KENDALA DAN REALISASI KEBIJAKAN LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN DAN INDUSTRI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI

Realisasi Implementasi Link-Match dunia Pendidikan dan Industri di Batam dan Banten

Mengacu pada informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan para narasumber dari dinas pendidikan di dua daerah penelitian, mengesankan bahwa pemerintah daerah tidak dapat mencampuri kebijakan pendidikan tinggi setempat. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kasus Disdiknas Banten misalnya, penjabat yang mengurusi pendidikan tinggi adalah kepala seksi pada esselon empat, sementara ketua penyekenggara pendidikan tinggi sudah

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

menduduki esselon dua. Di sisi lain, kurikulum nasional dipandang kurang sesuai dengan kondisi daerah/kondisi lokal. Perusahaan memberikan masukan kepada dunia pendidikan untuk memasukkan hal-hal khusus yang bersifat praktis sesuai dengan kebutuhan industri. Sementara itu, seorang narasumber dari pihak industri menyatakan bahwa sampai saat ini pengajaran di perguruan tinggi masih terfokus pada pengembangan ilmu yang bersifat teoritis, dan kurang aplikatif. Inilah yang menjadi kunci permasalahan, mengapa lulusan perguruan tinggi tidak dapat mengisi kekosongan lowongan kerja yang tersedia. Pelatihan atau pendidikan tambahanpun nampaknya masih perlu disediakan oleh perusahaan, bila perusahaan ingin meningkatkan kompetensi pekerjanya yang lebih pas dengan kebutuhan jenis pekerjaan/posisi kerja bagi karyawan/pekerja bersangkutan (akan dijelaskan pada uraian selanjutnya).

Baik di daerah penelitian Kepri maupun Banten pemerintah daerah mulai secara serius menggarap politeknik dengan jurusan yang beragam dan lebih menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi daerah yang bersangkutan. Kepri dengan mengembangkan Politeknik yang ada ditambahkan untuk jurusan maritim terutama untuk distribusi barang dan jasa. Langkah ini ditunjukkan dengan mengaktifkan kembali politeknik yang telah dilebur kedalam perguruan tinggi yang berorientasi akademik. Politeknik Batam yang telah diubah menjadi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) pada 2007 yang lalu, akhirnya diaktifkan kembali sebagai perguruan tinggi berorientasi vokasi yang mandiri. Bahkan, sesuai dengan program pemerintah yang mulai menaruh perhatian tinggi terhadap pendidikan vokasi, statusnya akan ditingkatkan, dari perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi Badan hukum Pendidikan milik Pemerintah (BHPP), perguruan tinggi negeri (PTN) versi baru.

Bagi provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang memiliki tiga daerah berstatus Free Trade Zone (FTZ), yaitu Batam, Bintan, dan Karimun (BBK), keberadaan BHPP Politeknik Batam tentu sangat membantu bagi

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

upayanya menyediakan tenaga kerja terampil di BBK. Diyakini, tenaga kerja terampil yang dididik di daerah investasi tentu akan memiliki daya tahan kerja lebih tinggi (ditunjukkan dengan rendahnya tingkat turn over pekerja). Keyakinan ini akan semakin tinggi bila peserta didik atau calon tenaga terampilnya adalah sdm unggulan yang diberi beasiswa oleh pemerintah daerah. Keberadaan BHPP Politeknik Batam layak menjadi bagian dari promosi bagi para calon investor, yaitu terjaminnya ketersediaan tenaga kerja terampil di lokasi investasi.

Sebagai BHPP, pengembangan Politeknik Batam akan didukung oleh Depdiknas yang semakin peduli terhadap pendidikan vokasi. Peran Depdiknas (pemerintah) bagi investasi dan pengoperasian yang diperlukan BHPP tertulis jelas pada UU BHP. Sebagai BHPP di FTZ, Politeknik Batam harus mampu mengembangkan diri agar dapat menghasilkan tenaga kerja dengan berbagai jenis keterampilan guna memenuhi kebutuhan industri. Kedua variabel di atas akan menjadi dasar yang kuat bagi pengembangan BHPP Politeknik Batam di masa mendatang.

Politeknik Batam, merupakan satu-satunya Politeknik di kota Batam, diresmikan oleh Mendiknas RI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Bulan Oktober No. 235/D/O/2000 dengan membuka tiga program studi yang memiliki tingkat kebutuhan tertinggi di kawasan industri Batam yaitu Akuntansi, Teknik Elektro dan Teknik Informatika. Ketiga Program Studi yang dimiliki Politeknik Batam telah mendapatkan akreditasi “B” dari Badan Akreditasi Nasional perguruan Tinggi (BANPT) pada tahun 2003, dan sertii kasi ISO 9001- 2000 untuk Quality Manajemen System pada tahun 2006. Politeknik Batam berada dibawah Yayasan Pendidikan Batam yang terdiri dari dari Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam, Universitas Riau dan Institut Teknologi Bandung.

Sementara itu, Banten khususnya di Serang, direncanakan pembangunan Politeknik bekerja sama dengan Universitas Negeri

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

setempat (UNTIRTA) dengan jurusan/ bidang studi kargo, akuntansi, kimia dan transportasi yang dianggap merupakan bidang studi yang saat ini lebih sesuai dengan kebutuhan usaha/industri dan pengembangan daerah setempat.

Beberapa kebijakan lokal yang telah dilakukan baik di daerah penelitian Banten maupun Kepri dalam mengimplementasikan program Link and Match dari sisi pendidikan dapat dikelompokkkan menjadi empat aspek yaitu, pengembangan kurikulum, pengembangan kapasitas institusi, pengembangan pengetahuan (knowledge), dan pengembangan skill SDM. Gambaran ini diperoleh terutama berdasarkan kajian terhadap empat lembaga perguruan tinggi (masing-masing diwakili oleh Poltek Batam dan UIB di Batam, UNTIRTA dan Poltek Piksi di Banten, serta BBLKI di Banten.

Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa strategi yang diimplementasikan untuk mendukung keterkaitan (link and match) dunia pendidikan dan industri. Pertama, dengan membuka jurusan/kelas khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Misalnya, pengembangan jurusan teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, sebagai bentuk akomodasi kebutuhan tenaga-tenaga teknik di Krakatau Steel (KS). Krakatau steel tidak hanya menggagas jurusan tersebut namun mendukung dalam tenaga pengajar maupun beberapa kebutuhan aplikasi (praktek) dari mahasiswa. Sementara di Batam, Mc Dermont dan Schneider bekerjasama membuka kelas khusus (maksimal 20 orang) pada SMK di mana siswa dipersiapkan untuk bekerja di perusahaan tersebut. Berbagai materi pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan, yang selanjutnya diikuti dengan magang di perusahaan tersebut selama satu semester. Di bagian akhir dilakukan uji kemampuan siswa atas penguasaan keahlian oleh perusahaan tersebut yang terwujud dalam sertii kasi.

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Tidak hanya dengan membuka kelas/jurusan khusus, namun kurikulum dapat diimplementasi dengan mengubah (merekonstruksi ulang) isi dari kurikulum itu sendiri. Dengan kata lain, tidak harus dengan mengubah struktur kurikulum (umum dan khusus) namun fokus kepada isi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dapat dicontohkan peningkatan aplikasi software visual basic ke fox pro di Poltek Piksi Serang demi mengakomodasi kebutuhan teknologi yang berkembang demikian pesat. Sementara di Batam, UIB melakukan technical assistance dengan Universitas Indonesia, maupun dengan benchmarking melalui studi banding untuk melengkapinya. Hal ini dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan kompetisi pendidikan yang semakin ketat, berbagai hal positif dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan pasar maupun institusi tersebut.

Lebih jauh, hal tersebut dapat direalisasikan dalam bidang ajar yang disesuaikan dengan perkembangan nasional. Misalnya, perkembangan syariah dimanifestasikan dengan pengembangan jurusan ekonomi syariah di fakultas ekonomi Untirta. Pembukaan bidang ajar nampaknya cukup fl eksibel sebagai salah satu bentuk respon positif atas dinamika dunia pendidikan dan dunia bisnis.

Terakhir, adanya pelibatan dunia industri dalam penyusunan kurikulum akademik di tingkat perguruan tinggi. Salah satu bentuk aplikasi ini adalah adanya peran aktif dari institusi perguruan tinggi untuk melakukan kerjasama dalam menyesuaikan kebutuhan dunia industri guna melengkapi kurikulum dasar yang telah disusun sebelumnya. Hal tersebut telah dilakukan Universitas International Batam (UIB) misalnya, dengan melakukan survei secara berkala (selama 2 tahun) sebelum menyusun kurikulum. Model ini sangat bermanfaat sebagai pelengkap dan penunjang dari kurikulum dasar yang telah disusun sekaligus menyesuaikan berbagai perubahan di dalam dunia industri. Artinya, bahwa beberapa perguruan tinggi telah berupaya untuk bersaing dengan dinamika dunia industri dengan membekali peserta didiknya melalui kurikulum tambahan, sehingga mampu menghasilkan lulusan

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

yang siap bekerja sesuai dengan kebutuhan industri. Dalam implementasi sistem pendidikan nasional, pengembangan

dan manajemen kurikulum diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan melalui tim yang dibentuk di dalam institusi tersebut (wawancara dengan Dinas Pendidikan Batam, 2009). Tim yang terbentuk tersebut dapat terdiri atas pengajar institusi (utama), atau dapat melibatkan tokoh masyarakat dan pakar kurikulum (bersifat tentative/insidental). Selanjutnya kurikulum tersebut diuji di tingkat Dinas Pendidikan setempat dan dilakukan supervisi oleh pengawas setempat secara regular. Salah satu pertimbangan mendasar adanya otonomi kurikulum adalah keseragaman merupakan hal yang tidak lazim untuk diterapkan pada masa sekarang (Zais, 1976, dalam Rusman, 2009). Justru keragaman isi kurikulum merupakan sarana mengakomodasi tuntutan perkembangan global, sehingga dunia pendidikan dapat lebih dinamis. Dari empat kasus pendidikan tinggi di dua daerah penelitian terindikasikan bahwa pihak pendidikan tinggi itu sendiri lah yang harus lebih aktif dan kreatif mengembangkan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Pengembangan Institusi Pendidikan

Seperti diuraikan di bagian sebelumnya, bahwa terdapat beberapa faktor yang mendukung implementasi kurikulum, baik dari manajemen institusi hingga monitoring pelaksanaan kurikulum. Sebagai salah satu bentuk aplikasi kurikulum adalah bagaimana keterkaitan dunia industri dengan dunia pendidikan khususnya dalam pengembangan kapasitas institusi. Dalam realitas dilapangan beberapa hal tersebut terwujud dalam: pertama, kerjasama dukungan software maupun hardware pendidikan dengan pihak diluar institusi pendidikan itu sendiri. Di Banten hal tersebut telah diwujudkan atas dukungan beberapa perusahaan terhadap pengembangan Politeknik

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

(Poltek) Piksi di Serang, sementara di Serpong hal tersebut diwujudkan dalam pembangunan Poltek bekerjasama dengan Siemens. Di Batam hal tersebut telah lama terwujud dalam pembangunan Politeknik Batam sebagai manifestasi kerjasama Otorita Batam, Pemerintah Kota Batam, Universitas Riau, ITB maupun Mc. Dermont.

Kedua, pengembangan institusi diaplikasikan dalam membentuk forum komunikasi khusus dunia industri dan pendidikan seperti pera- nan industri sekitar di Banten terhadap think-tank Balai Besar Latihan Kerja Industri (BBLKI). Lebih jauh, strategi yang diterapkan oleh BBL- KI adalah melakukan kerjasama dengan negara Austria dengan men- dapatkan bantuan teknis yang sangat membantu dalam mengasah ketrampilan dan keahlian para calon tenaga kerja maupun para kar- yawan. Sebagai gambaran, pelatihan di BBLKI tidak dikenakan biaya dimana sumber pendanaanya berasal dari DIPA. Namun, akibat keter- batasan anggaran ini, maka tidak semua calon peserta dapat diterima mengikuti pelatihan. Di institusi ini tidak hanya calon tenaga kerja saja (fresh graduate) yang terlibat, tapi juga cukup banyak karyawan dari perusahaan yang ditempatkan untuk mengikuti pelatihan. Sering- kali, perusahaan swasta yang bersangkutan tidak berkontribusi dalam pengembangan BBLKI walaupun mereka menitipkan karyawannya dalam pelatihan tersebut.

Selanjutnya, guna mewujudkan visi dan misi dinas pendidikan bahwa pendidikan berkualitas untuk seluruh pihak tanpa harus terkendala waktu, biaya maupun sarana maka program beasiswa dari pihak swasta turut mendukung proses implementasi pendidikan di Indonesia. Beberapa realisasinya terwujud atas dukungan beberapa perusahaan (misalnya Krakatau Steel dan Indah Kiat) yang memberikan bantuan beasiswa kepada mahasiswa baik di perguruan tinggi setempat (misalnya Poltek Piksi maupun Untirta) maupun di perguruan tinggi lainnya di luar Banten, dan juga dapat berupa ikatan dinas. Salah satu hal yang cukup menguntungkan dari adanya ikatan dinas adalah adanya kepastian jaminan pekerjaan setelah lulus

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

bagi mahasiswa untuk bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Di lain pihak bagi perusahaan menjadi relatif ei sien karena dapat mendapatkan calon tenaga kerja yang terbaik dengan mengikuti perkembangan pendidikannya.

Hal senada juga diimplementasikan perusahaan Mc. Dermont dan Schneider kepada siswa SMK yang berprestasi dalam program beasis- wa ikatan dinas di Batam. Terdapat kurang lebih 20 siswa berprestasi yang dibina dalam kelas khusus yang setelah lulus wajib bekerja di kedua perusahaan tersebut.

Pengembangan Pengetahuan

Pengembangan Pengetahuan (knowledge) menjadi hal yang sangat esensial dalam mendukung implementasi kurikulum, yakni obyek dari kurikulum tersebut. Artinya pengetahuan sebagai target dari kurikulum untuk diimplementasikan kepada peserta didik. Hal ini dapat diartikan bahwa penguasaan pengetahuan menjadi salah satu indikator keberhasilan implementasi kurikulum. Beberapa strategi untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan melibatkan dosen tamu yang dapat berasal dari para praktisi maupun pakar dan peneliti dibidangnya. Hal tersebut diimplementasikan di wilayah Banten mau- pun Batam, seperti sebagian pengajar Poltek Piksi merupakan praktisi informatika dari Perusahaan Krakatau Steel. Demikian pula Politeknik Batam dan UIB yang mendatangkan para pakar industri yang berada di Batam sebagai dosen tamu.

Strategi kedua adalah melakukan peningkatan latar belakang pendidikan para pengajar untuk level S2 maupun S3. Hal ini sekaligus sebagai penguatan kapasitas SDM pengajar. Hal tersebut telah diwujudkan Dinas Pendidikan Propinsi Kepulauan Riau dengan mengirim secara rutin para perwakilan dosen yang terpilih untuk belajar ke UI, UGM, ITB, UI, ITS maupun Unhas sesuai dengan target kepakaran yang diharapkan.

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Ketiga, melakukan kuliah umum dengan nara sumber yang berasal dari para pengusaha sukses dan ternama. Harapannya hal ini mau memberikan gambaran perkembangan dan dinamika dunia usaha di lingkungan perguruan tinggi. Secara langsung updating informasi dapat diperoleh bagi para peserta didik maupun pengajarnya.

Terakhir, dengan membangun pusat pengembangan akademis, dimana para pengajar dapat mengembangkan kemampuan akademis maupun non akademis (khususnya perkembangan isu-isu nasional maupun global). Berbagai riset, seminar, lokakarya, asistensi maupun coaching dapat dilakukan melalui media ini. Wujud riilnya adalah Aplikasi Academic Centre untuk dosen UIB di Batam.

Pengembangan Keterampilan (Skill) Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam aspek yang lain, kurikulum diharapkan mampu mengembangkan keahlian para lulusan perguruan tinggi. Keterkaitan kurikulum dunia pendidikan dan industri diimplementasikan dalam membentuk Balai Besar Latihan Kerja Industri guna meningkatkan keahlian baik bagi calon tenaga kerja maupun para karyawan yang telah berkerja. Hal ini telah diimplementasikan di Banten, dengan durasi pelatihan selama 3 bulan. BBLKI ini merupakan wujud kerjasama antara Depnakertrans, swasta dan BUMN. Tidak sedikit MoU telah terjalin antara BBLKI dan BUMN maupun swasta, khususnya dalam rangka memberikan training kepada karyawannya. Selain itu, Politeknik Batam juga membuka sertii kasi dan pelatihan kepada khalayak umum untuk mengasah kemampuannya melalui kelas-kelas khusus, seperti kelas welding, aplikasi cisco, Sertii kasi Profesi Telematika melalui tempat Tempat Uji Kompetensi (TUK), mekatronika, maupun akuntansi yang diakui dengan melibatkan para penguji dari akademisi maupun praktisi industri.

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

Strategi selanjutnya adalah mengembangkan program magang di dunia industri. Program magang ini dapat terwujud setelah pihak perguruan tinggi melakukan pendekatan kepada dunia industri. Arti- nya bahwa inisiatif perguruan tinggi berperan sentral dalam mendu- kung program magang tersebut. Program magang ini telah terealisasi dalam bentuk forum jejaring magang antara Poltek Piksi dengan PT Indah Kiat maupun Krakatau Steel selama 6 bulan mengingat pro- gram yang dikembangkan Poltek Piksi adalah akademisi dengan fokus pada lulusan yang siap kerja. Sementara Untirta telah menjalin pro- gram magang dengan PT. Indah Kiat dengan durasi magang selama

3 bulan. Di wilayah Batam, program magang telah terealisasi antara Mc Dermont dan Schneider dengan SMK I, Pacii c Hotel dengan SMK II Perhotelan, Astra Indonesia dengan SMK Kartini. Di tingkat perguruan tinggi, Politeknik Batam dan UIB telah menjalin kerjasama dalam program magang dengan beberapa perusahaan terkait, khususnya atas spesialisasi bidang yang dimiliki kedua kampus tersebut.

Hal tersebut selanjutnya disempurnakan dengan penguatan penguasaan bahasa asing seperti bahasa Inggris dan Mandarin. Salah satu pertimbangannya adalah lulusan dari perguruan tinggi ditargetkan untuk mampu bekerja di beberapa perusahaan Asing. Inilah wujud dari strategi/media untuk meningkatkan daya saing para lulusannya, mengingat bahasa merupakan faktor utama dalam proses komunikasi. Salah satu bentuknya adalah pembekalan bahasa oleh Poltek Piksi agar dapat bekerja di Perusahaan PMA di Serang Timur, yang umumnya adalah pengusaha Taiwan dan Korea. Sementara UIB dan Politeknik Batam membekali mahasiswanya dengan penyediaan pusat bahasa, khususnya bahasa inggris, mengingat perusahaan di Batam mayoritas adalah PMA dan bahasa inggris sebagai komunikasi yang sering digunakan di dalam perusahaan.

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Kesenjangan antara Ketersediaan Tenaga Kerja dengan Kebutuhan industri serta Kaitannya dengan Daya Saing Industri

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi menjadi salah satu kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu negara. Pada tahun 1990, United Nation Development Program (UNDP) memperkenalkan pengukuran pembangunan manusia yang dikenal dengan Human Development Index (HDI) yang menggambarkan kualitas manusia berdasarkan tiga indikator yaitu kesehatan, pendidikan dan kemampuan ekonomi. Berdasarkan Human Development Report (HDR) dari UNDP (lihat tabel 2.1), kualitas SDM Indonesia beberapa tahun terakhir relatif rendah dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data UNDP (2006, 2007/2008, 2009), pada tahun 2005, 2006 dan 2007 posisi Indonesia masing-masing berada pada ranking 110, naik ke peringkat 108, kemudian turun ke peringkat 111 dari 182 negara-negara di dunia. Selanjutnya pada tahun 2007 posisi Indonesia turun 3 peringkat dari tahun sebelumnya. Posisi ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia yang berhasil menempati ranking 66, Thailand yang berada pada posisi 87, dan Philipina yang menempati ranking 105. Indonesia hanya lebih unggul dari negara-negara yang tergolong less-developed countries di ASEAN seperti Vietnam (ranking 116), laos (ranking 133), Kamboja (ranking 137), dan Myanmar (ranking 138).

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

Tabel 2.1 Peringkat HDI beberapa Negara di Asia

Negara

2007 Ranking HDI index Ranking HDI index Ranking HDI index Singapura

Sementara itu, kualitas SDM yang relatif rendah juga terlihat dari laporan International Institute for Management Development (IMD)- World Competitiveness Year Book (2009), dimana produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di peringkat 42 dari 57 negara-negara di dunia

yang disurvei 11 . Hasil survei tahun 2009 ini cukup menggembirakan

karena peringkat daya saing Indonesia naik 9 peringkat dibandingkan tahun 2008 (ranking 51), akan tetapi masih kalah jauh dari Malaysia yang menempati posisi 18 dan Thailand yang berada pada ranking 26. Dalam hal ini produktivitas berkaitan erat dengan kualitas SDM. Berdasarkan catatan IMD, rendahnya kondisi daya saing indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan,

11 Dei nisi competitiveness berdasarkan IMD adalah bagaimana suatu negara dan dunia bisnis memaksimalkan kompetensi mereka untuk meraih kesejahteraan yang lebih besar. Dalam hal ini, competitiveness bukan hanya

sekedar tingkat pertumbuhan ekonomi atau kinerja perekonomian, tetapi juga mengikutsertakan soft factors seperti lingkungan hidup, kualitas hidup, teknologi dan pengetahuan dll (IMD 2009).

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

dan stabilitas harga, (b) buruknya ei siensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan i skal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (c) lemahnya ei siensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (d) keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur i sik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidik an dan kesehatan.

Tabel 2.2 The Global Competitiveness Index: Perbandingan Ranking 2008-2009 dan 2009–2010

2009-2010 Negara

2008-2009

Ranking Singapore

Ranking

5 3 Malaysia

21 24 Brunei Darussalam

109 sumber: wef 2009

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

Kemudian, berdasarkan publikasi The Global Competitiveness Report-World Economic Forum (WEF) tahun 2009, posisi daya saing indonesia berada pada urutan ke-54 dari 133 negara yang diteliti (lihat tabel 2.2). Posisi tersebut sesungguhnya telah naik 1 peringkat dari urutan ke-55 pada tahun sebelumnya. Namun demikian, dibandingkan dengan beberapa negara pesaing di kawasan ASEAN, posisi ini relatif lebih buruk. Sebagai contoh, Malaysia pada tahun 2009 berada pada urutan ke-24 sedangkan Thailand berada di posisi ke-36. Negara ASEAN yang posisi daya saingnya dibawah Indonesia adalah Vietnam (urutan ke-75), Filipina (urutan ke-87) dan Kamboja (urutan ke-109).

Kualitas SDM Indonesia yang masih relatif rendah juga dapat digambarkan dari sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang hanya lulusan SD. Pada tahun 2009, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan mengalami kenaikan untuk hampir semua golongan pendidikan, walaupun tingkat kenaikan pendidikan tinggi (Diploma I/II/III dan Universitas), namun masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat pendidikan dasar (SD) yang naik hingga 19,8 persen dibandingkan tahun 2005 (lihat tabel 2.3). Meskipun secara rata-rata terdapat kenaikan tingkat pendidikan pekerja di Indonesia, pekerja pada jenjang pendidikan SD kebawah masih tetap tinggi, pada tahun 2009 jumlahnya masih sekitar 55,21 juta orang (52,65 persen), sedangkan jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi masih relatif kecil. Pekerja dengan pendidikan tinggi secara absolut jumlahnya masih relatif kecil walaupun mengalami

peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya 12 . Pekerja dengan

pendidikan Diploma hanya sebesar 2,79 juta orang (2,66 persen) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 4,66 juta orang (4,44 persen).

12 Berdasarkan kajian Ace dan Agus (1995 dalam Tambunan 2001) yang menyatakan bahwa peningkatan pekerja berpendidikan tinggi terjadi pada lulusan program Diploma ke atas. Hal ini disebabkan perkembangan

program-program yang bertujuan mempersiapkan tenaga kerja profesional pada berbagai Perguruan Tinggi/ Akademi. program diploma banyak bermunculan karena adanya anggapan bahwa lulusan Perguruan Tinggi/ AKademi tidak mempnyai keahlian khusus untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai.

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Tabel 2.3 Penduduk 15 + yang Bekerja menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Tingkat pendidikan

SD 33.82 50.73 35.41 47.61 55.21 52.65 SLTP Umum/SMP

13.78 20.67 17.19 23.11 19.39 18.49 SLTA Umum/SMU

9.6 14.40 11.56 15.54 14.58 13.90 SLTA Kejuruan/SMK

6.2 9.30 6.28 8.44 8.24 7.86 Diploma I/II/III

Sumber: Data Statistik Indonesia, 2005 dan BPS, 2009 S b D S i ik I d i 2005 d BPS 2009

Selanjutnya, berdasarkan data Statistik Indonesia (2008), sebagian besar lulusan sarjana tersebut bekerja di pasar kerja domestik (lihat tabel 2.4). Untuk lulusan Diploma I/II/III mayoritas bekerja di sektor jasa (57.96 persen), sisanya tersebar di sektor perdagangan (17 persen) sektor manufaktur (7,4 persen); sektor angkutan (5,05 persen) dan sektor Keuangan (4,85 persen). Sedangkan jumlah sarjana S1 yang paling banyak bekerja di sektor Jasa Kemasyarakatan yaitu sebesar 61,5 persen. Kemudian, para pekerja di sektor Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan berada di posisi kedua dengan jumlah sekitar 11.1 persen. Selanjutnya, pada posisi ketiga adalah para pekerja di sektor Perdagangan Besar, eceran, rumah makan dan hotel yang jumlahnya mencapai 9.65 persen dari total pekerja yang bergelar sarjana pada tahun 2007. Sedangkan di sektor industri pengolahan jumlah pekerja yang lulusan universitas berada pada posisi keempat (7,05 persen).

Dari hasil pengamatan di lapangan Batam dan Banten, dapat dilihat bahwa masalah rendahnya kualitas sdm terjadi di kedua daerah tersebut. Rendahnya kualitas SDM disebabkan karena rendahnya tingkat lulusan pendidikan tinggi di Indonesia. Lebih lanjut,

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu penyebab rendahnya daya saing produk- produk Indonesia di pasar internasional (Wiranta dan Soekarni 2008). Rendahnya peringkat Indonesia di Asia maupun di dunia tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang berkaitan dengan aspek-aspek seperti kurangnya kesesuaian antara latar belakang pendidikan dengan dunia industri (link & match), sistem pendidikan (primer, sekunder, tersier), sistem pelatihan tenaga kerja, rendahnya dana untuk kegiatan riset dan kurangnya dana anggaran untuk pendidikan nasional.

Tabel 2.4 Penduduk Berumur 15 tahun + yang bekerja seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan pendidikan tinggi yang ditamatkan, 2007

gg y g

Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan

Lapangan Pekerjaan Utama

Diploma I/II/III

1. Pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan

1.7 2. Pertambangan 16,758 0.65 27,128 0.75 3. Industri Pengolahan

0.53 5. Bangunan 66,604 2.56 128,541 3.57 6. Perdagangan Besar, eceran, rumah makan dan hotel

4. Listrik, gas dan air

7. Angkutan, pergudangan, komunikasi

8. Keuangan, Asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah

dan jasa perusahaan 9. Jasa Kemasyarakatan

Jumlah 2,597,593 100 3,597,805 100 Sumber: BPS, 2008

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Untuk dapat menggambarkan sejauh mana kesenjangan antara ketersediaan tenaga kerja dengan kebutuhan industri, berikut disajikan analisa hasil survei terhadap 164 pekerja yang berpendidikan D1 ke atas di Batam dan Banten. Fenomena pertama, ditunjukkan melalui pernyataan responden terhadap latar belakang/alasan responden dalam memilih lowongan pekerjaan yang tersedia. Gambar 2-1, menunjukkan bahwa faktor kesesuaian yang dilihat para responden dari pekerjaan yang dimasuki, secara mayoritas memilih kesesuaian latar belakang pendidikan dengan pekerjaan yang akan dilamar sebagai alasan utama (36.3 persen), kemudian baru melihat jenis perusahaan (20,6 persen). Hal yang cukup menarik dari hasil survei ini adalah ternyata faktor gaji yang ditawarkan menjadi alasan paling terakhir bagi responden untuk melamar pekerjaan.

Hal ini mengindikasikan bahwa bekal pendidikan tinggi yang dimiliki besar peranannya dalam menentukan pilihan seseorang untuk mengisi lowongan kerja yang ditawarkan. Selanjutnya, tentu saja menarik untuk dikaji berapa lama responden mendapatkan pekerjaan yang menurut penilaian mereka sesuai dengan bekal pendidikan yang diperoleh.

Gambar 2.1 Persentase Responden Berdasarkan Pilihan terhadap faktor

yang menentukan dalam melamar pekerjaan

Sumber: diolah dari data primer tim peneliti P2E, 2009

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

Dari Gambar 2-2, cukup banyak responden yang menyatakan membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu lebih dari 10 tahun untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Bahkan, hampir 10 persen responden menyatakan sampai saat penelitian dilakukan merasa belum menemukan pekerjaan yang sesuai bagi dirinya.

Gambar 2.2 Perbandingan Persentase Responden Berdasarkan Waktu

Tunggu mendapatkan Pekerjaan yang Sesuai

Sumber: diolah dari data primer tim peneliti P2E, 2009

Selanjutnya, kesenjangan dunia pendidikan dan industri dapat diindikasikan melalui pernyataan responden terhadap sumbangan pengetahuan yang diperolehnya dalam masa pendidikan terhadap pekerjaan mereka sekarang. Berdasarkan pendidikan terakhir yang ditamatkan (lihat tabel 2.5), ternyata untuk level akademi/D1/D2 mayoritas responden menyatakan perlu sedikit penyesuaian dan

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

pelatihan sebelum mulai bekerja, sedangkan 8,9 persen lulusan akademi/D1/D2 menyatakan bahwa latar belakang pengetahuan yang telah dipelajari sangat mendukung ketika mulai bekerja. Sedangkan untuk lulusan sarjana S1, mayoritas pekerja sebanyak 24,8 persen menyatakan bahwa mereka memerlukan sedikit penyesuaian ketika mulai bekerja. Lalu sisanya sebanyak 14,9 persen menyatakan perlunya pelatihan dan sebanyak 9,9 persen responden meyatakan bahwa latar belakang pengetahuan yang diterapkan di universitas sangat mendukung pekerjaannya. Dari hasil survei ini dapat disimpulkan bahwa program link&match belum maksimal, terbukti dengan masih diperlukannya sedikit penyesuaian dan pelatihan, terutama pada tingkat pendidikan tinggi, ketika para responden menyelesaikan pendidikan terakhirnya. Dengan semakin meningkatkan kesadaran bahwa pelatihan adalah sebuah investasi yang sangat perlu untuk perkembangan dan kemajuan perusahaan maka efektivitas atau daya pengaruh pelatihan menjadi semakin penting. Hal ini akan dianalisa lebih lanjut pada bab 3 buku ini.

Tabel 2.5 Persentase Latar Belakang Pengetahuan yang Diterapkan Dengan Pendidikan Terakhir Responden

Pendidikan Terakhir

Master/S3 Total Latar belakang pengetahun

Akademi/D1/D2

Universitas

4.0% 22.8% yang diterapkan dr univ.

Sangat mendukung

Sedikit penyesuaian

Perlu pelatihan

Perlu pendidikan tambahan lain

sumber: diolah dari data primer tim peneliti P2E, 2009

Makna penting lain yang dapat dipetik dari hasil survey tersebut adalah bahwa masih terdapat kesenjangan antara ketersediaan tenaga

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

kerja dengan kebutuhan dunia industri. Dari sisi industri, manajemen SDM memegang peranan yang sangat penting dalam menjaring pekerja dalam proses rekruitmen pegawai yang memiliki kesesuaian latar belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan dan keahlian yang dapat meningkatkan daya saing industri tersebut. Dalam memformulasikan strategi perusahaan, manajemen SDM memegang peranan utama dalam mengembangkan perusahaan dan mengelola serta mengembangkan SDM nya dalam rangka mencapai tujuan strategis perusahaan (Makhijani et. al. 2009:37 dan Hall, 2008: 67).

Kesimpulan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada perubahan tuntutan dunia kerja terhadap sumber daya manusia yang dibutuhkan. Oleh karena itu pengembangan kurikulum pendi- dikan tinggi harus bisa mengakomodasi dan mengantisipasi perkem- bangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu membe- rikan pengalaman belajar kepada peserta didik sesuai dengan standar kompetensi dan tuntutan dunia usaha dan dunia industri.

Sebagai realisasi di dalam memenuhi tuntutan dunia kerja terse- but, maka dalam perancangan kurikulum pendidikan mengacu pada karakteristik pendidikan yang dibutuhkan. Kerjasama yang harmonis antara dunia pendidikan dan industri memiliki peran untuk menyiap- kan lulusannya agar siap bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswas- ta) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. Berdasarkan pen- gamatan di Batam dan Banten dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan yang saat ini berhasil dikembangkan adalah yang mengacu pada tuntutan dunia kerja, yaitu dunia usaha dan dunia industri yang berkembang di masyarakat. Sedangkan, di level pendidikan tinggi, ker- jasama antara dunia pendidikan dan industri belum optimal. Alangkah baiknya jika kerjasama yang harmonis antara SMK di Batam misalnya,

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

dengan dunia industri, dapat pula diterapkan bagi tingkat pendidikan tinggi dengan dunia industri. Hal ini menjadi tantangan berbagai pihak yang terkait seperti dinas pendidikan, dinas tenaga kerja, lembaga pendidikan, dan dunia industri dalam mewujudkan kerjasama yang terintegrasi sehingga dapat mencetak lulusan-lulusan perguruan tinggi yang berkualitas dan siap pakai di dunia industri.

Rendahnya kualitas SDM merupakan masalah utama dalam pengembangan SDM yang berkualitas. Hal ini disebabkan lulusan pendidikan tinggi di Indonesia masih relatif sedikit dibandingkan lulusan pendidikan dasar. Rendahnya tingkat pendidikan tinggi ini juga mempengaruhi produktivitas pekerja yang pada akhirnya mempengaruhi daya saing industri nasional. Tingkat daya saing industri Indonesia, berdasarkan data Human Development Report yang dikeluarkan UNDP, masih jauh tertinggal dibandingkan Negara- negara Asean seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Filipina. Indonesia hanya lebih unggul dari Negara-negara yang termasuk kategori less-developed countries seperti Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar.

Di sisi lain, dengan mengacu pada data pengangguran yang memperlihatkan lebih tingginya lulusan S1 dibandingkan dengan lulusan D3 yang belum mendapatkan pekerjaan, di samping mengkampanyekan secara besar-besaran peran sekolah menengah kejuruan (SMK), Diknas memacu pendirian politeknik-politeknik baru. Namun demikian, berdasarkan pengamatan peneliti, nampaknya permasalahan yang dihadapi oleh SMK, maupun Politeknik adalah justru masih terbatasnya minat siswa. Untuk SMK, biasanya menjadi tujuan akhir bagi siswa yang nilai rata-rata ujian nasionalnya tergolong rendah dan tidak terkualii kasi untuk mendapatkan kursi di SMU Negeri. Hambatan yang sama juga dihadapi oleh Politeknik, karena

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri

nampaknya perolehan gelar Sarjana S1 masih lebih diminati daripada hanya mendapatkan gelar Diploma. Untuk Universitas pun minat siswa masih lebih banyak tertuju pada jurusan-jurusan tertentu, tanpa melihat kebutuhan kerja yang tersedia di lokasi sekitar.

Berdasarkan kendala dan realisasi link&match yang terjadi di Batam dan Banten maka terdapat beberapa rekomendasi untuk perbaikan implementasi kebijakan link&match di masa yang akan datang. Pertama, mendirikan sekolah-sekolah teknik khususnya di Batam, untuk mengakomodasi free trade zone (FTZ). Jurusan yang ba- nyak dibutuhkan oleh industri di Batam adalah jurusan mekatronika. Kedua, perlunya mendirikan fakultas yang berhubungan dengan tranportasi kelautan yang akan digunakan untuk kelancaran distri- busi barang dan jasa. Ketiga, perlunya mematangkan kualitas SDM, sehingga perusahaan akan semakin banyak menggunakan tenaga SDM lokal yang memenuhi persyaratan perusahaan. Keempat, perlu- nya meningkatkan kualitas para dosen dengan menyekolahkan para dosen ke Singapura dan Malaysia dan Universitas/Institut terbaik di In- donesia lainnya (ITB, ITS, UGM) melalui dana APBD. Kelima, pembagian proporsi secara berimbang antara teori dan praktek pada pendidikan tinggi, sehingga SDM nya menjadi tenaga yang lebih siap pakai. Keenam, perlu adanya kontrol dari BAN DIKTI baik untuk akreditasi maupun pengembangan kapasitas internal, dilakukan secara rutin dan diskusi dengan para dosen. Ketujuh, perlu adanya kewajiban magang di industri supaya SDM mendapatkan pengalaman bekerja sehingga dapat meningkatkan peluang bekerja bagi mereka bila hasil pemagangannya bagus. Kedelapan, perlunya memanfaatkan dana CSR dan Community Development (COMDEV) perusahaan untuk pengembangan dunia pendidikan tinggi. Seharusnya kerjasama antara Perguruan tinggi dengan industri menjadi bagian dari Program Nasional, dapat dimasukkan bagian dari pelaksanaan CSR perusahaan, tapi dengan bentuk kerjasama yang lebih bermanfaat,

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

sehingga menguntungkan kedua belah pihak. Kesembilan, perguruan tinggi perlu duduk bersama secara rutin dengan dunia industri untuk mendapat masukan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kesepuluh, perlu adanya kebijakan insentif untuk perusahaan misalnya pengurangan tax untuk industri yang mau melakukan kerjasama dengan Perguruan Tinggi atau lembaga-lembaga Pendidikan lain.

Kendala dan Realisasi Kebijakan Link And Match Dunia Pendidikan dan Industri Sebagai Upaya Peningkatan Daya Saing Industri