Latar Belakang Pendidikan
Latar Belakang Pendidikan
Diskusi masalah pendidikan ini berkaitan dengan permasalahan human capital biasanya direpresentasikan sebagai pengetahuan pekerja dan juga kemampuannya yang mampu meningkatkan produktivitas dan performance dalam bekerja yang diperoleh dari
pendidikan dan atau training 7 . Human capital bisa disamakan dengan physical capital. Siapapun bisa melakukan investasi dalam human capital. Human capital bisa dijadikan substitusi terhadap physical capital dan tenaga kerja. Investasi dalam human capital ini bisa berupa sekolah formal, on-the-job training, off -the-job training, perlakuan medis dan sejenisnya (Taiji, 2009).
Human capital melalui pendidikan (e.g., Schultz [1961], Becker [1975]) merupakan pengalokasian sumberdaya secara ei sien mensyaratkan bahwa tingkat pengembalian pada pendidikan sama dengan tingkat pengembalian pada bentuk investasi yang lainnya (Kim dan Mohtadi, 1992). Dengan demikian mereka yang melakukan investasi dalam pendidikan juga berharap bahwa ada retuts to educations yang akan mereka peroleh di kemudian hari. Biaya yang
7 Konsep human capital dalam ekonomi neoklasik dipelopori oleh Mincer (1958) dan kemudian dikaji lebih lanjut oleh Becker (1962, 1964) (Taiji, 2009)
Pola Penyerapan dan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi di Dunia Industri
dikeluarkan untuk pendidikan merupakan investasi dalam human capital, yang tingkat pengembaliannya dalam bentuk upah yang lebih tinggi (Kim dan Mohtadi, 1992). Ada hubungan antara pendidikan (schooling) dan tingginya pendapatan baik itu di negara maju maupun berkembang (Duryea dan Pagés, 2002).
Namun demikian, investasi dalam bentuk human capital beresiko dengan dua alasan sebagai berikut: pendidikan terpisah dengan upah/gaji karena gaji yang mungkin akan diterima mungkin sulit untuk dipredikisi oleh individu yang bersangkutan; individu yang bersangkutan juga belum tahu apakah dia akan sukses dengan apa yang telah dilakukannya (dalam pendidikan) (Harmon et.al, 2001).
Pendidikan telah dikenal mempunyai pengaruh positif secara langsung terhadap pembangunan ekonomi, pertumbuhan, kemampuan (potensial) seseorang dan juga produktivitasnya (Lau, et.al, 1991; Kim dan Mohtadi, 1992). Ada studi yang menunjukkan keuntungan ekonomi dari pendidikan yang diukur dalam bentuk pendapatan dari pekerja seumur hidup. Tingkat pengembalian terhadap pendidikan (rate of return to education) dikaji dengan pendekatan Human Capital' approach yang dipelopori oleh Schultz (1961). (Lau, et.al, 1991).
Melalui jalur mana sajakah pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, produktivitas dan pembangunan secara umum? Pendidikan mampu meningkatkan kemampuan seseorang untuk (Lau, et.al, 1991) melakukan tugas bisaa dan kemampuan untuk menerima tugas baru (kemudahan dalam menyesuaikan diri); menerima dan memproses informasi yang baru; berkomunikasi dan berkoordinasi dengan yang lainnya; mengevaluasi dan menyesuaikan kondisi yang terus berubah; membantu mengurangi ketidakpastian subjektif dan keraguan yang tidak perlu dan kemampuan untuk mengadopsi perubahan teknologi yang baru dan meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan inovasi dan produksi.
Zamroni Salim
Studi juga dilakukan untuk menguji keterkaitan pendidikan dalam meningkatkan kemampuan mengadopsi keahlian tertentu oleh pekerja. Pendidikan merupakan pelengkap modal i sik (physical capital) dan teknologi (Lau, et.al, 1991).
Pendidikan yang dimiliki oleh individu tertentu mungkin mempunya pengaruh terhadap upah/gaji yang diterimanya di pasar tenaga kerja, bukan karena pengaruh terhadap produktii tas tetapi karena pendidikan merupakan sinyal adanya produktivitas (a signal of productivity) atau sesuatu yang dinilai oleh pengusaha/pemilik perusahaan bahwa pendidikan itu berguna karena pendidikan berkontribusi pada produktvitas meski hal itu sulit untuk ditelaah (Chevalier et.al, 2003). Pengusaha percaya bahwa pendidikan terkait dengan produktivitas, oleh karena itu pengusaha melakukan perekrutan terhadap karyawannya dan memberikan gaji yang lebih kepada mereka yang lebih terdidik. Kepercayaan pengusaha akan terbukti bila tingginya produktivitas seseorang karyawan merupakan signal dari tingkat pendidikannya. Penjelasan yang diuraikan oleh Becker (1962) dan Schultz (seperti dikutip oleh Chevalier et.al (2003) bahwa adanya hubungan antara pendidikan dan gaji dikarenakan bahwa pendidikan mampu meningkatkan produktivitas.
Adanya kesulitan mendasar terkait dengan adanya perbedaan bahwa pendidikan merupakan signal terhadap produktivitas yang ada dan sinyal terhadap peningkatan produktivitas adalah bahwa keduanya (human capital theory and signaling theory) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendapatan dan tingkat pendidikan. Study yang dilakukan oleh Chevalier et.al, (2003) mendapatkan fakta bahwa pengaruh tingkat pendidikan terhadap upah secara rata-rata cukup besar yaitu mendekati 10% setiap 1 tahun tambahan pendidikan seperti terlihat dalam Gambar 3.2 berikut:
Pola Penyerapan dan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi di Dunia Industri
Gambar 3.2 Pengaruh tambahan tahun pendidikan normal pada upah-laki-laki
dan perempuan (%) LFS 1993-2001 Sumber: Chevalier et.al, (2003)
Studi lain dilakukan oleh Iranzo dan Peri (2006) menyimpulkan bahwa adanya kenaikan pendidikan ke level menengah mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap peningkatan Total Factor Productivity-TFP (kurang dari 2% untuk setiap kenaikan 1 tahun pendidikan). Sementara itu untuk tingkat akademi mempunyai pengaruh sekitar 17%.
Ada beberapa studi yang menjelaskan apakah pendapatan dari pekerja yang lebih terdidik merefl eksikan kemampuan yang ada? Jika kebanyakan mereka yang bekerja dengan keahlian yang kebih adalah mereka yang berpendidikan lebih tinggi, pendidikan bisa dikatakan sebagai signal tinnginya kemampuan/keahlian. Meskipun demikian tingginya pendapatan menunjukkan bahwa pendidikan yang mampu memberikan pengetahuan dan keahlian mampu meningkatkan produktivitas pekerja (Duryea dan Pagés, 2002).
Zamroni Salim
Ada juga study yang mengatakan bahwa pendidikan tidak mempengaruhi produktivitas seseorang secara langsung. Pendidikan hanya sebagai screening device (Dore [1976]). Spence [1974] menjelaskan bahwa pendidikan merupakan sebuah signaling device. Spence juga tidak menai kan bahwa ada hubungan antara pendidikan dan produktivitas (Kim dan Mohtadi, 1992). Hal ini karena sebenarnya produktivitas real seseorang itu tidak bisa diketahui dengan sempurna, maka performance seseorang melalui pendidikannya dilihat sebagai indikator yang menunjuk ke arah adanya informasi tentang berbagai atribut yang terkait dengan produktivitas pekerja (seperti motivasi, kedisiplinan, ketepatan waktu, kerajinan, dll). Dalam kasus demikian adalah optimal bila pekerja yang berpendidikan lebih mencari pendidikan yang lebih tinggi lagi dan berharap upah yang lebih tinggi lagi. Adanya ekspektasi demikian bisa terwujud bila pengusaha/yang mempekerjakannya menyadari bahwa pekerja dengan pendidikan yang lebih tinggi adalah lebih produktif daripada mereka yang berpendidikan lebih rendah (Kim dan Mohtadi, 1992).
Pendidikan berfungsi sebagai screening device untuk meyeleksi karyawan dan juga human capital device yang mampu meningkatkan produktivitas. Pengangguran dilihat sebagai worker discipline device untuk menghindarkannya dari kemungkinan lari dari perusahaan (Kim dan Mohtadi, 1992)..
Dalam kerangka human capital, pendidikan menambah kemampuan alamiah (bakat) yang dimiliki oleh pekerja yang kemudian ditawarkannya di pasar tenaga kerja. Pendukung konsep/teori ini juga melihat bahwa pendidikan merupakan signaling or screening device untuk keahlian yang tidak bisa
Pola Penyerapan dan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi di Dunia Industri
diobservasi dengan baik (Bedard, 199). Secara spesii k, perusahaan mengindikasikan kemampuan dengan pendidikan dan mahasiwa memilih pendidikan tingkat tertentu untuk memberikan signal tentang kemampuannya kepada perusahaan/pengusaha potensial. Dengan demikian upah yang diterima oleh mereka yang berpendidikan tinggi merupakan kombinasi dari akumulasi human capital dan juga efek dari diidentii kasikannya seseorang sebagai lulusan bukannya sebagai yang putus sekolah (Bedard, 199).
Selanjutnya karena semakin lebih mudah bagi yang berpendidikan lebih tinggi untuk membedakannya dengan yang tidak berpendidikan/lebih rendah, upah menjadi lebih berfungsi sebagai indikator kesesuaian kemampuan dengan pekerjaan (meritocratic) dan juga pendidikan yang lebih tinggi lebih mudah untuk diraih, maka upah bisa lebih merefl eksikan produktivitas (Bedard, 199).
Pekerja dengan tingkat pendidikan yang berbeda bersifat tidak bisa saling menggantikan dalam proses produksi (not perfect substitutes). Hal ini terkait dengan perbedaan teknologi yang mampu diadopsinya/diserapnya dan berbagai variasi produk yang diproduksi pada berbagai tingkatan keahlian. Iranzo and Peri (2006).
Iranzo dan Peri (2006) menguji hubungan antara pendidikan dan TFP di Amerika Serikat dengan mengasumsikan hanya ada dua jenis teknologi yaitu tradisional dan modern. Nampak bahwa pekerja yang lebih terdidik (dengan pendidikan yang lebih tinggi) mempunyai keuntungan komparasi (comparative advantage) di sector modern, selanjutnya ada kenaikan pengaruh terhadap TFP dengan adanya kenaikan tingkat pendidikan. Dengan pendidikan yang lebih rendah mempunyai
Zamroni Salim
tingkat pengembalian pribadi dan social (private and social returns) yang lebih kecil karena teknologi yang digunakannya mempunyai tingkat pengembalian yang lebih kecil terhadap keahlian yang dimilikinya (lower returns to skills) dan tidak memungkinkannya/kecil kemungkinannya untuk memproduksi barang yang terdiferensiasi (dif erentiated goods). Sementara itu untuk pendidikan yang tinggi mempunyai tingkat pengembalian pribadi dan social yang lebih tinggi karena teknologi yang modern memungkinkannya untuk memproduksi dengan produktivitas yang lebih tinggi dan mampu memproduksi barang dengan diferensiasi yang tinggi.
Bagaimana pengaruh pendidikan dalam bekerja khususnya produktivitas kerja? Berdasarkan data lapangan (wawancara), dalam bekerja dan juga dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas pekerja, kemampuan dan ketrampilan dalam bekerja lebih dominan. Namun demikian, pendidikan tetap penting mengingat kemampuan seseorang dalam menyerap perkembangan teknologi/mesin ditentukan oleh tingkat pendidikannya (mereka cenderung lebih tanggap dalam menerim instruksi).
Data yang diperoleh dari lapangan (Tabel 3.8) menunjukkan bahwa para pekerja meyakini bahwa latar belakang pendidikan yang mereka peroleh mempunyai kontribusi dalam meningkatkan produktivitas mereka. Sekitar 75% (Banten) dan 85.71% (Batam) pekerja mengatakan bahwa pendidikan yang telah mereka peroleh mempunyai kontribusi dalam meningkatkan produktivitas mereka dalam bekerja.
Pola Penyerapan dan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi di Dunia Industri
Tabel 3.8 Lata belakang Pendidikan dan produktivitas kerja
h Tidak berpengaruh Total Banten Diploma 3
Pasca Sarjana 3.96 6.93 0.00 10.89 Total 22.77 51.49 25.74 100.00
Batam
Diploma 3 14.29 20.63 11.11 46.03 Sarjana 9.52 41.27 3.17 53.97
Pasca Sarjana 0.00 0.00 0.00 0.00 Total 23.81 61.90 14.29 100.00