commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih kental dengan budaya Jawanya. Bersama slogannya yang sering kita dengar yang
berbunyi “Solo the Spirit of Java”, masyarakat dan pemerintah Kota Surakarta
bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Berbagai seni dan budaya tumbuh dan berkembang di kota ini, baik seni pertunjukan ketoprak, wayang,
tari, dan lain-lain, maupun seni rupa. Kota Surakarta lebih dikenal sebagai salah satu kota pencipta karya seni rupa yang lebih mengarah kepada seni kriya seni
ukir, batik, keris, dan lain-lain. Kain Batik Surakarta merupakan salah satu peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dalam dunia
Internasional, kain batik lebih dikenal identik dengan Indonesia, dan pada akhirnya batik menjadi salah satu identitas diri yang dimiliki bangsa Indonesia.
Seni dan budaya merupakan warisan leluhur, yang harus dijaga kelestariannya. Pengembangan dan pelestarian budaya Indonesia merupakan tugas
besar yang diemban pemerintah Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Salah satu usaha pelestarian dan pengembangan seni dan budaya ini dapat dilakukan
melalui dunia pendidikan. Crow dan Crow dalam Arif Rohman, 2009:6 berpendapat bahwa
“Pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat
dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi”. Jadi pendidikan dimaksudkan sebagai suatu cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai
kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dalam pendidikan formal di Indonesia memiliki jenjang atau tahapan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal
terdiri atas pendidikan dasar SD, MI atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, dan yang sederajat, pendidikan menengah SMA, MA, SMK, dan yang
commit to user 2
sederajat, dan pendidikan tinggi universitas, akademi, institut, dan yang sederajat.
Pendidikan menengah merupakan pendidikan formal yang melanjutkan pendidikan dasar sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 tahun 1989 pada pasal 15 ayat 1 bahwa pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. dalam Hasbullah, 2005:289.
Pada pendidikan dasar sampai menengah terdapat mata pelajaran seni budaya. M. Jazuli
2008:17 menyatakan bahwa “Hakikat pendidikan seni adalah suatu proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang
bermakna di dalam diri manusia melalui pembelajaran seni”. Melalui pelajaran seni budaya menjadikan anak didik mampu mengembangkan kreativitasnya akan
seni dan budaya bangsa, sehingga pengembangan serta pelestarian seni dan budaya bangsa tetap terjaga dari generasi ke generasi.
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni tentu sudah tidak asing lagi. Apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang
mengembangkan tingkat apresiasi siswa pada kesenian dan kebudayaan. Peningkatan apresiasi seni dan pengenalan siswa terhadap budaya bangsa mereka
perlu dilakukan mulai sekarang, sehingga tumbuhnya rasa kebanggaan nasional dapat dipupuk sejak dini dan pelestarian dapat dilakukan, serta pengklaiman seni
budaya kita oleh bangsa lain dapat dihindarkan seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu arah kebijakan Garis-garis Besar Haluan Negara tentang sosial
dan budaya yaitu: “Melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk
merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif inovatif, sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional”. dalam UUD 1945 GBHN,
2009:121. Melalui pendidikan tentang kesenian dan kebudayaan yang diberikan
commit to user 3
kepada siswa nantinya, maka diharapkan dapat mengembangkan seni dan budaya sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional.
Standar kompetensi pelajaran seni budaya di kelas X semester 1 tahun ajaran 20102011 yang di gunakan pada penelitian ini adalah mengapresiasi karya
seni rupa. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai ialah menampilkan sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa
terapan daerah setempat. Karya seni rupa terapan daerah Surakarta yang diajarkan kepada siswa adalah karya seni batik.
Kondisi pembelajaran apresiasi seni di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta sebenarnya sudah cukup baik, namun materi apresiasi seni yang didominasi
dengan teori membuat siswa kurang antusias dengan pembelajaran. Pada 10 menit awal pelajaran, suasana kelas masih kondusif dan setiap siswa tampak
memperhatikan penjelasan dari guru.
Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4
Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Akan tetapi pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tampak tidak
kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang
disampaikan guru. Siswa-siswa yang tidak memperhatikan tersebut beberapa diantaranya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, bermain rubik,
bahkan ada siswa yang membuka situs facebook pada saat guru sedang
commit to user 4
menerangkan. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran apresiasi seni kurang diminati oleh siswa. Kurangnya antusias siswa pada pembelajaran apresiasi seni
juga dapat dilihat dari nilai materi apresiasi mereka kurang baik.
Gambar 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 Menit Pertama. Dokumentasi: Jauharsari, 2010
Metode pembelajaran yang diberikan guru selama ini adalah metode ceramah dan penugasan. Setelah guru menerangkan, memberikan ceramah materi
tentang karya seni rupa terapan daerah setempat, kemudian kegiatan siswa dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa LKS. Penerapan metode
pembelajaran ceramah yang terus dan berulang-ulang ini dirasakan siswa kurang menarik dan membuat siswa merasa bosan di kelas. Padahal siswa sudah
menyukai cara guru yang menyampaikan materi dengan gaya humoris, hanya saja siswa merasa metodenya kurang bervariasi. Sehingga pelajaran terkesan monoton,
materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada
rendahnya apresiasi seni siswa yang ditunjukkan dengan minimnya perolehan nilai siswa pada materi apresiasi.
Berdasarkan data dari observasi awal, nilai rata-rata siswa kelas X-4 untuk materi apresiasi seni sebenarnya sudah mencapai standar Kriteria Ketuntasan
Minimal KKM. Data yang didapat dari lapangan menunjukkan nilai rata-rata siswa kelas X-4 tahun pelajaran 20102011 pada mata pelajaran seni budaya
materi apresiasi seni adalah 76. Perolehan nilai rata-rata siswa ini tergolong masih
commit to user 5
rendah mengingat standar KKM adalah 75, hal ini seperti yang disampaikan oleh guru mata pelajaran Seni Budaya, Ibu Dra. Krisbiyanti bahwa “Nilai rata-rata
siswa X-4 pada materi apresiasi 76, itu tergolong masih rendah karena sangat beda tipis dengan KKM yang sudah ditentukan. Di kelas lain rata-rata nilainya bisa
mencapai 78”. Di samping itu ternyata pemahaman siswa tentang karya seni rupa
terapan daerah khususnya tentang batik Surakarta masih sangat kurang, dibuktikan dengan sebanyak 41 siswa memiliki nilai yang masih rendah dan
belum mencapai standar KKM yang telah ditentukan. Berikut daftar nilai LKS materi apresiasi siswa kelas X-4 tahun ajaran
20102011: Tabel 1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4
No. NAMA SISWA
LP NILAI
1 AFINA ZAHRA CHAIRUNISSA
P 73
2 AGUSTIN ARI PUJI ASTUTI
P 74
3 AMIRAHANIN NAFI‟AH
P 74
4 ANTARIKSA PRIANGGARA
L 81
5 ARDI PRATAMA
L 75
6 ARIANI BUDININGTYAS
P 79
7 ARIF NUR HAKIM
L 82
8 ARSYAD SILA RAHMANA
L 73
9 ATIKAH FITRIA MUHARROMAH
P 78
10 DHYMAS ENDRAYANA
L 80
11 ESTER DWI ANTARI
P 74
12 FATIMAH ZAROH
P 75
13 FITRIA NURUL AZIZAH
P 81
14 GALIH WAHYU SANGAJI
L 76
15 GALUH PURNAMA AJI
L 70
16 GANANG SURYA KARISMA
L 80
17 GUSTI APRILIA
L 75
18 HANIFIA ULFA FAWZIA
P 79
19 HENI FITRI HASTUTI
P 78
20 IDHAM WIDAGDO UTOMO
L 72
21 INAYAH HAPSARI
P 80
22 LEONI NOOR DAMARANI
P 78
23 MARYAM ALIFIA NURHAYU
P 79
24 NORA SILVIA HANIFA PUTRI
P 76
25 NUGROHO WISNU WIJANARKO
L 72
26 NURCHOLIS SYAIFUDIN
L 70
27 PRAMESTI PRIHUTAMI
P 75
28 RERIE DWI NUGRAHENIE
P 74
29 RIZAL IMAM ROSYID
L 74
30 ROSITA YUNANDA PURWANTO
P 73
31 SHOFIYA RONA GEMINTANG
P 74
32 SULISTYAWATI DYAH APRILIANI
P 79
33 SURYA BUDHI PERMONO
L 73
34 YANI DWI PRATIWI
P 78
JUMLAH 2584
NILAI RATA-RATA 76
commit to user 6
Metode ceramah yang diberikan guru kurang diimbangi dengan cara lain untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran apresiasi. Oleh karena itu
dibutuhkan adanya media pembelajaran yang menarik agar proses pembelajaran berjalan lebih baik dan perhatian siswa dapat tertuju pada materi yang
disampaikan, sehingga apresiasi seni siswa meningkat dan secara otomatis juga akan meningkatkan prestasi belajarnya.
Pemilihan media
pembelajaran yang
digunakan harus
melalui pertimbangan-pertimbangan kondisi pembelajaran yang terjadi di lapangan.
Media yang digunakan guru setidaknya harus dapat menarik perhatian siswa agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Mengingat kondisi siswa kelas X-4
yang kurang memperhatikan materi yang disajikan guru, media visual atau media audio saja belum cukup untuk mengatasi masalah rendahnya apresiasi seni siswa.
Untuk materi apresiasi seni terapan daerah setempat, sebelumnya guru pernah menggunakan media visual saja, yaitu dengan menampilkan contoh-contoh
gambar desain batik hasil karya kakak kelas mereka yang terdahulu dan gambar- gambar yang terdapat pada LKS. Hal ini kurang memberikan dampak yang positif
terhadap peningkatan apresiasi seni siswa. Oleh karena itu, perlu adanya tambahan media pembelajaran, tidak hanya visual saja, tetapi juga audio. Media
pembelajaran yang akan digunakan tersebut merupakan gabungan dari audio dan visual, yaitu media audio visual. Audio, berarti pendengaran, visual berarti
penglihatan. Dengan kata lain media audio visual ialah media yang menyampaikan
pesan ataupun informasi dengan melihat dan mendengar. “Melalui media ini media audio visual, seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang divisualisasikan”. Sri Anitah, 2008:49.
Dengan demikian melalui media audio visual diharapkan dapat menarik perhatian siswa terhadap materi yang disajikan guru sehingga meningkatkan
apresiasi siswa terhadap seni budaya Indonesia, khususnya seni batik Surakarta. Ada dua macam media audio visual yang digunakan dalam upaya peningkatan
apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta, yaitu slide suara dan film dokumenter tentang batik. “Slide suara merupakan jenis media audio visual yang menampilkan
commit to user 7
sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. Sri Anitah, 2008:49. Jadi slide
suara adalah sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan diiringi suara sebagai narasi. Sedangkan film dokumenter adalah gambar hidup yang berupa
realita untuk menyampaikan informasi. Kedua macam media audio visual ini digabungkan untuk menyampaikan materi apresiasi seni terapan daerah yaitu
Batik Surakarta. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Freezone bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif
melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih
kurang minatnya
tentang seni
rupa ”.
dalam http:artzone-
freezone.blogspot.com. Pada penelitian ini menggunakan media tersebut untuk menjelaskan
mengenai Batik Surakarta, mulai dari sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis- jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, serta
makna dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi terhadap
batik diharapkan membangkitkan antusias siswa untuk belajar. Media audio visual ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan
informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual pengetahuan batik diharapkan dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik
Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 20102011.
B. Rumusan Masalah