Kesesuaian kompetensi terhadap Kepuasan Kerja

Kesesuaian kompetensi terhadap Kepuasan Kerja

Secara sederhana kepuasan kerja merupakan ungkapan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Job satisfaction is in regard to one’s feelings or state-of-mind regarding the nature of their

work 16 . Teori ekonomi dasar mengasumsikan bahwa kepuasan kerja, dapat digunakan sebagai suatu proxy dalam mengukur manfaat pekerjaan yang secara positif berhubungan dengan pendapatan dan berkaitan secara negatif terhadap jam kerja. Sebuah literatur yang dominan mendukung bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, akan diikuti oleh semakin tingginya tingkat kepuasan (Farooq et.al, 2009).

16 (Mc Namara. Free Library.http://managementhelp.org/prsn_wll/job_stfy.htm)

Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri

Eugenia Fabra Florit & Luis E. Vila Lladosa (2007) dalam penelitiannya tentang pengaruh pendidikan terhadap kepuasan kerja menunjukkan adanya pengaruh yang tidak langsung, oleh karena diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan lebih memungkinkan baginya untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Ditambahkannya, bahwa kepuasan kerja seseorang akan menurun, bila dia merasa mismatch antara latar belakang pendidikan dan pekerjaannya.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, seperti imbalan atau penghargaan atas hasil kerja termasuk di dalam nya pengembangan karir, hubungan dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap pimpinan, dlsb. Salah satu perusahaan di Banten yang diteliti, telah melakukan survei terhadap kepuasan kerja karyawannya dengan mengukur sepuluh variabel, yaitu, Kesempatan untuk maju, Keamanan & Kenyamanan, Gaji, Perusahaan & Manajemen, Pengawasan, Faktor intrinsik dari pekerjaan, Kondisi kerja, Aspek sosial dalam pekerjaan, Komunikasi, dan Fasilitas. Hasil studi mereka menunjukkan bahwa faktor intrinsik yaitu perasaan bangga atas pekerjaannya memiliki indeks kepuasan tertinggi, sedangkan yang terendah adalah faktor kesempatan untuk maju, yang ditunjukkan oleh 64% responden merasa tidak puas terhadap kejelasan perencanaan karir dari perusahaan yang bersangkutan. Dalam studi link and match kali ini peneliti tidak secara khusus mengukur tingkat kepuasan kerja responden dengan menggunakan alat ukur yang lebih lazim yaitu menggunakan skala Likert dengan membandingkan antara harapan dan kenyataan, tetapi dengan mengajukan beberapa pertanyaan dengan beberapa pilihan jawaban yang tersedia, baik secara langsung tentang suka atau tidak suka terhadap pekerjaannya, maupun tentang beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja responden, serta pertanyaan terbuka tentang tiga faktor terpenting bagi responden yang dapat memberikan kepuasan kerja.

Endang S Soesilowati

Hasil studi menunjukkan bahwa memberikan hasil kerja terbaik merupakan faktor terpenting yang paling sering disebut oleh responden baik bagi mereka yang match antara latar belakang pendidikan dan pekerjaannya, maupun yang mismatch. Demikian pula halnya dengan penghargaan dari atasan, promosi jabatan, serta gaji/insentif/kesejahteraan merupakan hal penting berikutnya bagi kepuasan kerja yang dinyatakan oleh sebagian besar responden. Sebaliknya, untuk jawaban terhadap tiga faktor terpenting dari pengaruh sosial/eksternal responden terhadap semangat kerja mereka, menunjukkan sedikit perbedaan. Rekan/kelompok kerja mendapatkan porsi yang penting dalam mempengaruhi semangat kerja bagi pekerja yang match, sementara sikap atasan dianggap lebih penting bagi pekerja yang mismatch dalam mempengaruhi semangat kerja mereka (lihat gambar 4-5).

Gambar 4.5 Perbandingan persentase responden antara yang match dan yang mismatch terhadap tiga faktor eksternal yang paling mempengaruhi semangat kerja.

Sumber: Diolah dari data primer Tim peneliti P2E 2009

Komposisi persentase antara pekerja yang match dengan yang mismatch juga ditunjukkan dalam pilihan utama terhadap tiga faktor imbalan dan fasilitas terhadap semangat kerja responden. Walaupun

Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri

gaji yang merupakan take home pay dipilih oleh kedua kelompok responden sebagai faktor terpenting dibanding dua faktor lainnya, namun bagi pekerja yang match kompensasi lainnya menduduki posisi pilihan persentase responden yang ke dua lebih penting ketimbang kelengkapan peralatan kerja, sementara bagi kelompok yang mismatch, justru lebih banyak responden yang memilih kelengkapan peralatan dibandingkan dengan bentuk kompensasi insentif tambahan yang dapat mempengaruhi semangat kerja mereka.

Bagan 4.6 Perbandingan persentase responden antara yang match dan

yang mismatch terhadap tiga faktor imbalan yang paling mempengaruhi semangat kerja.

Sumber: Diolah dari data primer Tim peneliti P2E 2009

Dengan menggunakan 4 skala pilihan dari sangat tidak suka sampai sangat suka terhadap pekerjaannya, mayoritas responden dari kedua kelompok (match dan mismatch) menyatakan suka terhadap posisi jabatan yang sedang mereka lakukan, dan tidak ada seorang pun dari kedua kelompok responden yang menyatakan sangat tidak suka. Namun demikian, setelah dilakukan pembobotan jawaban mulai dari

1 untuk yang sangat tidak suka- sampai 4 bagi jawaban sangat suka, diperoleh perbandingan angka rata-rata 3.20 : 2.77 antara mereka yang

Endang S Soesilowati

match dengan yang mismatch. Artinya,responden pada kelompok match menunjukkan tingkat kesukaan terhadap posisi jabatan yang diembannya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mismatch.

Tabel 4.9 Persentase dan Sekor rata-rata Responden atas Tingkat

Kesukaannya terhadap Posisi Jabatan Mereka

Total Suka dengan posisi jabatan

Pekerjaan sesuai dengan latar belakang

pendidikan

sekarang

Ya (match)

Tidak (mismatch)

Sangat Suka

2 4.17% 27 16.56% Suka

33 68.75% 121 74.23% Tidak suka

48 100.00% 163 100.00% Sekor Rata-rata

Sumber: Diolah dari data primer Tim peneliti P2E 2009