85
4.4. Obrolan Seputar Politik
Tadi siang, ketika matahari sedang panas - panasnya dan dosen - dosen sedang merasa sejuk akibat pendingin ruangan, terdengar obrolan santai beberapa
teman. Mereka sedang asyik membicarakan persoalan yang dipersoalkan. Dari kasus - kasus yang muncul ke permukaan, hingga tentang organisasi mahasiswa
yang berantakan. Pada awalnya, aku tak berniat ikut menggauli persoalan - persoalan macam itu. Namun, seorang teman melempar pertanyaan padaku, dan
aku tak sempat menghindari nya, yang membuat aku terpaksa duduk ikut membicarakan.
Seperti biasa, bahasa - bahasa dewa digunakan oleh kampus untuk menarik perhatian mahasiswa, yang sekaligus meminta dukungan terhadap niatan - niatan
ambisius kampus yang sedang memandang ke langit tanpa menggunakan alas kaki. Pembicaraan mulai mengarah kesana - kemari dengan pendapat yang menyatakan
dukungan, sekaligus menimbulkan keraguan. Beberapa teman percaya, dengan memiliki badan hukum sendiri, kampus akan menjadi lebih mandiri.
Dengan berbadan hukum sendiri, kelak kampus akan memiliki kewenangan untuk membuat atau menutup program studi, dan juga mengelola keuangan sendiri.
Mendengar optimisme teman - teman, aku justru ragu dan cenderung tak percaya jika kampus mampu menjalakan nya secara benar. Selain itu, aku melihat ada
usaha negara untuk melepas kewajiban nya dalam bidang pendidikan secara perlahan dan sistematis. Kemandirian kampus dalam ranah keuangan, tentu
merupakan celah basah, empuk, dan sejuk bagi mbah ruptor untuk menggasak harta yang bukan miliknya. Bahkan ada kecurigaan pula kampus akan semakin
menjadi industri pendidikan, yang akan banyak melahirkan perusahaan ilmu pengetahuan dengan motif keuntungan, hingga akhirnya pengabdian, penelitian,
dan pendidikan semakin tenggelam dan terlupakan. Dan cendikiawan tinggal menunggu ajal kematian.
Obrolan siang itu cukup hidup berkat praduga - praduga yang terlontar, dan selingan candaan - candaan khas anak zaman. Hingga akhirnya ada obrolan pula
tentang organisasi mahasiswa. Obrolan semacam ini, semakin membuat aku
Universitas Sumatera Utara
86
mengantuk betul. Malas benar membicarakan organisasi mahasiswa saat ini. Namun, beberapa teman justru semangat membicarakan harapan, kesalahan, dan
tujuan ke depan dari organisasi mahasiswa, baik organisasi mahasiswa intra kampus, hingga organisasi mahasiswa ekstra kampus. Aku yang mengantuk, hanya
berpendapat satu kali. Bagiku, sudah saat nya organisasi mahasiswa dibubarkan dan memulai semua nya dari awal kembali. Karena menurutku, organisasi
mahasiswa telah tersesat dan layak di karantina. Ada semacam disorientasi arah hingga membuat organisasi mahasiswa terpincang - pincang hingga berjalan
mundur dan terjatuh. Untuk organisasi intra yang secara fitrah nya memang telah terkooptasi
oleh sistem bebal, tentu aku tak bisa berharap banyak. Yang terlihat dari organisasi intra adalah pencarian eksistensi dengan mutu yang memalukan, kesenangan
belaka, hura - hura, berburu jabatan struktural, hingga konflik berkepanjangan dari politik golongan. Mereka lebih layak disebut sebagai abdi mahasiswa yang tak
pernah mengabdi, pelaksana acara - acara seremonial belaka, dan tentu organisasi mahasiswa intra merupakan kaki - tangan birokrasi bola ping - pong.
Sedang organisasi ekstra kampus, tak lebih dari perwujudan usaha meneruskan tradisi semata. Alih - alih menjadi wadah persiapan dan pematangan
pemimpin masa depan, organisasi ekstra kampus justru berputar - putar di dalam ruangan mereka sendiri, lalu mengusik dan saling ejek dan menjatuhkan golongan
lain. Ketika pemira tiba, baru organisasi semacam ini muncul kepermukaan untuk memperebutkan dominasi dan jabatan, yang memunculkan perselisihan dan
permusuhan. Dengan menjual sejarah dan rekam jejak para pendahulu mereka, organisasi mahasiswa ekstra berlomba - lomba mendaku ideologi mereka yang
paling benar, layak, dan telah direstui kehidupan. Meski dua paragraf terakhir tak aku sampaikan secara langsung dihadapan
teman - teman, tapi itulah ungkapan kegelisahan, kekecewaan, sekaligus pandangan tentang apa yang sedang di bicarakan. Meski tak tersampaikan, rasanya
mereka dapat sendiri apa yang menjadi pendapat ku. Dan aku mempersilahkan itu. Sesuai dengan apa yang ditulis Jalaludin Rakhmat dalam Rekayasa Sosial, aku tak
memukul rata jika seluruh organisasi intra ataupun eksta memiliki kesesuaian
Universitas Sumatera Utara
87
kondisi dengan dua paragraf terakhir. Karena memang tak seleruhnya seperti itu. Mungkin masih ada yang tak seperti itu, meskipun jumlah nya sedikit dan terjepit.
Dari obrolan tentang organisasi mahasiswa, seorang teman bertanya tentang idealisme. Dengan terkantuk - kantuk aku balik bertanya, idealisme dalam arti apa?
Karena terkadang kita terjebak untuk mendefinisikan idealisme hanya tentang keteguhan prinsip seseorang untuk mewujudkan apa yang menjadi mimpi dan
harapan. Sementara dalam filsafat, idealisme merupakan paham yang melihat dunia sebagai refleksi dari ide, pemikiran, atau jiwa seseorang. Meski mengandung
kemiripan arti, tetap saja dua arti “idealisme” tetap berbeda. Pemisahan arti tersebut, penting untuk dilakukan sebelum mempertanyakan sekaligus menggugat
konsistensi, serta untuk memudahkan menjawab pertanyaan - pertanyaan turunan nya.
Berbicara tentang idealisme dalam arti pertama, tentu menyangkut pula tentang mimpi, harapan, keresahan, kepedulian, konsisitensi, keteguhan, serta
variable pendukung lainya. Menjaga keberpihakan, serta merawat perlawanan merupakan modal besar dari konsensi diri terhadap nilai - nilai kehidupan. Tentang
keberpihakan, tak ada alat ukur sejauh mana keberpihakan dapat dilakukan, dan terbuka banyak jalan untuk menggemakan keberpihakan. Dan yang penting dari
semua itu, keberpihakan bukan sebuah perlombaan yang harus selalu disiarkan di atas meja informasi, dilukiskan di depan instansi - instansi berdasi, namun cukup
dipahat dalam hati nurani. Dan tentang perlawanan, sejarah merekam ini dengan sangat cermat dan teliti. Pola dan gerak sejarah berputar dan menggilas darah -
darah orang yang kalah dan mengangkat dan menerbangkan orang - orang yang menang. Begitu lah sejarah berjalan. Dari masa ke masa, sejarah berbicara
mengenai perlawanan demi perlawanan yang tentu berbeda dari masa ke masa nya. Maka, menjadi menarik untuk mengajukan pertanyaan, siapa, apa, dan hal apakah
yang layak dilawan di zaman sekarang? Tentu kita perlu merenungkan nya secara radikal, hingga mengerucutkan lalu menentukan siapa lawan yang sebenarnya
mesti dilawan, bukan menjadikan lawan yang semestinya bisa menjadi kawan. Mendengar jawaban yang tak memuaskan, akhirnya teman ku membuka
topik baru pembicaraan, meski ia berkata akan membicarakan kembali dilain kesempatan. Ketika ia membuka pembicaraan baru, aku berdiri dan berpamitan
Universitas Sumatera Utara
88
untuk mengganti tidur yang semalam tidak dilaksanakan. Obrolan tentang politik selalu menarik bagi masyarakat. Hal ini biasa menjadi bahan obrolan yang menurut
mereka seru untuk diceritakan. Bahannya bisa tentang apa saja yang berkaitan dengan politik seperti pilkada,caleg, sampai masalah korupsi. Permasalahan bangsa
Indonesia yang kompleks menjadi bahan yang selalu diobrolakan. Bak sebuah topik utama obrolan tentang kisruh masalah korupsi dan dinamika yang ada di
dalamnya terasa menarik. Ibarat sebuah sinetron maupun film, persoalan bangsa ini seperti memiliki alur yang meruncing seakan rugi apabila ketinggalan sedikit saja.
Obrolan tentang politik ini bisa terlihat dimana saja, di kantor, angkot, di kedai - kedai atau dimana saja tempat orang berkumpul, begitu pula di kedai kopi.
Ospek merupakan ladang subur bagi para aktifis organisasi mahasiswa baik mereka yang aktif dalam organisasi ekstra kampus dan intra kampus. Para aktifis
ini biasanya memasukan nilai - nilai keorganisasianya pada para mahasiswa baru yang kemudian di arahkan untuk mengikuti jejak para seniornya terjun dalam
keorganisasian. Sangat bagus ketika para mahasiswa baru dibimbing dan diarahkan untuk menjadi mahasiswa aktifis, bukan menjadi mahasiswa yang hedonis atau
romantis, namun sekarang ini cukup sulit untuk di bedakan antara mahasiswa aktifis dan mahasiswa romantis karena dalam mahasiswa aktifis secara mayoritas
prilaku romantis sangat dominan. Terlihat dari para senior yang mendekati para mabanya untuk di jadikan pacar dan masuk dalam organisasinya.
Terdengar dari beberapa obrolan senior - senior organisasi yang ada di kantin dan beberapa tempat nongkrong bahkan dalam bas camp mereka,
obrolannya adalah mana mahasiswa baru yang cantik, bukan obrolan bagaimana mengarahkan maba dengan agenda - agenda agar mereka bisa berfikir kritis
terhadap kondisi diri, lingkungan dan negaranya. Sehingga di harapkan mereka akan mengetahui, bisa memilah dan memilih mana yang baik bagi kepentingan
bersama. Disisi lain ajakan untuk mengikuti organisasinya dengan embel - embel
Universitas Sumatera Utara
89
“jika kalian ingin menjadi sukses dalam perkuliahan maka ikutilah organisasi ini, karena kita yang memiliki kampus ini dengan masa yang paling besar”. Para maba
yang tidak mengetahui bagaimana kegiatan keorganisasian dalam dunia kampus yang dipenuhi dengan kepentingan para senior untuk medapatkan kedudukan
diwilayah politis. Pejabat kampus menduduki badan eksekutif mahasiswa dan seterusnya sampai pada tataran himpunan mahasiswa departemen. Karena ketika
mereka bisa menduduki jabatan tersebut maka dengan mudah untuk mendapatkan proyek dan proyek - proyek korupsi yang lainnya.
Doktrin - doktrin lain dari para senior organisasi yang berkuasa adalah kalian akan sulit dalam perkuliahan ketika tidak mengikuti organisasi ini. Memang
mereka yang memiliki kuantitas paling besar dalam kampus tapi apakah kuantitas mereka sebanding dengan kualitas mereka. Realitas yang menjawab, kemarin
dalam pemilihan baadan eksekutif mahasiswa saja terdapat keributan yang hampir beberapa hari tidak selesai, pertarungan dua partai mahasiswa yang di motori dari
dua organisasi ekstra kampus yang saling berebut jabatan yang tetapi masih diredakan.
Kemudian dalam kenaikan spp dan biaya registrasi masuknya mahasiswa baru tidak ada organisasi mahasiswa yang menyikapi dan menentang kebijakan
yang tidak memihak pada mahasiswa tersebut hanya terdapat satu organisasi itupun dari subnya bukan dari pusatnya. Justru mereka malah sibuk dengan perebutan
kekuasaan tersebut. Dari sinilah bagi para organisasi yang ingin menguasai kampus maka harus memiliki masa yang besar untuk mendapatkan kemenangan maka
segala cara dilakukan. Maka dengan itu para maba dimasukan dalam oraganisasi kemudian dibuatkan pelatihan dan setelah mereka resmi menjadi anggota maka
Universitas Sumatera Utara
90
akan menjadi alat yang paling tajam untuk menusuk mendapatkan kursi jabatan dalam kampus. Setelah pelatihan dan resi mendapatkan jabatan dalam kampus
maka mereka yang menjadi anggota akan ditelantarkan tidak ada bimbingan hanya agenda - agenda formalitas saja.
Obrolan politik organisasi pada mahasiswa ini yang menjadi bahan utama yang begitu berperan dalam menjadikan kedai kopi menjadi ramai. Sore hari selalu
memberi kehangatan ketika mulai menyapa dengan matahari teduhnya. Kehangatan itu juga terlihat di kedai kopi. Hangat kopi dan gorengan yang
menemani sebuah obrolan sore dan sapaan - sapaan serta tawa - tawa lepas pengunjung menambah riuh dan Saat itu Pilus Colia 25 tahun mengungkapkan
komentarnya. Nanti kalian akan menghadapi masa dimana orang-orang di dalamnya
akan kebingungan memisahkan antara amanah dengan kuliah. Kalau kalian sudah harus kelar mestinya”
Ada kata-kata yang menarik yang saya rasa kita semua hafal betul frasanya. Pemimpin itu sudah selesai dengan urusan pribadinya. Jadi, ketika sedang dalam
keadaan memimpin orientasi dan perannya sudah berbeda. Tidak bisa disamakan antara mahasiswa yang tujuan utamanya kuliah dengan titel tambahan aktivis
organisasi yang perannya juga memberikan manfaat bagi sesama. Misalnya yang diungkapkan oleh Soni Bangun 26 tahun :
Jangan benturkan kuliah mu dengan organisasi Mereka punya entitas dan alasan yang berdiri masing - masing. Kuliah itu kewajiban yang semua
mahasiswa harus selesai dulu dengannya. Kalau organisasi itu pilihan, kamu masuk di dalamnya harus optimal”. Kata - kata ini sampai sekarang
terus berkelindan dalam alam bawah sadar saya. Setiap ada adik - adik yang bertanya tentang prioritas waktu di organisasi, maka jawaban inilah
yang akan keluar pertama kali dan masuk ke telinga mereka.
Universitas Sumatera Utara
91
Dibalas oleh Pipin Colia 25 tahun : Ingat tujuan kalian kuliah itu untuk apa. Atur jadwal kuliah sebaik -
baiknya. Pengaturan jadwal adalah prioritas yang harus diatur sedemikian rupa sehingga benar-benar dapat efektif dalam menjalankan organisasi.
Menjalankan organisasi bukan perkara program kerja pribadi namun juga perkara program kerja semua organisasi. Karena organisasi adalah kerja
bersama, maka jangan hanya program kerja pribadi yang dijalankan, dengan alasan padat dengan jadwal yang lain. Ini adalah kekeliruan yang
tidak dapat dibenarkan. Dalam seminggu cobalah untuk mengatur jadwal, minimal satu hari atau beberapa jam saja untuk mengunjungi sekretariat
untuk sekedar berkomunikasi dengan pengurus yang lain. Tentu bukan hanya sekedar datang saat rapat saja, setelah rapat langsung pulang.
Dengan bercengkerama secara tidak sadar dapat mempererat hubungan organisasi.
Terkadang anggapan remeh terhadap kegiatan salah satu organisasi yang kita ikuti akan menjadikan hal yang buruk terjadi. Hal tersebut ialah prioritas yang
seharusnya diprioritaskan namun tidak diprioritaskan. Akibatnya salah satu organisasi lebih diutamakan dan organisasi yang lain tidak ditinggalkan.
Kenyamanan bukan alasan untuk meninggalkan organsisasi yang telah dipilih. Karena sekecil apapun tanggung jawab yang diberikan, itu akan memberikan
dampak yang luar biasa terhadap organisasi tersebut. Semua memberikan pendapatnya. Seolah – olah ini sidang paripurna, padahal tidak lebih dari sekedar
obrolan – obrolan kedai kopi saja. Mario Sinaga 24 tahun mengungkapkan :
Ini adalah langkah pertama yang harus kembali diingat untuk aktivis mahasiswa. Tujuan mengikuti organisasi dan komitmen yang telah
dibangun bersama diawal kepengurusan hendaknya selalu diingat dan dijadikan sebagai titik semangat. Tanamkan dalam diri bahwa sanggup
untuk menjalani pilihan yang telah dipilih dalam berorganisasi. Jika mengikuti tiga organisasi maka bersungguh - sungguhlah dapat
menjalankan amanah yang telah diamanahkan selama kepengurusan berakhir. Selain itu mental dan fisik juga harus dipersiapkan dijaga karena
jadwal satu organisasi saja sudah padat apalagi lebih dari satu organisasi.
Jigoro Lumbanraja 25 tahun memberikan tanggapan seperti berikut :
Universitas Sumatera Utara
92
Menurutku yo mengikuti organisasi banyak sisi negatifnya. Tadi di awal saya sempat menyinggung bagaimana seorang aktivis kadangkala harus
meninggalkan ujian jika waktunya bentrok dengan jadwal untuk demonstrasi. Saya memang tidak pernah meninggalkan ujian untuk aksi,
karena saya masih agak waras. Tapi saya pernah mengalami masa di mana IP SAYA TURUN SEBANYAK 0.55 saat mulai aktif dalam organisasi
pergerakan. Dengan rentang penilaian 4,0 sebagai nilai tertinggi, tentu penurunan sebesar 0,55 itu sangat signifikan. Penyebabnya sangat sepele.
Biasanya karena tingkat kehadiran di bawah 75 sehingga tidak boleh ikut ujian, atau pada saat H-7 ujian saya full ikut kegiatan di organisasi hingga
larut malam setiap harinya sampai -sampai lupa untuk belajar. Alhasil, saat menghadapi kertas jawaban maka saya tulislah sengawur -
ngawurnya. Hal ini yang hingga detik ini masih saya sesali meskipun nilai - nilai jelek sudah saya perbaiki, namun saya jadi terlambat enam bulan
untuk wisuda. Itu pun kalau skripsi yang sedang dikerjakan ini akan berjalan tanpa hambatan.
Kemudian dijawab oleh Ivo Sembiring 25 tahun : Menurut saya mengikuti organisasi itu buat kita menambah musuh. Risiko
bergabung organisasi tentu haruslah siap ditentang oleh organisasi lain yang sudah menjadi tradisi dengan organisasi kita. Saya termasuk orang
yang tidak dewasa dalam menghadapi konflik bernuansa politis, biasanya bertengkar karena alas an -alasan politis akan terbawa di kehidupan
sehari – hari, setidaknya kalau sedang duduk sebelahan dan mengobrol jadi canggung daripada dengan teman yang non-affiliated dengan
organisasi apapun. Selain dari organisasi tetangga, “Musuh” juga saya peroleh dari beberapa tempat; dari forum - forum, bahkan dari internal
organisasi sendiri karena konflik yang sebenarnya sangat klise. Saya orang yang payah dalam menjaga tutur kata saat mengkritik sesuatu sehingga
mengakibatkan banyak orang sakit hati. Ada juga yang pernah bercanda bilang bahwa saya adalah “Ahok versi perempuan”, jadi bisa dibayangkan
bagaimana keras dan blak - blakannya saat saya mengekspresikan ketidaksukaan pada sesuatu.
Obrolan berkembang terus ke beberapa aspek yang lain melalui celetukan dan sanggahan - sanggahan, seolah arus yang berjalan terus obrolan berjalan tak
pernah putus. Seperti ungkapan Heri Pelawi 23 tahun :
Universitas Sumatera Utara
93
Mengusahakan komitmen itu adalah hal yang sangat berharga dalam organisasi. Maka dari itu jangan pernah meremehkan komitmen dalam
organisasi. Jika mengikuti lebih dari satu organisasi dan sudah mulai jenuh terhadap salah satu organisasi, maka sudah saatnya untuk
mengevaluasi diri untuk dapat mempertahankan diri dalam organisasi yang telah dipilih.
Obrolan obrolan tentang politik pada organisasi mahasiswa ini selalu panjang dan menarik, saling medukung dan menjatuhkan sudah menjadi pemandangan yang
biasa dalam obrolan. Dengan demikian obrolan tentang politik organisasi menjadi topik yang selau menjadi menu utama terutama saat - saat ada isu yang tengah
membesar ataupun mendekat masa masa pemilhan umum. Politik di negeri ini ibarat “sandal” bisa kotor bisa juga bersih, tergantung dari pribadinya masing -
masing. Ibarat ‘sayur tanpa garam’ itu lah yang terjadi di kedai kopi, tanpa perbincangan masalah politik kedai kopi terasa suasana menjadi hampa.
4.5. Obrolan Seputar Ekonomi