commit to user 9
Sedangkan 44 lainnya atau sebanyak 15 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah khususnya Batik
Surakarta. Tabel 2. Indikator Keberhasilan Penelitian
NO INDIKATOR
ASPEK PENILAIAN TARGET KETERANGAN 1.
Siswa mampu mengidentifikasi
dengan baik pengetahuan
tentang karya seni terapan daerah
setempat yaitu Batik Surakarta
Siswa mampu menjelaskan dengan
baik pengetahuan tentang Batik
Surakarta setelah melihat tayangan
media audio visual. 80
Ditunjukkan dengan siswa
yang memperoleh
nilai ≥75pada tes kognitif
2 Siswa mampu
menunjukkan dengan baik sikap
menghargai terhadap karya
seni rupa terapan daerah yaitu Batik
Surakarta. Perhatian dan
keaktifan siswa dalam
mengungkapkan pendapatnya
80 Dinilai
berdasarkan lembar observasi
afektif siswa
E. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat umum yang diperoleh dari proses pembelajaran apresiasi seni dengan media audio visual adalah :
1. Pembelajaran apresiasi seni lebih menarik
2. Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi
3. Siswa lebih mudah dalam memahami materi
Secara khusus manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dengan adanya media audio visual gabungan slide suara dan film dokumenter dalam
pembelajaran maka siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik yaitu meningkatnya
apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat.
commit to user 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari kata “instruction” Wina Sanjaya, 2006: 78. Istilah yang sering dipakai dalam dunia pendidikan di
Amerika Serikat ini menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Seiring dengan perkembangan teknologi, siswa semakin mudah dalam mempelajari
sesuatu melalui berbagai media. Hal ini menuntut adanya perubahan dari peran guru sebagai sumber belajar, menjadi pengelola dan fasilitator dalam proses
pembelajaran. Lebih lanjut Wina mengatakan “Guru tidak lagi memposisikan diri sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus
berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri”. Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung interaksi antara guru
dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Guru memberi materi sedangkan murid yang menerima, dengan kata lain
dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru mengajar. Menurut Syaiful Sagala 2006:61, mengatakan bahwa “Pembelajaran
ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Berhasil tidaknya
pendidikan siswa tergantung dari keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru dan siswanya. Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah
membelajarkan siswa siswa melakukan proses belajar. William H. Burton dalam Syaiful Sagala, 2006:61 mengatakan bahwa mengajar adalah upaya
memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Pembelajaran dapat terjadi di mana saja, selama terjadi interaksi yang bersifat edukatif. Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala,
2006: 61, menyatakan bahwa “Proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu
dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
commit to user 11
...”. Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan berupa bantuan yang diberikan secara sengaja untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau
pengetahuan baru. Bantuan dapat berupa pemberian informasi, pengerahan, pemberian fasilitas belajar agar proses belajar berjalan lancar.
2. Apresiasi Seni
Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni tentu sudah tidak asing lagi. Dalam kamus Bahasa Indonesia Lengkap Soeharso
Ana Retnoningsih, 2009:47 istilah apresiasi berarti “penghargaan”. Dengan demikian apresiasi seni dapat diartikan sebagai penghargaan terhadap karya seni.
Apresiasi merupakan kegiatan menghargai dan mengerti sebuah karya. Nooryan Bahari 2008:148 menyatakan bahwa “Istilah apresiasi berasal dari kata
Latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle, yang artinya to value at price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa Inggris disebut appreciation yang
artinya penghargaan dan pengertian”. Sehingga, apresiasi tidak hanya menghargai sebuah karya seni, akan tetapi juga mengerti makna yang disampaikan
senimannya melalui karya seni tersebut. Mengapresiasi adalah sebuah proses untuk memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Nooryan juga
mengatakan “Apresiasi adalah proses pengenalan nilai-nilai seni, untuk menghargai dan menafsirkan makna arti yang terkandung didalamnya”.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan apresiasi seni pada akhirnya harus dapat membawa siswa kepada pengenalan dan penghayatan
dari nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni. Penghargaan dan penilaian dalam apresiasi tergantung tingkat pemahaman
masing-masing individu, misalnya untuk dapat menikmati performance art pertunjukan seni seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang performance
art, sehingga simbol-simbol yang diungkapkan melalui performance art dapat dinikmati dan dimaknai dengan baik. Bagi seseorang yang tidak memiliki
pengetahuan tentang performance art kurang mampu menikmati keindahan yang terkandung dalam performance art.
Kegiatan apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang mengembangkan tingkat penghargaan siswa terhadap sebuah karya seni. Kegiatan ini
commit to user 12
menumbuhkembangkan potensi siswa serta kreativitas siswa. Melalui apresiasi seni diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa untuk lebih
menghargai setiap karya seni yang ditampilkan. Kegiatan berapresiasi seni sangat bermanfaat untuk memperoleh pengalaman baru, memperkaya jiwa, menanamkan
rasa cinta bangsa, serta meningkatkan ketahanan seni dan budaya. Apabila keragaman seni budaya dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa
di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari
berbagai latar belakang budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan mengenal, memahami, mengerti hasil seni budaya bangsa sendiri merupakan
wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesamanya, yang pada gilirannya juga dapat meningkatkan ketahanan budaya bangsa.
M.Jazuli, 2008: 84.
Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan penghargaan dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Untuk melakukan kegiatan
apresiasi seni, seseorang terlebih dulu harus memiliki pengertian, pemahaman, dan pemaknaan secara baik terhadap sebuah karya seni. “Materi apresiasi seni
pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi seni rupa
” Taufik, 2003:7. Seseorang juga perlu mempelajari sejarah dan teori seni bersangkutan untuk meningkatkan pemahaman seninya. Lebih lanjut Taufik
juga menjelaskan bahwa ”Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan
sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada seni rupa tersebut”.
Kegiatan apresiasi seni tidak hanya dapat dilakukan dengan metode ceramah teori saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan variasi cara lain misalnya
dengan langsung datang ke lapangan tempat karya seni tersebut dibuat, atau melihat tayangan pengetahuan tentang sebuah karya seni melalui media komputer,
televisi, video, dan lain-lain. Yayah Khisbiyah 2001: xii mengatakan bahwa “Apresiasi bisa juga diajarkan melalui pengalaman langsung. Misalnya, siswa
menonton pertunjukan atau pameran, mendengarkan rekaman, menonton video,
commit to user 13
dan berpraktik serta berimprovisasi sendiri dengan instrumen dan unsur-unsur kesenian lainnya”.
Kegiatan apresiasi seni dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu memahami dan menghargai sebuah karya seni. Yayah Khisbiyah 2001:105
mengatakan bahwa “Apresiasi seni dapat didefinisikan sebagai dicapainya kemampuan untu
k memahami kesenian dengan penuh pengertian”. Sehingga jika siswa telah mampu mengenali dan memahami sebuah kesenian dengan baik, maka
baru dapat dikatakan siswa tersebut telah berapresiasi dengan baik. Dalam apresiasi seni, hendaknya siswa diberikan pemahaman dan pengenalan mengenai
kesenian tradisi Nusantara. Sehingga siswa mampu mengenali dan memahami jati diri bangsanya sendiri.
Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat, SMA Negeri 1 Surakarta memilih materi batik yang diapresiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan
langkah yang tepat untuk siswa memahami lebih dalam karya seni yang ada di sekitar mereka. Dalam kata pengantarnya Yayah juga mengatakan bahwa “Jenis
kesenian yang dipilih dalam apresiasi seni seyogyanya adalah kesenian tradisi Nusantara, karena sebagai anak bangsa, peserta didik sudah selayaknya
mengetahui khazanah kesenian tradisi bangsanya sendiri”. Lebih lanjut lagi, Yayah mengatakan “Dengan demikian, apresiasi terhadap kesenian tradisional
Nusantara ini diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya sekaligus memahami pluralitas bangsanya”.
Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat yang disampaikan adalah pengetahuan dasar mengenai batik Surakarta. Di antaranya adalah sejarah
munculnya batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, dan makna pola batik Surakarta dan penggunaannya pada
jaman dahulu dan saat ini. Dengan mengenalkan siswa lebih dalam mengenai pemahaman dan pengetahuan tentang batik Surakarta, maka diharapkan siswa
mampu meningkatkan apresiasinya terhadap batik Surakarta. Berdasarkan silabus kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran
20102011, dalam pelajaran Seni Budaya materi apresiasi seni lebih dominan teori. Materi apresiasi yang lebih didominasi penyampaian teori membuat siswa
commit to user 14
kurang antusias dengan materi pembelajaran tersebut. Penyampaian materi yang kurang tepat oleh guru juga menjadi faktor lain penyebab siswa kurang antusias
dengan materi apresiasi seni. Akibat dari kurangnya antusias siswa terhadap materi pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat adalah
rata-rata hasil belajar siswa X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 20102011 pada materi apresiasi seni rupa hanya sampai pada standar penilaian cukup yaitu
76, secara otomatis berpengaruh pada tingkat apresiasi siswa terhadap batik Surakarta itu sendiri.
Kegiatan apresiasi yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap materi dan sikap menghargai siswa terhadap karya
seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Kegiatan tersebut dinilai peningkatannya melalui hasil pengamatan selama penelitian berlangsung di kelas
dan nilai tes berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Pada hasil akhirnya, apresiasi siswa dikatakan baik jika siswa memenuhi indikator-indikator yang telah
ditentukan.
3. Batik Surakarta
Batik memang saat ini tengah menjadi sebuah perbincangan menarik dalam kancah dunia internasional. Bukan hanya karena kerumitan proses
pembuatan, akan tetapi juga keunikan dan keindahan corak dan motif yang sangat indah dan penuh dengan makna. Asmito dalam Edi Kurniadi, 1996:3
berpendapat “Bahwa batik merupakan satu unsur kebudayaan Indonesia asli. Batik di Indonesia dikagumi oleh bangsa lain bukan hanya karena prosesnya yang
rumit yang membutuhkan ketekunan dan waktu yang lama, tetapi corak atau motifnya sangat halus”.
a. Pengertian Batik
Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia. Melalui batik dapat dipelajari banyak hal mengenai ilmu hidup karena biasanya
setiap motif batik selalu mengandung makna tertentu. Batik Indonesia juga merupakan karya seni yang dikagumi dunia internasional dan patut untuk
dibanggakan. Batik merupakan seni menggambar di atas kain dengan
commit to user 15
menggunakan canthing dan malam lilin batik untuk dijadikan pakaian keluarga raja-raja di Indonesia zaman dahulu.
Istilah batik berasal dari „amba‟jawa, yang artinya menulis dan „nitik‟. Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak -menggunakan canthing
atau cap- dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna corak bernama „malam‟ lilin yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan
masuknya bahan pewarna. Aep S Hamidi 2010: 7. Santosa Doellah 2002:10 berpendapat bahwa “Batik adalah sehelai
wastra -yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga digunakan dalam matra tradisional- beragam hias pola batik tertentu yang
pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam „lilin batik‟
sebagai bahan perintang warna”. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam hias atau corak tertentu yang dibuat dengan canting dan atau cap dengan
menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.
b. Sejarah Batik Surakarta
Kerajaan Mataram pada abad 16 menjadi awal berkembangnya batik di tanah Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta. Nicolas Van Gna dalam Edi
Kurniadi, 1996:3 mengatakan bahwa ”Batik pada jaman Mataram bertambah halus kualitasnya setelah adanya pengiriman mori dari Belanda”. Wilayah
Kerajaan Mataram kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Pecahnya kerajaan Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta menjadikan adanya pembagian benda-benda peninggalan kerajaan
Mataram. Seperti gamelan, keris, tombak, dan benda-benda peninggalan lainnya. Namun untuk peninggalan berupa tatanan busana, berdasarkan perintah dari
Pakubuwono II kepada Pakubuwono III, maka seluruh busana yang dimiliki Keraton Surakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I raja dari Keraton
Yogyakarta. Semenjak terbaginya wilayah Mataram tersebut segala isen-isen keprabon
berupa pusaka, gamelan, titihan kereta, tandu joli kremun, juga dibagi menjadi dua, juga busana corak Mataram dikehendaki oleh KP
commit to user 16
Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana itu sebelumnya telah diwasiatkan oleh Pakoe Boewono II kepada Pakoe
Boewono III, sebelum diangkat menjadi raja “Mbesok menawa pamanmu Mangkubumi hangersakake ageman, paringna
”. Artinya „apabila kelak pamanmu Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja‟. Kalinggo,
2002:8
Sejak saat itu, seluruh peninggalan kerajaan Mataram yang berupa busana dibawa ke Yogyakarta seperti yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena seluruh
busana diberikan pada Hamengkubuwono I, maka terjadilah kekosongan tatanan busana khususnya motif batik di keraton Surakarta. Oleh karena itu, mulai
pemerintahan Pakubuwono III di keraton Surakarta akhirnya dibuatlah tatanan busana gaya Surakarta berikut pola-pola batiknya. Seperti yang diungkapkan
Kalinggo 2002:9 “Selanjutnya Sampeyan Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono III membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta
gaya Surakarta. Termasuk dalam kain bathik untuk nyampingan coraknya mengalami perubahan-
perubahan menyesuaikan dengan busana baru”. Kemudian Kalinggo juga menyatakan, “Sejak disesuaikan dengan model busana yang baru
itu, bathik Surakarta mulai berkembang corak-corak atau motifnya. Aneka ragam corak baru bathik di Surakarta itu yang kemudian disebut sebagai bathik gagrak
Surakarta”. Di sinilah kemudian batik berkembang di Surakarta. Pada awalnya, pembuatan batik keraton dikerjakan di dalam keraton dan
dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola dan pembatikannya dikerjakan oleh para putri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi
dalem. Menurut Santosa Doellah 2002: 54 mengatakan bahwa “Pada zaman
dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai
kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridha Tuhan Yang Maha Esa”.
Karena itulah, motif atau ragam hias batik senantiasa terkesan memiliki keindahan dan mengandung nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptaan,
penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
commit to user 17
Peningkatan kebutuhan batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton membuat batik tak dapat lagi hanya dikerjakan oleh para putri istana dan abdi
dalemnya. Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar tembok istana. Batik kemudian tidak hanya dikerjakan di dalam tembok keraton,
akan tetapi juga dikerjakan para abdi dalem di rumah mereka sendiri untuk memenuhi pesanan dari keraton.
Batik telah ada sejak lama di Indonesia dan setelah pertengahan abad ke-17 setelah masa Kartasura, maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh para
bangsawan saja, kemudian fungsinya telah meluas dan keluar pagar keraton. Sejak itulah batik dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun masih terbatas
pada jenis motif-motif tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Edi Kurniadi, 1996:5.
Semakin lama rakyat menjadi tertarik dengan batik karena proses pembuatannya yang menarik, di samping itu corak dan motif yang digambar pada
kain dengan lilin menjadi daya tarik tersendiri. Batik pun berkembang dari yang hanya digunakan oleh keluarga keraton, menjadi pakaian yang disenangi rakyat
biasa di luar keluarga keraton. Awalnya batik dikerjakan terbatas dalam keraton saja. Hasilnya pun hanya
untuk dipakai raja, keluarga, dan para abdi dalemnya. Karena banyak pengikut raja yang tinggal di luar keraton, proses mengerjakan kerajinan ini
dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama-kelamaan, masyarakat di luar keraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Dan
selanjutnya, meluas menjadi pekerjaan rumahan kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang. Terjadilah perubahan. Batik yang awalnya hanya
dijadikan pakaian keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik perempuan maupun pria. Aep S Hamidi, 2010:9.
Perkembangan penggunaan batik yang semakin pesat pada saat itu menyebabkan penurunan makna atau nilai yang terkandung pada motif batik yang
digunakan. Kalinggo Honggopuro 2002:9 mengatakan bahwa “Tatanan dalam penggunaan bathik menjadi kabur. Kain bathik yang diperuntukkan bagi
bangsawan dan untuk kawula tidak jelas, sehingga sulit untuk membedakan status para pemakainya”. Pemakaian batik yang semakin lama semakin meluas
menyebabkan tatanan dalam penggunaan kain batik menjadi kabur. Oleh karena itu kemudian Pakubuwono III membuat suatu aturan tatanan pemakaian kain batik
commit to user 18
di Surakarta agar penggunaannya lebih teratur serta penghayatan terhadap makna yang dikandung setiap motifnya tidak pudar.
Menurut Santosa Doellah 2002: 55 “Perluasan pemakaian batik menyebabkan pihak keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat
ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya mengatur sejumlah pola yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga
istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga istana ini disebut sebagai “pola larangan”.
Pakubuwono III mengatakan “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu laranganingsun, bathik sawat lan bathik parang, bathik cemukiran kang
calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik cemukiran kang calacap lung-lungan, kanng sun wenangake anganggoa
pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun padha wedia
.” Yang artinya, “Ada beberapa jenis kain bathik yang menjadi larangan saya yaitu
bathik lar, bathik parang, bathik cemukiran yang berujung seperti paruh podang, bangun tulak lenga teleng serta berwujud tumpal dan juga bathik
cemukiran yang berbentuk ujung lung daun tumbuhan yang menjalar di tanah, yang saya ijinkan memakai adalah patih dan para kerabat saya.
Sedangkan para kawula tidak diperkenankan”. Kalinggo Honggopuro, 2002:9.
Pola larangan tersebut di antaranya: pola parang, terutama parang rusak barong, pola cemukiran, udan liris, semen, dan beberapa pola lainnya. Pola
larangan ini berlaku di kalangan keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta. Santosa Doellah 2002:55 mengatakan “Seiring dengan perubahan zaman, pihak
keraton pun memperlonggar kebijakan mengenai pola larangan. Peraturan pola larangan hanya berlaku di dalam keraton, terutama bila ada upacara-
upacara”. Pola ini pada akhirnya tidak hanya dipakai oleh raja dan keluarganya saja, akan
tetapi juga dapat dipakai oleh masyarakat umum. Namun penggunaan pola larangan ini masih berlaku pada di lingkungan keraton baik Surakarta maupun
Yogyakarta terutama pada saat upacara-upacara adat Jawa tertentu. c.
Makna Pola Batik Surakarta dan Penggunaanya Pola-pola batik Surakarta yang sering dikenal di antaranya truntum,
sidoluhur, sidomukti, dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pola batik Surakarta yang masih sering dijumpai dan digunakan masyarakat Surakarta
commit to user 19
pada acara-acara tertentu terutama pada upacara-upacara adat Jawa. Pola-pola Batik Surakarta tersebut antara lain:
1. Pola Parang
Kata parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau pinggiran sebuah tebing yang berbentuk “lereng”. Pola parang termasuk
salah satu pola larangan, yaitu pola batik yang tidak boleh dikenakan oleh rakyat jelata. Pola parang hanya boleh dikenakan raja dan
keturunannya, serta para pejabat keraton dan bangsawan. Pola parang tidak diperbolehkan bagi rakyat biasa karena yang membuat pola ini
adalah Panembahan Senopati, yaitu pendiri kerajaan Mataram yang nantinya memiliki keturunan Raja-raja Mataram.
Asti Suryo Astuti mengatakan, “Awal mula terciptanya motif parang adalah pada waktu itu Panembahan Senopati melakukan meditasi
dan berjalan dari pantai Kusumo menuju desa Dlepih. Ditengah- tengah perjalanan itu atau pada saat meditasi itu menghadap ke laut,
beliau melihat tebing atau pereng-pereng yang terkena air dan hempasan ombak sehingga perengnya rusak. Maka ada pola parang
rusak. Sehingga pada saat beliau pulang lalu minta dibuatkan pola parang rusak. Oleh karena itu pola parang rusak dan turunannya
yaitu parang barong, parang kusumo, parang klithik, dan beberapa jenis parang lainnya tidak boleh dipakai jika bukan keturunan dari
Panembahan Senopati”. Pola parang yang diciptakan oleh Panembahan Senopati tersebut
diilhami oleh tebing atau pereng yang rusak karena hempasan ombak. Maka pola yang diciptakan Panembahan Senopati tersebut dinamakan
Parang Rusak. Pola parang rusak melambangkan kekuatan, kekuasaan, kewibawaan, kebesaran, dan gerak cepat, sehingga pemakainya
diharapkan dapat sigap dan sekatan. Konon, menurut kepercayaan bahwa membuat batik parang tidak boleh melakukan kesalahan dalam
pembatikannya, atau harus sekali jadi. Karena jika melakukan kesalahan dalam pembatikannya, maka dapat menghilangkan kekuatan gaibnya.
commit to user 20
Gambar 3. Batik Parang Rusak Dokumentasi: Jauharsari, 2010
2. Pola Lereng
- Udan Riris
Pencipta pola udan Riris adalah Pakubuwono III. Latar belakang lahirnya pola ini adalah dari keprihatinan Pakubuwono III
karena Perjanjian Giyanti yang membagi dua Kerajaan Mataram, yaitu Suarakarta dan Yogyakarta. Ketika itu Pakubuwono melakukan
semedi dengan berendam di Sungai Premulung di desa Laweyan. Pada saat beliau melakukan semedi tersebut, tiba-tiba turun gerimis yang
tertiup angin. Suasana tersebut mengilhami beliau untuk menciptakan pola batik. Sepulang dari semedi baliau langsung minta dibuatkan
motif batik dengan pola yang berbentuk garis-garis miring atau diagonal seperti air hujan tertiup angin yang dilihatnya selama ia
bersemedi. Motif ini kemudian dinamakan dengan udan riris. Pola ini juga termasuk pola larangan. Makna simbolis dari udan riris adalah
melambangkan kesuburan atau mengarah pada kemakmuran.
commit to user 21
Gambar 4. Batik Udan Riris Dokumentasi: Heriyanto, 2008
3. Truntum
Dalam bahasa jawa, truntum berarti menuntun. Pola truntum ini awal mulanya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk yaitu salah satu
permaisuri Pakubuwono ke IV yang bersedih hatinya karena merasa diabaikan oleh raja karena belum juga dikaruniai keturunan. Kanjeng Ratu
Beruk dikembalikan ke keputren, yaitu tempat putri atau selir-selir raja tinggal. Karena bersedih, Ratu Beruk berdoa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berpuasa beberapa hari. Konon, beliau tiba-tiba mendapatkan bisikan untuk membatik. Di tengah kesendirian itulah ia melihat di langit
di tengah malam banyak bintang gemerlap menemani dirinya dalam kesepian. Insipirasi itulah yang ditangkap dan dituangkan dalam pola
batik. Pada suatu hari dalam perjalanan membuat batik tersebut, kebetulan Pakubuwono IV datang dan melihat Ratu Beruk membatik, ketika raja
bertanya apa nama batik yang dibuat, Ratu Beruk belum memiliki nama untuk batik yang dia buat tersebut. Sampai akhirnya kain batik itu jadi,
Pakubuwono IV mengajak Ratu Beruk untuk kembali ke Istana menemani beliau. Pada saat itu juga Ratu Beruk menamakan batik yang ia ciptakan
dengan nama ”Truntum” yang artinya bersatu kembali.
commit to user 22
Truntum juga berarti menuntun. Truntum memberikan gambaran kehidupan manusia tidak akan lepas dari ”pepeteng” atau kegelapan
selalu memiliki masalah. Visualisasi truntum seperti bentuk bintang yang bersinar. Walaupun hanya sinar bintang semoga mendapatkan penerangan
dalam artiannya keluar dari masalah. Kain ini dipakai oleh orang tua pengantin dalam upacara pernikahan. Diharapkan si pemakai orang tua
mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra putrinya untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh lika-liku.
Gambar 5. Batik Truntum Dokumentasi: Jauharsari, 2010
4. Pola-pola Ceplok
a. Pola Sidamulyo
Makna dari pola Sidomulyo adalah harapan akan kehidupan kelak dapat tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kamulyan atau
kebahagiaan batin yang tenang dan tenteram dari Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya Sidamulyo memiliki bentuk yang sama dengan
Sidamukti dan Sidaluhur, akan tetapi Sidamulyo memiliki latar atau dasar putih. Pola ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat Jawa.
commit to user 23
Gambar 6. Batik Sidomulyo Dokumentasi: Heriyanto, 2008
b. Pola Sidamukti
Mukti artinya mulyo dan luhur, batik ini merupakan harapan agar dapat tercapai kedudukan yang lebih tinggi luhur dan diberi
rejeki yang lebih mulyo. Batik ini banyak dipakai untuk segala upacara tradisi. Di antara pada upacara-upacara pernikahan, tujuh
bulanan ibu hamil, khitanan, dan lain-lain. Batik ini merupakan perkembangan dari Sidamulya, oleh Pakubuwono IV digantikan isen-
isen dengan ukel.
Gambar 7. Batik Sidomukti Dokumentasi: Wikipedia
commit to user 24
c. Pola Sidaluhur
Pemakaian batik Sidaluhur melambangkan suatu pengharapan dalam hidupnya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi
panutan bagi masyarakat. Pola batik ini juga biasa digunakan pada upacara-upacara adat jawa, seperti misalnya pernikahan adat Jawa.
Gambar 8. Batik Sidoluhur Dokumentasi: Kalinggo Honggopuro, 2002
“Sebenarnya bathik Sidamukti, Sidaluhur, dan Sidamulya mempunyai motif yang sama. yang mebedakan adalah warna dasar dari bathik itu. Sidamulya
mempunyai dasar pelataran putih, Sidaluhur mempunyai dasar pelataran hitam, dan Sidamukti dasar pelataran ukel
”. Kalinggo Honggopuro, 2002: 147.
4. Media
a. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. Azhar Arsyad, 2005:3. Gerlach dan Ely
mengemukakan bahwa “Media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. dalam Azhar
Arsyad. Sementara itu menurut ahli lain, “Kata media berasal dari bahasa Latin,
yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang
commit to user 25
terletak di tengah antara dua pihak atau kutub atau suatu alat”. Sri Anitah, 2008:1. Lebih lanjut Sri Anitah juga mengatakan bahwa media juga dapat
diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi.
Dengan demkian dapat dikatakan bahwa media merupakan segala bentuk hal yang berperan sebagai perantara atau pengantar pesan informasi. Misalnya
guru, buku teks, gambar, dan lain-lain. Association for Educational Communication and Technologi AECT
dalam Sri Anitah , 2008: 1 mendefinisikan “Media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk men
yalurkan informasi”. Sementara dalam ruang lingkup pendidikan, media menurut Gagne dalam Arif Sadiman, Rahardjo, Anung
Haryono, Rahardjito, 1986: 6, “Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga dapat
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa.
Briggs dalam Arif Sadiman et al, 1986: 6 juga mengemukakan bahwa “Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang
siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh- contohnya”.
Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional National Education Association memiliki pengertian sendiri tentang media. NEA mengatakan
bahwa “Media adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya”.
dalam Arif Sadiman et al, 1986: 7. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media
adalah alat perantara berbentuk apa saja yang dapat didengar, dilihat, dan diraba yang berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan perhatian seseorang. b.
Media Pembelajaran Menurut Briggs dalam Sri Anitah, 2008: 1 berpendapat bahwa “Media
pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya buku, video tape, slide
commit to user 26
suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian”.
Selanjutnya Sri Anitah juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi
yang memungkinkan pebelajar menerima penge tahuan, keterampilan, dan sikap”.
Sementara Heinich, dan kawan- kawan mengemukakan bahwa “Istilah medium
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima”. dalam Azhar Arsyad, 2005:4.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan media pembelajaran adalah segala macam benda, alat, bahkan manusia yang mengantarkan pesan antara pemberi
pesan kepada penerima pesan atau informasi untuk suatu tujuan pembelajaran. Sri Anitah, 2008:2 berpendapat “Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu
tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran”.
Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta
kreativitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh siswa. Kemudian siswa mulai bergerak dengan cara memahami apa yang
disampaikan guru, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Sudjana dan Rivai dalam Azhar Arsyad, 2005:24 mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:
1 Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar 2
Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran 3
Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
4 Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
commit to user 27
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa fungsi media dalam proses belajar mengajar sangat penting dan beragam. Media berfungsi sebagai penyalur
pesan, meningkatkan hasil belajar, menambah efektivitas komunikasi, dan interaksi dalam proses belajar mengajar. Fungsi lain dari pemanfaatan media
pembelajaran adalah menumbuhkan minat dan motivasi belajar serta memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.
Ardiani Mustikasari dalam http:edu-articles.com, mengklasifikasikan media menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.
1 Media Visual
a Media yang tidak diproyeksikan
1 Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus
dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan
pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup,
ekosistem, dan organ tanaman.
2 Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang
merupakan representasi
atau pengganti
dari benda
yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu
sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf
pada hewan.
3 Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan
melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik
perhatian, memperjelas
sajian pelajaran,
dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan
jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media grafis adalah:
a Gambar foto: paling umum digunakan
b Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan
bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas
pesan.
c Diagram skema: gambar sederhana yang menggunakan garis
dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi
kehidupan dari sel samapai organisme.
d Bagan chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga
lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam
bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar, diagram, kartun, atau lambang verbal.
commit to user 28
e Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol
verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.
b Media proyeksi
1 Transparansi OHP Overhead projector merupakan alat bantu
mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa tanpa harus
membelakangi siswa. Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak Overhead transparancy OHT dan perangkat
keras Overhead projector OHP. Teknik pembuatan media transparansi, yaitu:
a
Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu b
Membuat sendiri secara manual 2
Film bingkai slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2 x 2 inci. Dalam satu paket berisi
beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual
yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk
menyajikan dibutuhkan proyektor slide.
2 Media Audio
a Radio
Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa
kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah kehidupan dan sebagainya.
b Kaset audio
Yang dibahas di sini khusus kaset audio yang sering digunakan di sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena
biaya pengadaan dan perawatan murah.
3 Media Audio Visual
a Media video
Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam
bentuk Video Compact Disc VCD.
b Media komputer.
Dari jenis-jenis media pembelajaran yang diungkapkan Ardiani Mustikasari tersebut, yang dirasa paling sesuai digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah media audio visual. Media audio visual dirasa lebih menarik karena siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru,
tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mengidentifikasi, dan media audio visual ini dapat menarik perhatian siswa, sehingga diharapkan mampu
commit to user 29
memecahkan masalah yang dihadapi di kelas X-10 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 20102011.
c. Media Audio Visual
Media pembelajaran audio visual adalah bahan ajar berupa gabungan dari indra penglihatan dan pendengaran. Media audio visual dapat diputar melalui
komputer dan menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar, suara, maupun film. “Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau
mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang
divisualisasikan”. Sri Anitah, 2008:49.
Penyebutan audio visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan
penglihatan dari khalayak sasaran penonton. Produk audio visual dapat menjadi media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media
dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio visual
melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, slide suara adalah contoh
media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi. Menurut Arsyad
2005:30 “Pengajaran melalui audio visual adalah produksi dan menggunakan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan
pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa
”. Jadi pembelajaran dengan menggunakan media audio visual adalah pembelajaran yang mengandalkan pendengaran dan
penglihatan untuk memahami materi yang disampaikan. Media audio visual juga dikenal sebagai media yang menyenangkan bagi siswa dalam proses
pembelajaran.
commit to user 30
… Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media
Audio Visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar kompetensi Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu
mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang
salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa
tergantung guru. … . Penggunaan Media Audio Visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya
sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital,
dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. Ahmad Maksum,
2008. karya-ilmiah.um.ac.id
Ada banyak macam media audio visual, diantaranya televisi, video, film, slide suara, dan lain-lain. Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
gabungan dari media audio visual slide suara dan film. Hal ini didukung dengan teori yang menyatakan bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa
akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi
mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. Freezone, dalam http:artzone-freezone.blogspot.com.
Slide suara dan film merupakan media audio visual yang mudah dikuasai dan digunakan, karena dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat
menguasai media yang digunakannya dalam pembelajaran. “Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak
tertutup kemungkinan bahwa ala-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah
dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan”. Azhar Arsyad, 2005
: 2.
commit to user 31
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan dua macam audio visual, yaitu slide suara dan film.
1 Slide Suara
Menurut Sri Anitah, 2008: 49 “Slide suara merupakan jenis media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu
cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. Jadi slide suara adalah slide gambar-gambar yang diiringi
suara sebagai narasi. Slide yang akan digunakan di sini adalah slide gambar hasil pemotretan dengan kamera biasa.
Sri Anitah juga mengemukakan terbentuknya program slide suara yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antar unsur-
unsur yang ada di dalamnya, antara lain: a
Graphic Artist ahli seni grafis, yang akan membuat sekaligus menyelesaikan bidang karya grafis dalam bentuk tulisan, gambar,
caption, judul, dan lain-lain. b
Photografer, yang akan membantu memindahkan cerita dan ide penulis ke dalam karya potretnya.
c Narator pembaca narasi kata-kata yang menyertai gambar, yang
akan mendramatisasi pesan naskah dengan ilustrasi musik, efek suara, dan lain-lain.
Sri Anitah berpendapat menurut sasarannya, jenis-jenis slide suara dapat digolongkan menjadi:
a Program slide untuk promosi, slide ini biasanya digunakan untuk
memperomosikan sesuatu, misalnya slide pariwisata pulau Bali, candi Borobudur, danau Toba, dan lain-lain.
b Program slide berupa anjuran, slide yang biasa digunakan untuk
memberi petunjuk atau ajakan penyuluhan kepada masyarakat. Misalnya slide program KB Keluarga Berencana, program
transmigrasi, dan lain-lain.
c Program slide untuk penerangan, pesan yang dibawakan oleh slide
penerangan ini dikaitkan dengan bahaya yang timbul akibat orang- orang yang melanggarnya. Misalnya: bahaya narkoba, akibat tidak
mentaati aturan lalu lintas, akibat penebangan hutan, dan lain-lain.
d Program slide ilmu pengetahuan khusus, biasanya digunakan dalam
pembelajaran di sekolah-sekolah atau tingkat perguruan tinggi. Misalnya: slide suara tentang seni rupa untuk SMA kelas X.
e Program slide pengetahuan populer, yaitu slide yang ditonton oleh
orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir mengenai jenis-jenis
commit to user 32
yang popular. Misalnya: pendaratan manusia ke bulan, listrik tenaga surya, dan lain-lain.
f Program slide yang bersifat dokumenter, yaitu slide yang
menampilkan gambar-gambar berupa dokumenter peristiwa-peristiwa maupun gejala alam yang terjadi. Misalnya documenter tentang candi
Prambanan, masa kerajaan Majapahit, penelitian ruangan di Piramida Mesir.
Jenis slide suara yang sesuai dan akan digunakan dalam penelitian ini adalah slide suara pengetahuan khusus, yang nantinya akan
menampilkan slide suara pengetahuan khusus mengenai batik. Slide suara dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan film untuk menjelaskan
mengenai sejarah batik Surakarta, jenis-jenis batik tradisional dilihat dari proses pebuatannya, proses pembuatan batik tradisional, dan penggunaan
batik dalam kehidupan sehari-hari. Media slide suara ini nantinya akan ditayangkan di kelas, diselingi dengan penjelasan sesekali dari guru.
2 Film
Edwi Arief
Sosiawan dalam
http:www.edwias.com mengemukakan bahwa “Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu
media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film menjadi
media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang tertangkap lensa
”. Perkembangan teknologi media ini telah mengubah pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menjadi istilah yang
mengacu pada bentuk karya seni audio visual. Singkatnya film kini diartikan sebagai suatu cabang seni yang menggunakan audio suara dan
visual gambar sebagai medianya. Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara
kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. dikutip dari http:.wikipedia.org.
Membuat film bukanlah suatu hal yang sulit. Jika kita ingin membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis
apa yang akan kita buat. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis film menurut Edwi Arief Sosiawan dalam http:www.edwias.com:
commit to user 33
a Film Dokumenter Documentary Films
Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film
dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.
b Film Cerita Pendek Short Films
Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat,
dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan sebagai batu loncatan bagi seseorang sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film
cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa jurusan film atau orang kelompok yang menyukai dunia film dan
ingin berlatih membuat film dengan baik.
c Film Cerita Panjang Feature-Length Films
Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90- 100 menit. Film ini pada umumnya diputar di bioskop dan bersifat
menghibur. d
Profil Perusahaan Corporate Profile Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu
berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri berfungsi sebagai alat bantu presentasi atau promosi.
e Iklan Televisi TV Commercial
Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi, baik tentang produk iklan produk maupun layanan masyarakat iklan
layanan masyarakat atau public service announcementPSA. f
Program Televisi TV Programme Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi.
Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni fiksi
dan nonfiksi.
g Video Klip Music Video
Video klip adalah sarana bagi produser music untuk memasarkan produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama
kali lewat saluran televisi Music Television MTV tahun 1981. Di Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis
yang mengiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri.
Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis utama core busines mereka. Di Indonesia tak kurang dari 60 video
klip diproduksi tiap tahun.
Dalam konteks pendidikan, film yang bersifat dokumenter lebih sering digunakan karena keefektifannya. Beberapa penelitian pernah
dilakukan para ahli yang menunjukkan adanya kelebihan penggunaan film
commit to user 34
sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Salah satu penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Rulon yang
mengemukakan bahwa: Menggunakan
sebuah film
yang didisain
khusus untuk
membandingkan antara penggunaan buku teks ditambah film dengan buku teks saja dalam mengajarkan sains. Hasilnya menunjukkan
bahwa untuk belajar butiran-butiran yang bersifat faktual, kelompok siswa yang menggunakan buku teks dan film 14,8 lebih baik pada
tes permulaan dan 33,4 lebih baik pada tes berikutnya. Sedang untuk aplikasi atau penerapan informasi yang didapatkan dari film
dan buku teks tersebut, kelompok siswa yang menggunakan film tambah uku teks 24,1 lebih baik pada tes permulaan dan 41 lebih
baik pada tes berikutnya. dalam Gene Wilkinson, 1984:16.
Peneliti lain yang berhasil mengungkapkan ke-efektifan film yaitu Stein yang mengemukakan bahwa para siswa yang belajar mengetik
dengan menggunakan film-sambung film-loop lebih cepat secara signifikan mempelajarinya dibanding
mereka yang tidak”. dalam Gene Wilkinson, 1984:16.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa film merupakan salah satu media audio visual yang
efektif untuk menyampaikan materi yang berupa konseptual dalam pembelajaran. Menurut Carpenter dan Greenhill dalam Gene Wilkinson,
1984:16 dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film untuk Angkatan Laut menyimpulkan sebagai berikut:
a Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian
maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk mengajar ketrampilan penampilan performance tertentu dan untuk
menyampaikan beberapa jenis data faktual
b Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah
diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa mereka akan di tes tentang isi film tersebut
c Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap
film yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar d
Mencatat sambil menonton hendaknya dicegah, karena hal itu akan mengganggu perhatian siswa terhadap film itu sendiri
e Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar
commit to user 35
f Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan
bermanfaat untuk keperluan praktek atau latihan g
Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut
h Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi kembali
i Sesudah sebuah film pertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan
dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa Kegiatan lanjutan setelah menonton hendaklah digalakkan untuk
memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai penggunaan media audio visual dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Anis Kurniawati S 2007 yang berjudul
Penerapan Metode Pembelajaran Teams Games Tournament TGT dengan Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19
Surakarta Tahun Ajaran 20062007. Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa antara siswa yang satu dengan
siswa yang lain terjadi kerjasama, interaksi, dan komunikasi yang baik dalam rangka memahami materi yang disajikan dalam format audio visual. Anis juga
mengatakan materi yang disajikan dalam bentuk audio visual dapat merangsang imajinasi siswa dalam berpikir seolah-olah berada langsung dalam situasi yang
digambarkan dalam tayangan audio visual. Materi pelajaran yang disajikan dalam media audio visual dapat menumbuhkan minat dan perhatian siswa untuk melihat
dan mendengarkan dengan seksama tayangan audio visual yang secara otomatis akan membangkitkan motivasi siswa dalam memahami materi. Lebih lanjut, Anis
mengatakan bahwa penggunaan media audio visual pada metode pembelajaran TGT memiliki nilai yang cukup tinggi, antara lain:
1. Penggunaan media audio visual dapat merangsang dan minat dan perhatian
siswa. 2.
Penggunaan media audio visual dapat membantu siswa memahami dan mengingat kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.
3. Penggunaan media audio visual dapat meningkatkan efektivitas penyampaian
informasi dalam pembelajaran.
commit to user 36
Dalam penelitian ini penerapan metode pembelajaran Teams Games Tournament TGT dengan media audio visual dapat meningkatkan minat siswa
terhadap pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran, karena siswa tidak hanya mempelajari materi secara teori namun
juga memberikan gambaran nyata di lapangan yang akan memudahkan siswa dalam memahami materi. Hal ini terbukti dari hasil kognitif siswa rata-rata 76,3
pada kelompok eksperimen yang menggunakan TGT dan media audio visual, dan rata-rata 71 pada kelompok control yang menggunakan metode konvensional.
Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan media audio visual dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mardliyah 2009
yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual VCD dan Media Audio Terhadap Pencapaian Preastasi Belajar Bahasa Arab Ditinjau dari Motivasi
Berprestasi Siswa Studi Eksperimen Pada Kelas VIII di MTs. Negeri Karanganyar dan kelas VIII di MTs. Negeri Gondangrejo Tahun Pelajaran
20082009. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan bantuan media audio visual,
pembelajaran menjadi semakin menarik, dan pemahaman siswa terhadap materi meningkat, sehingga meningkatkan motivasi siswa dalam berprestasi. Kesimpulan
dari penelitian tersebut adalah Media Audio Visual VCD menghasilkan prestasi belajar bahasa Arab yang lebih baik dibandingkan dengan media Audio.
Pada penelitian ini, memiliki permasalahan pokok yaitu kurangnya apresiasi siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat. Hal ini
dikarenakan pembelajaran yang kurang variasi sehingga siswa kurang antusias dalam menerima materi. Kurangnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran ini
mengakibatkan siswa melakukan aktivitas lain pada saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran, yang akhirnya berdampak pada kurang maksimalnya
penyampaian dan penerimaan materi pelajaran. Sehingga pemahaman siswa terhadap materi kurang, dan apresiasi terhadap karya seni rupa terapan daerah
setempat menjadi rendah. Penelitian ini mengalami permasalahan yang hampir sama dengan kedua penelitian di atas, yaitu rendahnya antusiasme siswa terhadap
pembelajaran yang berakibat pada kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.
commit to user 37
Dari hasil kedua penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa dengan pembelajaran menggunakan media audio visual, dapat meningkatkan antusiasme
siswa terhadap pembelajaran, selain itu pemahaman siswa terhadap materi juga meningkat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan permasalahan penelitian ini yaitu
apresiasi seni. Dalam kegiatan apresiasi seni membutuhkan pemahaman dan pengenalan lebih mengenai sebuah karya seni, sebelum akhirnya siswa dapat
mengapresiasi karya seni tersebut dengan baik. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa diasumsikan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran
menggunakan media audio visual. Peningkatan pemahaman siswa mengenai materi akan diikuti oleh peningkatan apresiasi seni siswa, sehingga pembelajaran
menggunakan media audio visual dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi seni siswa.
Peneliti menerapkan media audio visual ini untuk memberikan gambaran nyata dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah khususnya Batik
Surakarta, sehingga melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran dapat membantu siswa memahami materi apresiasi seni. Dengan menggunakan
media audio visual sebagai salah satu solusi permasalahan dalam penelitian ini, diharapkan apresiasi seni siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
C. Kerangka berpikir