Tahap Observasi Awal Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4

commit to user 58 dalam mengikuti pelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada beberapa siswa di kelas X-4, siswa menginginkan pembelajaran yang lebih bervariasi, misalnya jalan-jalan ke lapangan secara langsung, atau sekedar melihat video pengetahuan seperti yang dilakukan guru-guru mata pelajaran lainnya. Sedangkan menurut guru, sebelum siswa terjun ke lapangan, siswa harus terlebih dahulu mengetahui dan mengenal materi pelajaran. Dari beberapa kali tatap muka pelajaran seni budaya yang peneliti amati pada kelas X-4, terlihat proses pembelajaran yang hampir sama, baik kegiatan yang dilakukan guru maupun siswanya. Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam. Dalam setiap proses pembelajaran guru tidak pernah memanggil nama siswa satu persatu absensi, tetapi langsung menanyakan pada ketua kelas siapa yang tidak masuk pada hari tersebut. Setelah itu guru langsung menjelaskan pada siswa mengenai materi pelajaran yaitu mengenai karya seni rupa terapan daerah setempat. Setelah menjelaskan, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan LKS lalu dikumpulkan pada akhir pelajaran. Guru kemudian menutup pelajaran.

b. Tahap Observasi Awal

Suasana di kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa pada 10 menit awal pelajaran, sangat tenang dan kondusif dalam melaksanakan proses pembelajaran. Setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru. Beberapa diantaranya ada yang mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru seringkali melontarkan beberapa kalimat lucu yang membuat siswa tertawa. Berikut ini gambar suasana pembelajaran siswa kelas X-4 pada 10 menit awal pelajaran. commit to user 59 Gambar 12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah, Guru Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4 Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tidak kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang disampaikan guru. Kalimat-kalimat lucu yang sering dilontarkan guru justru menjadi bumerang dalam proses pembelajaran, yang menyebabkan siswa terlalu santai dan tidak terfokus pada materi yang disampaikan. Beberapa siswa terlihat membicarakan lelucon yang baru saja disampaikan guru, dan tidak kembali fokus pada materi yang sedang dipelajari. Sesekali terlihat guru menampilkan gambar untuk mendukung penyampaian materi pelajaran. Akan tetapi beberapa siswa terlihat tetap tidak memperhatikan. Hal ini dikarenakan gambar yang ditampilkan guru kurang menarik. Gambar-gambar yang diperlihatkan guru adalah gambar-gambar print cetak ukuran A4 ataupun fotokopi dari buku, dan berupa gambar- gambar hasil karya kakak kelas mereka sebelumnya. Kelas menjadi semakin tidak kondusif pada saat guru memerintahkan siswa untuk mulai mengerjakan LKS. Banyak siswa yang melakukan aktifitas lain, misalnya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, atau mengerjakan tugas pelajaran lain. Berikut ini beberapa gambar suasana kelas X-4 yang sudah tidak lagi kondusif pada saat pembelajaran materi apresiasi seni berlangsung. commit to user 60 Gambar 13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Gambar 14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Gambar 15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni. Dokumentasi: Jauharsari, 2010 commit to user 61 Gambar 16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS. Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Gambar 17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif Dokumentasi: Jauharsari, 2010 Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru jarang sekali berjalan mengelilingi kelas untuk sesekali mengontrol siswa yang sedang mengerjakan LKS. Dari empat kali pertemuan, guru hanya 3 kali berkeliling kelas dan lebih banyak duduk di depan kelas sambil menunggu siswa-siswinya selesai mengerjakan LKS. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemantauan dari guru, sehingga seringkali guru tidak mengetahui beberapa siswanya yang tidur, bahkan mengerjakan tugas pelajaran lain, atau sekedar bercanda dengan teman sebangkunya. commit to user 62 Setelah mengerjakan LKS, siswa diminta untuk mengumpulkan LKS tersebut dan dinilai. Guru juga pernah memberikan tugas rumah bagi siswanya untuk membuat makalah mengenai batik tradisional. Materi apresiasi seni rupa terapan daerah memang didominasi dengan teori yang membuat siswa kurang antusias, karena menurut siswa pelajaran seni budaya seharusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan dan menghibur, bukan pelajaran yang dipenuhi dengan pemberian teori-teori. Padahal, materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada karya seni rupa tersebut. Sehingga teori-teori tentu sangat dibutuhkan siswa dalam melakukan apresiasi seni. Pemberian materi melalui metode ceramah dan penugasan yang berulang-ulang, proses pembelajaran menjadi monoton, sehingga materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa. Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa pada materi ini. Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi secara langsung dengan maksud mengetahui tingkat kemampuan awal siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat, yaitu Batik Surakarta yang meliputi aspek afektif dan kognitif. Aspek kognitif diukur berdasarkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Pemahaman siswa tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai siswa pada tugas yang diberikan guru atau dalam bentuk LKS. Sedangkan aspek afektif diantaranya ialah kehadiran siswa, memperhatikan materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Hasil observasi dan data-data yang diperoleh dari guru maupun lapangan menunjukkan bahwa masih banyak diantara siswa kelas X-4 yang commit to user 63 belum tuntas hasil belajarnya baik dari aspek afektif maupun kognitif. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya siswa yang belum mencapai ketuntasan dalam belajarnya menunjukkan rendahnya kemampuan siswa dalam mengaparesiasi karya seni rupa daerah setempat. Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi awal di kelas X-4, sebanyak 15 siswa atau 44 dari 34 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah khususnya Batik Surakarta dengan baik. Sedangkan pada pemahaman materi sebanyak 14 siswa atau 41 dari 34 siswa belum memenuhi standar KKM yang menunjukkan siswa kurang memahami materi apresiasi seni dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini. 35 30 25 Belum Tuntas 20 Sudah Tuntas 15 10 5 44 56 41 59 A B Gambar 18. Grafik Persentase Hasil Aspek Afektif dan Kognitif Siswa pada Kondisi Awal c. Tahap Refleksi Awal Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti beberapa kali, pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat terlihat kurang efektif dan efisien. Selama ± 2 x 45 menit guru memberikan ceramah dan penugasan LKS. Waktu tersebut seharusnya dapat membuat siswa memahami apa yang sudah disampaikan oleh guru. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, sebagian besar siswa kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan metode ceramah dan penugasan LKS. Padahal guru sudah berusaha untuk menarik perhatian siswa agar tidak bosan yaitu dengan Keterangan: A: Afektif commit to user 64 melontarkan lelucon-lelucon di sela-sela penjelasan materi. Sehingga yang terjadi adalah guru dan siswa sudah membuang waktu dan tenaganya untuk hasil yang tidak maksimal. Dari observasi yang dilakukan peneliti maka diperoleh data bahwa siswa terlihat kurang antusias dalam menerima materi berupa teori dalam pelajaran seni budaya. Hal ini dapat dilihat dari keafektifan siswa, yaitu kehadiran siswa, perhatian siswa pada materi yang disampaikan, keaktifan siswa dalam bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, serta ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Fakta lain yang peneliti temukan di lapangan yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru melalui metode ceramah, hal ini dibuktikan dengan masih adanya siswa yang memiliki nilai kognitif di bawah KKM. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, maka diketahui bahwa siswa cenderung merasa bosan pada saat guru menyampaikan materi yang berupa teori. Siswa mengeluhkan bahwa guru kurang memberikan variasi dalam mengajar. Sementara itu dari hasil wawancara dengan guru, guru menyadari bahwa ia kurang dapat memberikan alternatif metode pengajaran lain yang mampu membangkitkan antusiasme siswa. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan guru dalam mengoptimalkan fasilitas yang ada di dalam kelas. Disamping itu, pihak sekolah yang tidak menyediakan ruang khusus seni rupa atau galeri di sekolah sehingga kegiatan siswa untuk berapresiasi seni kurang maksimal. Sekolah memberikan fasilitas untuk seluruh mata pelajaran berupa komputer LCD, proyektor LCD, dan layar proyektor, yang masing-masing terdapat di dalam setiap kelas. Dari hasil observasi tersebut, maka peneliti dan guru melakukan refleksi untuk mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan di kelas, yaitu melakukan upaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap seni rupa terapan daerah. Tindakan perbaikan yang pertama di lakukan ialah dengan meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pelajaran berlangsung. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan menarik antusiasme dan perhatian siswa agar dapat menangkap materi yang diajarkan, yang commit to user 65 selanjutnya siswa diharapkan mampu memahaminya dengan baik. Dari hasil kegiatan refleksi dengan guru, maka diperoleh solusi untuk permasalahan kelas X-4, yaitu menyampaikan materi dengan menggunakan media audio visual pengetahuan tentang batik. Solusi ini diperoleh mengingat sebelumnya guru belum pernah mencoba untuk menggunakan media audio visual sebagai variasi dalam mengajarnya. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, ternyata siswa lebih menyukai penyampaian materi yang diselingi dengan pemberian gambar-gambar bersuara, atau film dokumenter agar tidak bosan dengan materi apresiasi seni yang memang dipenuhi dengan teori-teori. Fasilitas dari sekolah yang tersedia selama ini juga kurang dimanfaatkan dalam pembelajaran, sehingga peneliti dan guru dalam hal ini berupaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada. Proses tindakan perbaikan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus, masing-masing siklus 2 pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1 Tahap Perencanaan, merupakan persiapan peneliti sebelum terjun ke lapangan, pada tahap ini peneliti membuat rencana penelitian, mempersiapkan rencana pembelajaran, mempersiapkan media yang akan digunakan dalam penelitian, dan lain-lain; 2 Tahap Pelaksanaan Tindakan, ialah penerapan dari perncanaan dan scenario pembelajaran yang sudah disiapkan; 3 Tahap Observasi, dilakukan untuk mengatahui keadaan lapangan dengan mengamati secara langsung; 4 Tahap Refleksi, dilakukan dengan mengevaluasi proses pembelajaran siswa, hasil tes, media yang digunakan, serta hasil wawancara. Refleksi ini dilakukan untuk menggali masalah-masalah yang terjadi selama proses pembelajaran, kemudian dilakukan perbaikan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut. commit to user 66

B. Deskripsi Siklus I

Dokumen yang terkait

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR PASSING ATAS BOLAVOLI MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS X 3 SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010 2011

0 5 110

PENGETAHUAN MITIGASI BENCANA BANJIR MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 3 Pengetahuan Mitigasi Bencana Banjir Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 3 Surakarta Tahun 2013.

0 2 19

PENDAHULUAN Pengetahuan Mitigasi Bencana Banjir Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 3 Surakarta Tahun 2013.

0 2 8

PENGETAHUAN MITIGAAUDIO VISUAL S Pengetahuan Mitigasi Bencana Banjir Melalui Media Audio Visual Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 3 Surakarta Tahun 2013.

0 2 8

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Media Audio Visual Bagi Anak Tunagrahita Di SLB Negeri Surakarta.

0 1 19

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Media Audio Visual Bagi Anak Tunagrahita Di SLB Negeri Surakarta.

0 1 17

UPAYA PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MEDIA STUDENT UPAYA PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MEDIA STUDENT WORKSHEET (PTK Siswa Kelas X SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajar 201

0 1 16

BAB 1 PENDAHULUAN UPAYA PENINGKATAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MEDIA STUDENT WORKSHEET (PTK Siswa Kelas X SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajar 2010/2011).

0 0 6

PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI KELAS X SMA BATIK 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010.

0 0 8

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR BERMAIN TRUMPET SISWA KELAS X A MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL DI SMK NEGERI 8 SURAKARTA.

0 0 106