b.
Pada bayi malaria bawaan = congenital melalui tali pusat atau plasenta karena ibunya menderita malaria
c.
Oral, biasanya pada binatang: burung dara plasmodium relection, Ayam Plasmodium gallinasium, dan Monyet Plasmodium knowlessi.
Sumber infeksi bagi manusia adalah manusia lain yang menderita penyakit malaria dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Dewi Susanna,2011
2.6.2. Vektor Malaria
Vektor penyebab penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles spp, nyamuk Anopheles biasanya berkembangbiak di air
– air tergenang, air payau, dan bahkan air
– air kotor sembel,2009. Ciri mengggigitnya lurus dari ujung mulut yang runcing sampai ekor. Warna tubuhnya berbeda dengan nyamuk Aedes aegypti
Ircham,2008. Pemahaman terhadap bionomik nyamuk penular malaria, sangat penting
sebagai landasan untuk memahami pemutusan dinamika penularan malaria. Bionomik adalah nyamuk dengan lingkungannya termasuk didalamnya bagaimana berhubungan
dengan manusia sebagai lingkungan nyamuk. Bionomik nyamuk meliputi perilaku bertelur, larva, pupa, dan dewasa. Misalnya perilaku menggigit, tempat dan waktu
kapan bertelur, perilaku perkawinan. Iklim dalam hal ini berperan besar dalam menentukan binomik nyamuk Achmadi,2008.
Peran nyamuk sebagai vektor penular malaria tergantung, kepada beberapa faktor antara lain Susanna, 2005; Saefudin, 2004; Depkes, 2003:
a. Umur
nyamuk atau
longevity .
Diperlukan waktu
untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk untuk menjadi sporozoit yakni
Universitas Sumatera Utara
bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk sekitar 5
hingga 10 hari, maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor. b.
Peluang kontak dengan manusia. Tidak selamanya nyamuk memiliki kesempatan ketemu manusia, apalagi nyamuk hutan. Namun harus diwaspadai pada
nyamuk yang memiliki sifat zoofilik, meskipun lebih suak menghisap darah binatang, bila tak dijumpai ternak juga menggigit manusia. Pada kesempatan inilah nyamuk
yang siap dengan sporozoit dalam kelenjer ludahnya, untuk menularkan malaria. Sebagai contoh An. aconitus di Banjar meskipub zoofilik memiliki juga indeks
antropofilik 0,53 – 2,295, sedangkan An. sundaicus di Yogyakarta kurang dari 7,
serta di Sulawesi 72. Peluang kontak dengan manusia, merupakan kesempatan untuk menularkan atau menyuntikkan sporozoit ke dalam darah manusia.
c. Frekuensi menggigit seekor nyamuk. Semakin sering seekor nyamuk
yang membawa sporozoit dalam kelenjer ludahnya, semakin besar kemungkinan dia berperan sebagi vektor penular penyakit malaria.
d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit itu sendiri. Nyamuk yang terlalu
banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
e. Ketersediaan manusia disekitar nyamuk. Nyamuk yang memiliki
bionomik atau kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari, maka akan mencoba mencari manusia dan masuk kedalam rumah. Setelah menggigit, beristirahat
didalam maupun diluar rumah.
Universitas Sumatera Utara
f. Kepadatan nyamuk. Umur nyamuk serta pertumbuhan gametosit didalam
perutnya, dipengaruhi suhu. Suhu lingkungan yang dianggap kondusif berkisar antara 25 - 30ºC dan kelembaban 60
– 80 Bruce Chwatt, 1985 dalam susanna, 2005. Kalau populasi nyamuk terlalu banyak, sedangkan ketersediaan pakan misalnya
populasi binatang atau manusia disekitar tidak ada, maka kepadatan nyamuk akan merugikan populasi nyamuk itu sendiri. Sebaliknya bila pada suatu wilayah cukup
padat, maka akan meningkatkan kapasitas vektorial yakni kemungkinan tertular akan lebih besar.
g. Lingkungan. Beberapa faktor lingkungan sangat berperan dalam
tumbuhnya nyamuk sebagai vektor penular penyakit malaria. Faktor – faktor tersebut
antara lain, lingkungan fisik, seperti suhu udara. Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik, makin tinggi suhu makin pendek masa inkubasi
ektrinsik, yakni fase pertumbuhan sporogoni dalam perut nyamuk.
2.7. Klasifikasi, Spesies dan Perilaku Nyamuk Anopheles