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai teknik-teknik kelistrikan. Informasi merupakan sumberdaya penting bagi
pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenai bagaimana cara
menyelesaikankebijakanprogram serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan
kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.
Kekurangan informasipengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
Universitas Sumatera Utara
26
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan
untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakanmengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf,
maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakanprogram harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang
mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.
iii. Disposisi sikap
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah. Ada tiga bentuk sikaprespon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjukarahan pelaksana untuk
merespon program kearah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun
seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi
mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Universitas Sumatera Utara
27
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan
ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan
keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif
bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakanprogram.
iv. Struktur Birokrasi bereaucratic structure
Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-
pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dalam menjalankan kebijakan.
1.6.2 Teori Koalisi