Kesesuaian Kompetensi terhadap Kompensasi Pekerja

Kesesuaian Kompetensi terhadap Kompensasi Pekerja

Kompensasi dapat diartikan sebagai imbalan atau penghargaan yang diberikan perusahaan terhadap kontribusi hasil kerja yang diberikan kepada karyawan/pekerja. Bentuk kompensasi tersebut biasanya diberikan baik dalam bentuk i nansial maupun non-i nansial (Panggabean, 2004; Samsudin, 2006; Rivai & Sagala, 2009). Secara garis besar terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pemberian kompensasi, yaitu faktor pribadi karyawan yang bersangkutan, interen

organisasi, dan faktor lingkungan eksternal organisasi 15 . Contoh faktor pribadi karyawan yang mempengaruhi besarnya pemberian kompensasi adalah produktivitas kerja, posisi dan jabatan, pendidikan dan pengalaman serta jenis dan sifat pekerjaan. Sementara, faktor internal organisasi mencakup anggaran tenaga kerja yang ditetapkan oleh perusahaan serta siapa yang memutuskannya, sedangkan faktor eksternal yang juga turut mempengaruhi besaran kompensasi yang diberikan adalah keadaan pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, dan

15 http://ab-i sip-upnyk.com/i les/bab_8_kompensasi.pdf

Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri

juga peraturan pemerintah yang sedang berlaku (Rivai & Sagala, 2009). Kembali kepada faktor pribadi karyawan yang dapat mempengaruhi dan seharusnya dipertimbangkan dalam menentukan besaran kompensasi terhadap pekerja (http://ab-i sip-upnyk. com/i les/bab_8_ kompensasi.pdf ):

a. Produktivitas kerja Bagi perusahaan yang bermaksud untuk meningkatkan

produktivitas kerja biasanya mengacu pada prestasi kerja karyawan dalam memberikan kompensasi kepada karyawannya. Produktivitas kerja itu sendiri dipengaruhi oleh prestasi kerja karyawan yang bersangkutan. Pemberian kompensasi yang mengacu pada prestasi kerja memungkinkan karyawan pada posisi dan jabatan yang sama mendapatkan kompensasi yang berbeda.

b. Posisi dan Jabatan Posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi menunjukkan

keberadaan dan tanggung jawabnya dalam hierarki organisasi. Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang dalam organisasi, semakin besar tanggung jawabnya, maka biasanya semakin tinggi pula kompensasi yang akan diterimanya. Sebaliknya, bahwa semakin rendah posisi dan jabatan pekerja, akan diikuti dengan semakin rendah pula jumlah kompensasi yang diterima.

c. Pendidikan dan Pengalaman Pegawai yang lebih berpengalaman dan berpendidikan lebih

tinggi diharapkan akan mendapat kompensasi yang lebih besar dibandingkan dengan pegawai yang kurang pengalaman dan atau lebih rendah tingkat pendidikannya.

d. Jenis dan Sifat Pekerjaan Besarnya kompensasi yang diberikan pada pegawai sejalan dengan

Endang S Soesilowati

besarnya resiko dan tanggung jawab yang dipikulnya. Pegawai yang bekerja di lapangan akan mendapatkan kompensasi yang berbeda dengan pekerja yang bekerja dalam ruangan, pekerjaan klerikal akan berbeda dengan pekerjaan adminsitratif, dan pekerjaan manajemen berbeda dengan pekerjaan teknis.

Oleh karena studi ini menekankan pada kesesuaian kompetensi pendidikan dengan jenis pekerjaan, maka analisa kompensasi pekerja dilakukan dengan terutama menguji seberapa jauh tingkat upah yang diterima rata-rata per bulan bagi kelompok yang match dibandingkan dengan yang mismatch. Upah/ gaji dan tips, merupakan bentuk kompensasi pekerja yang paling umum diberikan pada karyawan (McNamara).

Tabel 4.6 Perbandingan Persentase Responden match dan mismatch berdasarkan Upah rata-rata perbulan

Pekerjaan sesuai dengan latar belakang

Total

pendidikan

Ya (match)

Tidak (mismatch)

Upah rata-rata

4 2.68% diterima perbulan

2.500.000 - 5 Juta

5.000.001 - 7.5 juta

7.500.001 -10 Juta

Sumber: Diolah dari data primer Tim peneliti P2E 2009

Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa kelompok pekerja yang match cenderung menerima upah yang lebih tinggi, ketimbang yang mismatch. Terlebih lagi hanya kelompok yang match yang menerima upah rata-rata per bulannya di atas 10 juta rupiah. Namun demikian, ketika perbandingan dilakukan antar gender, secara rata-rata nampaknya pekerja perempuan cenderung mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki, seperti ditunjukkan pada gambar 4-4. Tidak ada seorangpun responden pekerja perempuan

Tingkat Kesesuaian Kompetensi Pendidikan Dengan Bidang Pekerjaan Pada Dunia Industri

dengan pendidikan Sarjana S1, bahkan S2/S3 memperoleh upah lebih tinggi dari 10 juta rupiah. Di sisi lain, walaupun hanya 3,4% responden laki-laki dengan tingkat pendidikan S1, mendapatkan upah per bulan- nya lebih dari 10 juta rupiah, namun bagi mereka yang berpendidikan S2/S3 justru paling banyak mendapatkan upah sebesar itu. Sebaliknya, untuk pekerja dengan tingkat pendidikan S1 yang upah per bulannya 2,5 juta rupiah, hanya diterima oleh 1,6% responden laki-laki, dimana tidak seorang responden perempuan pun mendapatkan besaran upah tersebut. Dengan menggunakan metode statistik Pearson, korelasi upah dengan pendidikan nampaknya lebih kuat bagi pekerja laki-laki (0,322) dibandingkan perempuan (0,144). Artinya, untuk pekerja laki- laki peningkatan jenjang pendidikan lebih sejalan dengan peningka- tan upah, tapi kurang berlaku untuk pekerja perempuan. Hal ini terjadi antara lain disebabkan oleh posisi kerja dari responden, dimana den- gan tingkat pendidikan yang sama (pasca sarjana) responden pekerja perempuan hanya dapat menduduki kepala bagian, sementara laki-laki dengan tingkat pendidikan yang sama menduduki posisi manajer (akan dijelaskan lebih lanjut pada uraian tentang pengembangan karir).

Bagan 4.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Upah berdasarkan Gender Sumber: Diolah dari data primer Tim peneliti P2E 2009

Endang S Soesilowati