46
benak konsumen, akan membuat konsumen tidak mudah beralih ke kedai kopi pesaing dan menciptakan loyalitas pelanggan di kemudian hari.
3.2. Kedai Kopi Sebagai Ruang Publik
Ruang publik diartikan sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada ruang publik ini, warga privat private person berkumpul
untuk membentuk sebuah publik dimana nalar publik ini akan diarahkan untuk mengawasi kekuasaan pemerintah dan kekuasaan negara. Ruang publik
mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, pers bebas, dan hak secara bebas berpartisipasi dalam perdebatan politik dan pengambilan keputusan.
Lebih lanjut, ruang publik dalam hal ini terdiri dari media informasi seperti surat kabar dan jurnal. Disamping itu, juga termasuk dalam ruang publik adalah tempat
minum dan warung kopi, balai pertemuan, serta ruang publik lain dimana diskusi sosio-politik berlangsung.
Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan bermakna.Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan
untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas.Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial,
ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia.Bermakna memiliki arti kalau ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan
dunia luas dengan konteks sosial.
Universitas Sumatera Utara
47
Dalam rangka melaksanakan interaksi yang sehat dan baik, manusia membentuk bermacam - macam kelompok sosial, mulai kelompok yang paling
kecil sampai pada kelompok yang lebih besar. Gerungan 1983 :90 membagi kelompok sosial menjadi dua bagian, yaitu :
• Kelompok primer • Kelompok sekunder
Dari kedua pengelompokan ini, yang lebih condong kepembahasan adalah kelompok primer. Gerungan 1983:90 memberikan batasan bahwa kelompok
primer adalah kelompok dimana anggota - anggotanya sering berhadapan muka antara satu dengan yang lain, saling mengenal dari dekat dan berhubungan dengan
erat. Dari uraian - uraian diatas, maka tidak ada alasan yang bisa menolak keberadaan kedai kopi sebagai suatu kelompok sosial yang sekaligus menjadi
sarana interaksi. Sebuah kedai kopi, pada saat beroperasi, dikunjungi orang yang hendak
membeli segelas kopi. Disini penjual minuman kopi dan pembeli minuman kopibertemu.Dan pada saat itu pula penjual dan pembeli mengadakan interaksi dan
komunikasi yang bertujuan untuk mengadakan transaksi pertukaran benda dan jasa ekonomi berdasarkan sistem harga yang disepakati. Tapi kedai kopi bukan
hanyapertemuan penjual dan pembeli saja, tetapi antara sesama pembeli. Dan inilah pokok yang lebih mendalam.
Kedai kopi itu bukan hanya tempat ngopi tapi tempat kita menumpahkan semua keluh kesah. Tidak jarang banyak ekspresi yang terjadi dari setiap
Universitas Sumatera Utara
48
pengunjung yang datang.Mulai dari ekspresi sedih ekspresi gembira hingga ekspresi marah.Semua ada dan tidak ada yang melarang.Semua bebas disini.Ya
siapapun tahu kedai kopi itu tempat umum tempat orang berkumpul melepas lelah dan ini menjadi bagian aktifitas yang terjalin hangat di kedai kopi.saat itulah kedai
kopi menjadi ruang publik. Kedai kopi juga menjadi ruang publik. Semakin bagus tata ruang atau
semakin nikmat racikan kopi yang dibuat akan menjadikan orang merasa nyaman untuk beraktifitas disana. Bahkan harga yang juga bersaing akan menambah daya
tarik seseorang untuk menghabiskan waktu di kedai kopi. Orang yang nongkrong di kedai kopi juga tidak sembarangan nongkrong.Ramenya kedai kopi itu bisa jadi
karena kopinya enak, atau tempatnya nyaman atau harganya murah. Atau karena banyak yang dikenal di kedai kopi .
Dengan demikian kedai kopi Padang Bulan yang ada di jalan Ngumban Surbakti bukan hanya berfungsi sebagai transaksi jual beli saja. Namun oleh
masyarakat digunakan sebagai sebuah interaksi yang membentuk ruang publik. Ruang publik adalah ruang dalam suatu kawasan yang dipakai masyarakat
penghuninya untuk melakukan kegiatan kontak publik. Whyte dalam Carmona dkk. 2003. Dengan kata lain ruang publik adalah sebuah tempat bebas dimana
masyarakat sebagai penghuninya memiliki kebebasan untuk berekspresi. Menurut Whyte dalam Carmona 2003, ruang publik yang bisa berfungsi
optimal untuk kegiatan publik bagi komunitasnya, biasanya mempunyai ciri - ciri antara lain: merupakan lokasi yang strategis, mempunyai akses yang bagus secara
visual dan fisik, ruang yang merupakan bagian dari suatu jalan jalur sirkulasi,
Universitas Sumatera Utara
49
mempunyai tempat untuk duduk - duduk antara lain berupa anak - anak tangga, dinding atau pagar rendah, kursi dan bangku taman, ruang yang memungkinkan
penggunanya dalam melakukan aktifitas komunikasi bisa berpindah - pindah tempat posisi sesuai dengan karakter dan suasana yang diinginkan.
Menilik tentang hal yang diutarakan oleh White diatas kedai kopi memiliki kriteria yang tepat sesuai gambarannya. Kedai kopi biasa dibangun ditempat yang
strategis seperti pinggir jalan, dibawah pohon rindang atau disudut gang. Hal ini berguna sebagai kenyamanan yang akan tercipta bagi pengunjungnya. Kedai kopi
itu haruslah nyaman, kalau tak nyaman gimana mau banyak yang ngopi ngopi disini.Untuk itu lokasinya juga perlu diperlu diperhatikan.Apa dia dibawah pohon
biar tempatnya sejuk atau di pinggir jalan tapi pake terpal penutup biar abunya tak banyak masuk.
Pernahkah anda malas membelokkan kendaraan saat ingin mampir ngopi?Nah, hal ini bisa jadi karena tidak ada parkiran yang cukup luas, tidak
terjangkau kendaraan gang sempit atau letaknya di pinggir jalanan penuh macet. Sudah pasti orang akan enggan mampir, kecuali kalau sudah menjadi pelanggan
setia.Posisikan juga diri anda sebagai pembeli. Dari penjelasan di atas anda pasti mengerti maksudnya, anda tidak akan mampir ke warung kopi tersebut karena
lokasinya yang tidak strategis. Kalaupun mampir juga karena terpaksa kan? karena paksaan ajakan teman misalnya, dan selanjutnya anda akan malas berkunjung lagi.
Universitas Sumatera Utara
50
Dalam kajian ruang publik sangat diperlukan integrasi sosial.Sauter dan Huettenmoser 2008 mempergunakan tiga dimensi untuk mengukur integrasi
sosial dalam kajian ruang publik, antara lain : • Dimensi struktural, yang berkaitan dengan aksesibilitas dan penggunaan ruang.
• Dimensi interaktif, yang terkait dengan hubungan sosial, jenis aktivitas pada ruang publik serta adanya kemungkinan partisipasi pada aktivitas dan pengambilan
keputusan di tingkat lokal. • Dimensi subjektif, yang terkait dengan kepuasan personal terhadap pengelolaan
lingkungan serta persepsi mengenai keterlibatan warga secara sosial. Dari tiga dimensi yang di utarakan di atas kedai kopi benar - benar sangat
tergantung dengan integrasi sosial. Seperti dimensi struktural di mana kedai kopi dengan ruang yang kecil sebenarnya memiliki akses tidak berbatas.Hal ini terkait
dengan ruang penggunaan kedai kopi sebagai tempat bertemu berinteraksi. Dimensi interaktif di mana kedai kopi selalu menyajikan obrolan - obrolan yang
tidak pernah putus. Seperti tidak pernah kehabisan topik pembicaraan untuk diobrolkan, dan yang terakhir tentang dimensi subjektif dimana ada kepuasan bagi
para pengunjung kedai kopi baik tentang sajian kopi maupun tentang obrolan yang ada.
Berbicara tentang ruang penggunaannya, serta sarana yang membentuknya kedai kopi juga sesuai dengan konsep “non place” yang diungkapkan oleh Auge
1995. Beliau memang tidak secara langsung membahas kedai kopi atau ruang publik.Beliau menggambarkan tentang suasana yang lebih luas. Dimana ia
Universitas Sumatera Utara
51
mengungkapkan ruang - ruang yang kita tempati saat ini atau yang ia sebut “place” sebenarnya adalah sesuatu yang tidak menunjukkan “place” lagi. Hal ini
karena sesuatu yang disebut “place” memiliki sebuah ruang bagi tata aturan yang sama dan dari latar belakang yang sama pula.
Auge mendeskripsikan tentang ruang tersebut dengan sebutan “non place” sesuatu yang ia artikan dengan ketiadaan batasan dalam sebuah ruang dimana
siapapun dengan aturan apapun dan latar belakang apapun memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses sebuah ruang. Dengan kata lain tidak ada batasan
seseorang darimana latar belakang budaya mana saja, pekerjaan apa saja sebenarnya memiliki kesempatan yang sama dalam sebuah ruang. Dan ini banyak
terlihat pada ruang ruang publik. Kedai kopi sebagai ruang publik memiliki juga memiliki kriteria tentang
“non place” seperti yang diungkapkan Auge. Kedai kopi tidak pernah memandang dari etnis mana pengunjung itu berasal, pekerjaan apa yang boleh duduk disana dan
jam berapa saja mereka bisa datang, semua memiliki kesempatan yang sama untuk duduk mengobrol tentang satu atau dua topik. Hal ini terlihat dari etnis yang
berkunjung yang terdiri dari etnis Jawa, Karo, Batak Toba, Mandailing, Padang, hingga Aceh, pekerjaan mulai dari Mahasiswa, PNS, Tukang Becak hingga Supir
Angkutan duduk bersama. Bahkan tidak ada batasan kapan mereka berkunjung, seperti jam - jam supir angkutan boleh duduk atau jam berapa saja para pekerja
kantoran untuk duduk di kedai kopi, semua bebas berekspresi. Warung kopi pada akhirnya menjadi ruang publik multifungsi.Tempat
minum kopi yang sejatinya berfungsi sebagai rumah aspirasi. Berbagai rumor,
Universitas Sumatera Utara
52
fakta dan data bergulir dari sana, bagai bola salju, menggelinding menjadi konsumsi publik. Di tempat ini pula rumor, fakta dan data itu, pada akhirnya
kembali dalam bentuk feedback disertai komentar miring. Feedback berharga itu sangat memungkinkan diserap menjadi bahan dasar untuk menyusun sebuah
kebijakan public
3.3. Kedai Kopi Sebagai Gaya Hidup