Tinjauan Tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Tunarungu

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari salah pengertian dalam memahami judul penelitian ini, maka penulis akan mengemukakan teori beberapa ahli tentang definisi beberapa istilah yang erat kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.

1. Tinjauan Tentang Anak Tunarungu a. Pengertian Tunarungu

Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak mendengar pada umumnya. Namun pada saat keterampilan berkomunikasi, barulah diketahui bahwa mereka tunarungu. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hakekat tunarungu, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian tunarungu. Menurut Andreas Dwidjosumarto dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996:27 mengemukakan bahwa “ Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran”. Selain itu Mufti Salim dalam Sutjihati Somantri 1996:74 mengatakan bahwa, “Anak tuna rungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. “ Sementara itu, Murni Winarsih 2007:23 menyimpulkan pengertian tunarungu, yaitu : Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh commit to user tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari – hari, yang berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting. The IDEA 04 dalam Ronald L. Taylor, Lydia R. Smiley dan Stephen B. Richards 2009:258 memberikan batasan tentang ketulian dan gangguan pendengaran, sebagai berikut : Under IDEA 04, deafness means a hearing impairment that is so severe the child is impaired in processing linguistic information through hearing, with or without amplification, and that adversely affects a child’s educational performance. Hearing impairment means an impairment in hearing, whether permanent or fluctuating, that adversely affects a child’s educational performance but that is not included under the definition of the deafness. Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut : Menurut pendapat dari IDEA 04, ketulian maksudnya adalah sebuah gangguan pendengaran yang berat pada anak sehingga mengganggu proses informasi bahasa yang memalui pendengaran, dengan atau tanpa alat dengar, dan menyebabkan gangguan pada penyelenggaraan pendidikan anak. Gangguan pendengaran maksudnya adalah sebuah gangguan pada pendengaran, baik itu menetap atau tidak menetap, yang menyebabkan gangguan pada penyelenggaraan pendidikan anak, tetapi tidak termasuk dalam pengertian ketulian. Memperhatikan batasan-batasan diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan tunarungu adalah mereka yang kehilangan fungsi indera pendengaran baik sebagian hard of hearing maupun seluruhnya deaf yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam penyelenggaraan pendidikannya.

b. Klasifikasi dan Jenis Ketunarunguan

Klasifikasi ketunarunguan sangat bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk keperluan layanan pendidikan khusus. Namun jika dicermati, pengklasifikasian ketunarunguan antara satu ahli dengan yang lain tidak jauh berbeda. Biasanya didasarkan pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan tujuan tertentu. commit to user Jamila K.A Muhammad 2008:59 berpendapat bahwa, ”Terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan klasifikasi masalah pendengaran, yaitu tahap kehilangan pendengaran, usia ketika kehilangan pendengaran dan jenis-jenis masalah kehilangan pendengaran”. Puesche, seperti di kutip oleh Boothroyd dalam Mulyono Abdurrahman 2003:64 mengemukakan bahwa, ”Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan pada 1 tingkat ketunarunguan dan 2 tempat kerusakan dalam telinga”. Untuk lebih jelas, di bawah ini akan di uraikan mengenai klasifikasi dan jenis ketunarunguan ditinjau dari berbagai kepentingan. 1 Berdasarkan Tingkat Kehilangan Pendengaran Tingkat Ketunarunguan Jamila K.A Muhammad 2008:59 menjelaskan lebih lanjut mengenai klasifikasi tuna rungu berdasarkan tahap kehilangan pendengaran sebagai berikut : a Masalah pendengaran 1. Ringan mild, dengan tingkat kehilangan pendengaran antara 27 hingga 40 dB. 2. Sedang moderate, dengan tingkat kehingan pendengaran antara 41 hingga 70 dB. 3 Menengah Serius moderate-severe, dengan tahap kehilangan pendengaran anatara 56 hingga 70 dB. b Tuli 1. Serius severe, dengan tingkat hilangnya pendengaran antara 71 hingga 90 dB. 2. Sangat serius profound, dengan tingkat kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB. Sementara itu, Puesche et al, seperti dikutip oleh Boothroyd dalam Mulyono Abdurrahman 2003:64 menjelaskan tentang tingkat ketunarungauan sebagai berikut : a Kehilangan pendengaran ringan berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan sampai dengan 25-40 dB dan di atasnya tidak dapat didengar. commit to user b Kehilangan pendengaran sedang berarti bahwa suara-suara dengan kekuatan 45-70 dB tidak dapat didengar. c Kehilangan pendengaran berat berati tidak dapat mendengar suara-suara sampai kekuatan 71-90 dB. d Bagi orang yang kehilangan pendengaran sangat berat, suara-suara harus mempunyai kekuatan 90 dB tau lebih agar dapat didengar. Sedangkan Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri 1996: 74 mengelompokkan tunarungu menjadi: a Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar 35 sampai 54 dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. b Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar 55 sampai 69 dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus. Dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara, dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. c Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. d Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Menurut Empu Driyanto Tofiq Boesoirre Tatangs dalam Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarjo 1995 : 46-47 mengklasifikasikan anak tunarungu sebagai berikut : a Cacat dengar ringan Mild Hearing Loss yaitu derajat cacat dengan hitungan dalam dB antara 26dB – 40dB. b Kelompok cacat dengar dengan derajat antara 41dB- 55 dB. c Cacat dengar sedang berat moderate severe hearing loss, yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat antara 56 dB- 70 dB. d Cacat dengar berat severe hearing loss, yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat anatara 71 dB – 90 dB. e Cacat dengar terberat profound hearing loss, yaitu kelompok cacat dengar dengan derajat di atas 91 dB. commit to user Djoko S. Sindhusakti 1997:8, memberikan pengklasifikasian anak tuna rungu berdasarkan derajat ketulian yang dialami oleh anak adalah sebagai berikut : Derajat ketulian Threshold rata frekuensi 500-2000 lebih Normal -20 dB Ringan 25-40 dB Sedang 41-55 dB Berat 56-70 dB Sangat berat 71-90 dB Total 90 dB ke atas. 2 Berdasarkan Letak Gangguan Pendengaran Anatomi fisiologis Pengelompokan tunarungu berdasarkan anatomi fisiologi oleh Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 32 dikelompokkan menjadi: a Tunarungu hantaran adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah b Tunarungu syaraf adalah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat-alat pendengaran bagian dalam c Tunarungu campuran adalah kelainan pendengaran yang disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran. Senada dengan pendapat di atas, menurut Ronald L. Taylor, Lydia R. Smiley dan Stephen B. Richard 2009:256-257 dalam bukunya mengklasifikasikan tipe tunarungu sebagai berikut : a Sensorineural hearing loss : is caused by a problem directly related to auditory nerve transmission; it is a problem associated with the inner ear or auditory nerve that may result in deafness. b A conductive hearing loss : is caused by a problem directly associated with the transmission of sound weaves from the outer ear throught the middle ear that prevents at least some sound weaves from reaching the choclea in the middle ear. commit to user c A mixed hearing loss : result when an individual experience both a conductive loss and sensorineural loss. Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut : a Tunarungu syaraf : adalah yang disebabkan oleh kerusakan yang langsung berhubungan dengan syaraf penghantar suara, kerusakan ini berhubungan langsung dengan telinga dalam atau syaraf yang menyebabkan tuli. b Tunarungu hantaran : adalah kerusakan yang langsung berhubungan dengan susunan penghantar suara dari telinga luar ke telinga tengah yang menghalangi setidaknya beberapa susunan suara dari jangkauan koklea di telinga tengah. c Tunarungu campuran : sebagai akibat dari seseorang yang mengalami tunarungu hantaran dan syaraf. Berdasar pengklasifikasian tunarungu ditinjau dari berbagai kepentingan di atas, maka dapat disimpulkan klasifikasi dan jenis tunarungu antara lain : 1 Ditinjau dari anatomi fisiologi meliputi : Tuna rungu syaraf, tuna rungu hantaran konduksi dan tuna rungu campuan. 2 Ditinjau dari tingkat ketulian meliputi : Tunarungu ringan, tunarungu sedang, tunarungu berat, tunarungu sangat berat atau tunarungu total deaf.

c. Penyebab Ketunarunguan

Banyak informasi tentang sebab – sebab terjadinya kerusakan organ pendengaran yang nengakibatkan seseorang mengalami kelainan pendengaran tunarungu. Banyak para ahli menyebutkan, kondisi ketunarunguan yang dialami anak, dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum prenatal, saat anak lahir neonatal, atau sesudah anak lahir postnatal. Secara terinci berikut akan di jelaskan apa saja yang dapat menyebabkan ketunarunguan. Moh Effendi 2006:64 menyatakan secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat dan sesudah anak dilahirkan, yaitu: commit to user 1 Ketunarunguan sebelum lahir prenatal : Hereditas keturunan, Maternal rubella, Pemakaian antibiotika over dosis, Toxoemia 2 Ketunarunguan saat lahir neonatal : Lahir premature, Rhesus factors,Tang verlossing 3 Ketunarunguan setelah lahir post natal : Penyakit meningitis cerebralis, Infeksi, Otitis media kronis. Sementara itu Murni Winarsih mengelompokkan penyebab ketunarunguan sebagai berikut : 1 Faktor internal diri anak: faktor keturunan, penyakit campak Jerman rubella, keracunan darah Toxaminia 2 Faktor eksternal diri anak : anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan, meningitis radang selaput otak, otitis media radang telinga bagian tengah. Jamila K.A Muhammad 2008:57 mengungkapkan faktor-faktor penyebab masalah pendengaran ini bersumber dari berbagai faktor sebelum lahir, saat lahir dan setelah lahir sebagai berikut : 1 Sebelum masa kelahiran a Penyakit turunan oleh gen b Bukan penyakit turunan 1 Sakit selama hamil seperti virus rubella, demam glandular, selesma. 2 Semasa hamil ibu mengidap penyakit karena pola makan kurang sehat. 3 Selama hamil ibu mengkonsumsi obat bahan kimia seperti kuanin, streptomycin. 4 Toksemia pada masa akhir kehamilan. 5 Sering hamil. 2 Saat melahirkan a Masa melahirkan terlalu lama, sehingga menyebabkan tekanan yang kuat pada bagian telinga. b Lahir prematur c Cedera saat dilahirkan terutama pada telinga. commit to user d Penyakit hemolisis karena faktor Rhesus 3 Setelah kelahiran a Anak mengidap penyakit karena bakteri dan virus seperti gondok dan campak. b Kecelakaan pada bagian telinga c Pengkonsumsi antibiotik seperti streptomycin d Menangkap bunyi terlalu keras dalam waktu lama. Dari beberapa pendapat mengenai penyebab ketunarungan diatas, dapat disimpulkan penyebab dari ketunarunguan adalah: 1 Sebelum kelahiran : Faktor keturunan, Trauma ibu pada saat mengandung, Kekurangan gizi pada saat ibu mengadung, Lingkungan sekitar yang kurang baik, Infeksi dan keracunan baik pada saat ibu masih mengandung dan sebagainya. 2 Saat kelahiran : Masalah yang terjadi pada saat kelahiran, Lahir premature, Rhesus factors,Tang verlossing 3 Setelah kelahiran : Radang selaput otak meningitis, Otitis media radang pada bagian telinga tengah, Penyakit anak-anak dan luka-luka.

d. Karakteristik Anak Tunarungu

Jika dibandingkan dengan ketunaan yang lain ketunarunguan tidak tampak jelas, karena sepintas fisik mereka tidak mengalami kelainan. Tetapi sebagai dampak dari ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas. Untuk memahami tentang anak tunarungu, berikut akan diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi serta sosial. Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 34-39 melihat karakterisik anak tunarungu dari beberapa segi: 1 Karakteristik dalam segi intelegensi Anak tunarungu ada yang memiliki intelegensi tinggi, rata-rata dan rendah sama seperti halnya anak normal. Akan tetapi intelegensi mereka tidak mendapatkan commit to user kesempatan untuk berkembang, karena pendengaran mereka terganggu sehingga sedikit sekali informasi yang diperoleh anak tunarungu. Dengan demikian perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak normal lainnya. 2 Karakteristik bahasa dan bicara Kemampuan bahasa dan bicara anak tunarungu jauh berbeda dengan kemampuan bahasa dan bicara anak normal. Hal itu disebabkan karena anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa, kemampuan bahasanya tidak akan berkembang jika tidak dididik dan dilatih secara khusus. Perkembangan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Akibat ketidakmampuannya untuk mendengar dibanding dengan anak normal sebayanya, maka perkembangan bahasa anak tunarungu tertinggal jauh. 3 Karakteristik dalam segi emosi dan sosial Tunarungu menyebabkan seseorang terasing dari aturan sosial dan pergaulan dalam kehidupan masyarakat mereka, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian menuju kedewasaan. Hal tersebut menimbulkan efek negatif bagi anak tunarungu, seperti: a Egosentrisme melebihi anak normal Karena anak tunarungu mengalami hambatan dalam pendengarannya maka mereka lebih menggunakan penglihatannya dalam pengamatan, maka anak tunarungu mempunyai sifat ingin tahu yang besar yang seolah-olah mereka selalu ingin melihat, hal itu dapat meningkatkan sifat egosentrisme mereka, bahkan mereka ingin memilikinya, dan bisa terjadi ia langsung merebutnya dari tangan orang lain. b Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang luas Anak tunarungu sering merasa menguasai keadaan yang diakibatkan oleh pendengaran yang mengalami ganguan, maka ia sering merasa takut dan khawatir. c Ketergantungan terhadap orang lain commit to user Sikap ketergantungan anak tunarungu menunjukkan bahwa ia putus asa dan ingin mencari bantuan. d Perhatian sukar dialihkan Keterbatasan bahasa menyebabkan keterbatasan berpikir seseorang, pikiran anak tunarungu terpaku pada hal yang konkrit, seluruh perhatiannya tertuju pad sesuatu dan sulit untuk melepaskannya karena ia tidak mempunyai kemampuan lain. Sehingga jalan pikiran anak tunarungu sulit untuk berpindah ke hal lain yang belum nyata. e Pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tidak banyak masalah Kemiskinan dalam bahasa mengakibatkan anak tunarungu dengan mudah meyampaiakan perasaan dan apa yang ada dalam pikirannya tanpa memandang segi-segi yang akan menghalanginya. f Mudah marah dan mudah tersinggung Anak tunarungu sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan perasaan dan apa yang dipikirkan serta kesulitan memahami apa yang disampaikan orang lain, maka hal tersebut diwujudkan dengan kemarahan. Sedangkan menurut Kurikulum Pendidikan Luar Biasa tentang pedoman bimbingan di sekolah Dep Dik Bud Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan 1994 : 51 dalam Rossalia Emma Diatermina 2009:26 karakteristik anak tunarungu adalah sebagai berikut : 1 Dalam segi sosial a Gangguan dalam segi bicara dan bahasa b Perbendaharaan bahasa terbatas c Konsep diri negatif yang dapat berakibat rendah diri d Cenderung lebih suka berkelompok dengan tuanrungu e Penyesuaian terhambat f Kepekaan dalam bidang musik dan irama terganggu 2 Dalam segi pendidikan a Gangguan bahasa, sehingga kesulitan mengikuti pendidikan b Kurang peka terhadap informasi c Perbedaan persepsi commit to user Dari pendapat – pendapat di atas tentang karakteristik anak tunarungu, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunarungu meliputi segi intelegensi, segi bahasa dan bicara, segi emosi, segi sosial dan segi pendidikan.

2. Tinjauan Tentang Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MEDIA ALAM SEKITAR DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS II SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 3 141

PENGARUH MEDIA ‘MAHIR MATH SD 05’ TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS D5 SLB­B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008 2009

0 4 62

PENGGUNAAN DVD DUNIA HEWAN DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS DII B SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 1 92

PENGARUH PENGGUNAAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF TERHADAP PRESTASI BELAJAR BIDANG STUDI MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS D4 SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

1 3 74

Efektifitas Model Pembelajaran Concept Sentence dalam Meningkatkan Prestasi Belajar IPS pada Siswa Tunarungu Kelas VIIB di SLB B YRTRW Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017.

0 1 18

pengaruh model pembelajaran word square terhadap prestasi belajar IPA siswa tunarungu kelas IX di SLB B YRTRW Surakarta tahun ajaran 2016/2017.

0 0 17

PENGARUH PENDEKATAN SCIENTIFIC TERHADAP PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISWA TUNARUNGU KELAS V SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 18

EFEKTIFITAS METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA TUNARUNGU KELAS V-B SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 17

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA ANAK TUNA RUNGU KELAS V DI SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 19

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA ANAK TUNARUNGU KELAS I SLB B YRTRW SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 18