commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang No.20 tahun 2003 yaitu tentang Sistem Pendidikan Nasional Sisdiknas pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa “Warga Negara yang memiliki
kelainan fisik emosional, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Dari Undang – Undang tersebut memberi isyarat bahwa semua anak yang
mengalami hambatan perkembangan tak terkecuali anak tunarungu berhak memperoleh pendidikan yang berkualitas sesuai dengan hambatan perkembangan
yang dialaminya tanpa adanya diskriminasi. Anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan kehilangan
kemampuan mendengar, baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehinggga ia tidak dapat
menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara kompleks. Salah satunya adalah mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran. Menurut Murni Winarsih 2007: 23 tunarungu adalah seseorang yang kehilangan atau kekurangan kemampuan mendengar baik
sebagian maupun seluruhnya sehingga ia tidak dapat menggunakan fungsi pendengarannya dalam kehidupan. Murni Winarsih 2007:36 menambahkan
“Ketunarunguan, yang berarti tidak memiliki kemampuan mendengar, tentunya akan membawa dampak juga pada kemampuan untuk memperoleh pendidikan bagi
penderitanya”. Sementara pendidikan memiliki peran penting dalam kemampuan berfikir seseorang.
Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996:12 menyatakan “Anak tunarungu akan berprestasi lebih rendah menunjukkan daya ingat yang lebih rendah
daripada anak normal untuk materi yang dapat di verbalisasikan di bahasakan anak mendengar seperti daya ingatan untuk angka, gambar dan sebagainya. Untuk materi
commit to user
yang kurang diverbalisasikan oleh anak mendengar, prestasi mereka akan seimbang”. Mereka juga menambahkan “Anak tuna rungu sering dikatakan kurang daya
abstraksinya jika dibandingkan dengan anak mendengar“. Hal ini menyebabkan anak sulit berimajinasi, bahkan dengan menggunakan gambar sekalipun. Dampak dari
ketunarunguan seperti lemahnya daya ingat dan daya abstraksi ini membuat anak mengalami kesulitan dalam proses pembentukan konsep secara utuh, menjadikan
siswa mendapat kesulitan belajar, sulit mengingat, sulit berimajinasi, sulit memahami dan akhirnya menjadikan siswa jenuh dan putus asa dalam mempelajari ilmu
pengetahuan yang ada di sekolah termasuk Ilmu Pengetahuan Alam IPA, sehingga hal tersebut menjadikan prestasi belajar IPA anak tuna rungu rendah.
Para pakar umumnya mengakui bahwa pendengaran dan penglihatan merupakan indera manusia yang amat penting, disamping indera lainnya. Begitu
besar fungsi kedua indera tersebut dalam membantu setiap aktivitas manusia sehingga banyak orang yang menyandingkan kedua jenis indera tersebut sebagai “dwi
tunggal”. Karena itu, jika seseorang telah kehilangan salah satu dari dua indera tersebut, sama artinya ia telah kehilangan sesuatu yang sangat penting dan berharga
dalam hidupnya. Anak yang kehilangan salah satu khususnya kehilangan pendengaran, tidak
bedanya ia seperti kehilangan sebagian kehidupan yang dimilikinya. Untuk menggantinya dapat dialihkan pada indera penglihatan sebagai kompensasinya.
Seperti yang disampaikan dalam bukunya oleh Moh. Effendi 2006:85 bahwa “Kondisi ketunarunguan seseorang dapat mendorong untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan sebagai indera utama sebelum indera yang lain. Disamping sebagai sarana pemerolehan visual, indera penglihatan sekaligus berperan sebagai ganti dari
persepsi auditif .“ Kompensasi dari ketunarunguan anak ini seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi guru dalam penggunaan media pembelajaran dalam
menyampaikan materi agar lebih terkonsep pada anak, tak terkecuali untuk mata pelajaran IPA yang lebih membutuhkan konsep daripada sekedar teori.
commit to user
Pengertian dari pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis. Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar
2004 http:file:E:bahan skripsiNewfolder-pengertian-pendidikan-ipa-dan.html merumuskan “pengertian IPA atau Sains merupakan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta – fakta, konsep – konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Sains di
Sekolah Dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar”. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA sebaiknya
dilakukan dengan media pembelajaran yang nyata atau minimal hampir nyata agar pembelajaran IPA tidak sekedar hafalan saja melainkan lebih terkonsep sebagai
pengeatahuan yang utuh. Untuk mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang maksimal dalam
pembelajaran ketersedian buku pelajaran pokok atau bahan ajar, alat peraga, media pembelajaran dan sumber belajar, sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan
mutu pendidikan perlu diupayakan. Dikarenakan media mempunyai peranan penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan mempermudah guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Hasil belajar yang dicapai kemungkinan besar akan kurang maksimal jika kurang dalam menggunakan media yang diperlukan. Hal ini
selaras dengan Gene.L.Wilkinson dalam Rio Yonatan 2010 : 2 bahwa “media merupakan alat mengajar dan belajar. Peralatan ini harus tersedia ketika dan dimana
ia dibutuhkan untuk memenuhi keperluan siswa dan guru yang harus
menggunakannya”. Oleh karena itu, agar materi pelajaran yang akan disampaikan mudah diterima oleh siswa, guru membutuhkan suatu media dalam proses belajar
mengajar. Mengingat begitu pentingnya media pembelajaran dalam proses belajar mengajar, guru harus cerdik dalam memilih media yang tepat bagi anak tuna rungu
sesuai dengan keterbatasan dan potensi yang ada pada diri anak tunarungu.
commit to user
Berdasarkan hasil observasi kelas dan kajian dokumentasi RPP serta nilai ulangan IPA siswa di SLB YRTRW Surakarta kelas D6, guru dalam menyampaikan
materi khususnya materi pelajaran IPA lebih sering menggunakan metode ceramah dan gambar diam. Berdasarkan karakteristik anak tuna rungu, materi yang
disampaikan melalui metode ceramah kurang diterima oleh anak karena keterbatasan kemampuan auditif mereka. Bukan saja pada anak tunarungu, penyampaian materi
secara verbal juga menghambat proses belajar siswa pada umumnya. Seperti yang disampaikan oleh Basuki Wibawa dan Farida Mukti 2001:2 “Diantara yang faktor-
faktor yang dianggap turut menghambat proses belajar siswa dikelas berasal dari verbalisme, kekacauan makna, kegemaran berangan-angan, atau persepsi yang tidak
tepat”. Dalam visi IPA yang dikemukakan oleh Conny R. Semiawan 2008:104 menambahkan”…bahwa sains tidak bisa diajarkan semata dengan ceramah….”
Kedua pendapat tersebut menjelaskan bahwa penyampaian materi yang didominasi dengan verbalisme dapat menghambat proses belajar siswa. Selain itu, Penggunaan
gambar diam yang telah tersedia dalam buku teks membuat siswa cenderung pasif dan kurang interaktif karena media gambar tidak mampu memberikan respon timbal
balik, kurang terlihat nyata dan kurang menarik bagi siswa. Termasuk pada penyampaian mata pelajaran IPA materi tata surya yang merupakan materi nyata
yang berhubungan dengan alam disekitar namun abstrak karena tidak bisa dilihat secara langsung sehingga guru tidak mungkin membawa media aslinya.
Sesuai dengan karakteristik anak tunarungu, penggunaan metode ceramah dan media gambar diam untuk materi tata surya kurang memberikan hasil maksimal pada
prestasi belajar IPA anak tuna rungu. Oleh karena itu diperlukan suatu media yang interaktif yang dapat memaksimalkan prestasi belajar siswa tunarungu dalam mata
pelajaran IPA sesuai dengan keterbatasan mereka pada kemampuan auditif. Media interaktif animasi 3 dimensi merupakan salah satu media pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak tuna rungu. Media ini bersifat high teknologi karena memanfaatkan program komputer macromedia flash. Media interatif animasi
3 dimensi bersifat visual dan interaktif sehingga siswa tidak hanya dapat melihat
commit to user
gambar, tetapi juga memberikan interaksi timbal balik kepada siswa agar siswa lebih aktif dalam mempelajari materi pelajaran. Seperti yang disampaikan oleh Sri Anitah
2008:64 “Ini [media interaktif animasi 3 dimensi] merupakan suatu sistem penyajian pelajaran dengan visual, suara, dan materi video, disajikan dengan control
computer sehingga pebelajar tidak hanya dapat melihat dan mendengar gambar dan suara, tetapi juga memberi respon aktif”. Siswa boleh memilih apa yang ingin
dipelajari dari menu. Tampilan gambar dalam media ini terlihat nyata karena menggunakan efek 3 dimensi yang tinggi, dimana anak seperti melihat wujud asli
dari objek yang diinginkan. Melalui media ini mereka lebih memahami materi sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA.
Bertumpu dari permasalahan di atas, maka penulis mengadakan penelitian
yang berjudul : “Pengaruh Media Interaktif Animasi 3 Dimensi Dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar IPA Anak Tunarungu Kelas D6 di
SLB - B YRTRW Surakarta Tahun Pelajaran 2010 2011”
B. Identifikasi Masalah