Kebutuhan Kompetensi Skill (keahlian) Tenaga Kerja
Kebutuhan Kompetensi Skill (keahlian) Tenaga Kerja
Terdapat lima jenis karakteristik yang membentuk kompetensi yakni pengetahuan, keterampilan, konsep diri, karakteristik pribadi, dan motif (Palan, 2007). Posisi dari lima karakteristik tersebut digambarkan dengan menggunakan model iceberg/ gunung es (lihat gambar 4-1), yaitu bahwa hanya pengetahuan dan keahlian (skill) dari seseorang dapat terlihat atau diamati secara langsung, sementara tiga jenis karakteristik lainnya tidak dapat diamati langsung (tersembunyi). Komponen-komponen atau karakteristik yang membentuk sebuah kompetensi tersebut dijabarkan sebagai berikut: Pengetahuan (Knowledge) merupakan informasi dan hasil pembelajaran seseorang. Keterampilan (Skills), yaitu kemampuan untuk mengerjakan/me- lakukan suatu kegiatan/tugas-tugas tertentu. Konsep diri (Self Concept), yaitu sikap, nilai, atau citra diri seseorang yang membentuk kepercayaan diri. Karakteristik pribadi (Traits), yaitu merupakan karak- teristik yang relatif konstan atau tanggapan yang konsisten terhadap suatu informasi atau situasi tertentu. Motif (Motives), yaitu merupakan kebutuhan psikologis seseorang termasuk emosi, hasrat, dan doron- gan-dorongan lain yang mengarahkan atau memicunya dalam mela- kukan kegiatan tertentu.
Endang S Soesilowati
Bagan 4-1 Model Iceberg dari Lima karakteristik pembentuk kompetensi Dengan mengutip Watson Wyatt dalam Ruky (2003:106)
konsep kompetensi digunakan dalam istilah yang agak berbeda, yang biasa dikenal dengan KSAs yang terdiri dari pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) 11 yang kesemuanya dapat diamati dan dievaluasi secara kritis untuk suksesnya sebuah organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap organisasinya. Sementara, Rivai dan Sagala (2009), dengan mengutip JGN Consulting Denver, USA,
KSAs dimaksudkan sebagai knowledge, skill dan abilities. Pada umumnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia mengadopsi KSAs ini dalam usaha mereka menerapkan konsep kompetensi di perusahaannya. Yang terpenting adalah bahwa kompetensi akan menentukan tindakan seorang pekerja dalam menghasilkan kinerja pekerjaannya.
Dalam Indonesia Skills Report, World Bank menunjukkan bahwa ada dua kelompok keterampilan, yaitu keterampilan khusus (spesii k) dan keterampilan dasar (inti). Keterampilan inti termasuk di dalamnya adalah pengetahuan khusus yaitu membaca (literacy)
11 (BKN http://www.bkn.go.id/penelitian/bukupenelitian2004/bukuPeny.Ped.Peng.KompetensiPNS/babii.htm )
Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri
dan menghitung (math), kemampuan beri kir, dan kemampuan berperilaku. Untuk seluruh kategori pekerja, nampaknya keterampilan inti ini justru lebih sering dikemukakan dan merupakan hal yang paling penting dibandingkan kemampuan khusus (tergantung) dengan jenis pekerjaan. Khususnya kemampuan analitis dan kemampuan manajerial untuk posisi manajer dan professional, dan kemampuan literacy dan math, kemampuan bekerja secara mandiri dan team work untuk pekerja terampil di jenis pekerjaan produksi maupun non- produksi. Sementara itu, untuk masa yang akan datang kemampuan berperilaku dan juga pengetahuan praktis tentang posisi pekerjaan merupakan keterampilan yang paling dibutuhkan untuk sektor industri manufaktur. Dari temuan-temuan tersebut, World Bank memberikan sinyal terhadap pentingnya penekanan kompetensi inti dari kurikulum pendidikan yang mendukung terhadap kemampuan literacy dan math, kemampuan analisa dan kreativitas, serta memberikan pengajaran yang diikuti oleh praktek kerja dengan metode kelompok, latihan- latihan dan interaksi terhadap tempat kerja.
Selanjutnya, studi World Bank menganalisa skill berdasarkan kategori kerja. Mereka menemukan bahwa direktur, manajer dan professional memiliki kemampuan yang paling lemah dalam bersikap/berperilaku dan berpikir secara umum. Demikian halnya dengan keterbatasan kemampuan berbahasa Inggris. Sementara pada kemampuan berperilaku, yang secara khusus menekankan pada kerja-sama tim dan kemampuan bekerja secara mandiri, seperti juga kemampuan literacy dan math ditemukan sebagai kelemahan utama untuk tenaga produksi terampil dan tenaga kerja non-produktif. Yang terakhir, kemampuan kerja spesii k yang membutuhkan perbaikan adalah dalam hal pengetahuan praktis tentang pekerjaan/posisi jabatan dalam semua kategori kerja.
Hasil temuan World Bank tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh majalah manajemen SWA (2007), yang mengklasii kasikan 10 atribut yang paling dicari dan harus
Endang S Soesilowati
dimiliki oleh calon karyawan sebagai berikut: Jujur (15.4%), dapat memformulasikan dan mengatasi masalah (14.5%), Computer Literate (14%), Tanggung Jawab (12.3%), Disiplin (12.3%), Mampu Bekerja Sama (10.8%), Interpersonal Skills (10%), Bahasa Asing (9.2%), Motivasi
Kerja Tinggi (9.2%), dan Orientasi pada hasil (8.8%) 12 .
Baik hasil temuan World Bank maupun majalah SWA, mengindikasikan adanya tuntutan industri terhadap keahlian (skill/ keterampilan) tambahan dari para pekerja yang bersifat umum, terlepas dari latar belakang pendidikan pada masing-masing bidang studi. Namun demikian, kita tentu saja tidak dapat serta merta meniadakan manfaat dari pendidikan tinggi dengan kekhususan bidang studinya. Dari hasil pengamatan terhadap iklan lowongan pekerjaan di berbagai media, baik cetak maupun electronik, latar belakang pendidikan dengan bidang studi tertentu hampir selalu dipersyaratkan untuk hampir seluruh jenis posisi pekerjaan yang ditawarkan. Walaupun demikian, dari berbagai jenis dan posisi pekerjaan (baca skilled labour) yang ditawarkan hampir selalu mensyaratkan pengalaman kerja dari para calon pekerjanya. Fenomena tersebut memperkuat anggapan bahwa hasil pengajaran yang diperoleh melalui perguruan tinggi (yang sekarang semakin mahal saja) masih tidak cukup menjanjikan seseorang untuk dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan yang sesuai. Walaupun telah dikemukakan pada tulisan bab sebelumnya di buku ini, bahwa tingkat pendidikan tinggi diakui memiliki nilai lebih (terutama untuk dukungan kemampuan penyesuaian terhadap pekerjaan), namun para narasumber pemberi kerja tetap lebih mementingkan keterampilan (skill) ketimbang pemilikan ijazah perguruan tinggi semata.
Mengapa para pemberi kerja menekankan pentingnya skill pekerja dan berpendapat seolah-olah bahwa pengajaran yang diperoleh dari perguruan tinggi saja tidak cukup? Beberapa jawaban penting dikemukakan oleh narasumber dari praktisi industri bahwa,
12 Dikemukakan oleh seorang narasumber praktisi ahli Sumber Daya Manusia dalam focus group discussion.
Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri
(1) Pengajaran di Perguruan Tinggi tidak cukup tanggap terhadap kebutuhan pasar (misalnya, perkembangan teknologi), (2) Pengajaran yang diberikan terlalu teoritis, dan kurang didukung oleh pengetahuan praktis atau terapan (Pure science vs Applied science), (3). Pengajaran kurang didukung dengan kemampuan Computer dasar dan juga bahasa asing (4). Pengajaran perguruan tinggi tidak membekali terdidik dengan pendidikan etika bekerja (mental kerja).
Terlepas dari beberapa kekurangan yang dikemukakan narasumber di atas, penelitian ini mengcoba untuk mengungkapkan sejauhmana kompetensi yang dimiliki pekerja pada beberapa industri terpilih yang diperoleh melalui pendidikan formalnya (pendidikan tinggi) sesuai dengan jenis pekerjaan yang diperolehnya.