2.70 2.70
11.73
39.26 13.08
30.53
P L
T BBM
HOP ABT
Gambar 59 Komposisi proyeksi perbaikan masing-masing input bagan tancap dengan pendekatan multi-output
5.4.3 Output potensial maksimum
Berdasarkan analisis
DEA terhadap
kapasitas perikanan
dengan perhitungan multi-output, maka diperoleh output potensial maksimum setiap jenis
ikan hasil tangkapan dari armada purse seine dan unit penangkapan bagan tancap. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Perbedaan antara output potensial maksimum dengan tingkat output optimal yang diinginkan
Jenis alat tangkap
Jenis ikan Output
potensial TAC
Keterangan 1. Purse seine
1. Kembung 99,798
96,800 overcapacity
2. Layang 250,203
205,000 overcapacity
3. Selar 71,953
61,056 overcapacity
4. Tembang 61,960
56,576 overcapacity
5. Tongkol 19,633
17,600 overcapacity
Jumlah 503,547
2. Bagan tancap 1. Selar
23,616 21,888
overcapacity 2. Tembang
25,738 26,112
undercapacity 3. Teri
75,436 152,229
undercapacity Jumlah
124,790
Berdasarkan pendekatan dengan perhitungan secara multi-output pada armada purse seine total produksi atau output potensial dari masing-masing jenis
ikan telah melewati batas TAC. Kondisi diatas jelas memperlihatkan kondisi perikanan telah overcapacity. Bagan tancap dengan hasil tangkapan selar juga
telah melewati batas TAC. Hasil tangkapan bagan perahu untuk ikan tembang dan teri masih undercapacity.
Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas penangkapan armada purse seine di Teluk Apar, menunjukkan bahwa nilai kapasitas penangkapan CU pada
pendekatan multi-output lebih baik dibandingkan dengan nilai CU pada pendekatan single-output baik secara total maupun per kuartal. Nilai total rata-
rata CU multi-output sebesar 0,943 dan CU single-output sebesar 0,933. Pengukuran CU dan TE dengan multi-output lebih akurat dibandingkan dengan
pengukuran single-output Tingley et al. 2002. Berdasarkan
hasil analisis
DEA single-output
dan multi-output
menunjukkan nilai kapasitas pemanfaatan kapal purse seine baik secara total maupun per kuartal belum optimal dengan nilai CU1. Hal ini diduga karena
penggunaan output yang belum maksimal pada pendekatan single-output dan penggunaan input secara berlebih pada pendekatan multi-output. Agar menjadi
optimal diperlukan perbaikan dengan cara menambah output pada pendekatan single-output
dan mengurangi penggunaan input variabel VIU seperti ABK, BBM, dan HOP pada pendekatan multi-output. Khusus untuk pendekatan multi-
output pengurangan tingkat VIU dengan asumsi input tetap panjang kapal, lebar
kapal, daya muat kapal, dan kekauatan mesin diabaikan karena input tersebut sangat kompleks untuk diterapkan. Upaya perbaikan agar tingkat kapasitas
pemanfaatan menjadi optimal dapat dilakukan dengan penambahan pada output atau pengurangan pada input Kirkley and Squaire, 1999.
Tingkat VIU kapal purse seine dapat diukur berdasarkan rasio dari penggunaan input optimal target dengan input aktual observasi. Input optimal
merupakan input yang digunakan pada kondisi efisiensi teknis penuh kapasitas optimal. Jika rasio VIU kurang dari satu maka telah terjadi surplus penggunaan
input variabel sehingga perlu mengurangi penggunaan input tersebut Farë et al.
1994. Tingkat VIU kapal purse seine yang beroperasi di perairan Teluk Apar menunjukkan nilai dibawah 1 atau tingkat kapasitas belum optimal secara rata-
rata untuk pendekatan single-output, namun VIU ABK pada kuartal I dan III telah menunjukkan tingkat kapasitas optimal efisien. Secara total proyeksi perbaikan
pada pendekatan multi-output dengan mengurangi VIU anak buah kapal ABK sebesar 9,06, VIU bahan bakar minyak BBM sebesar 24,12, dan VIU hari
operasi penangkapan HOP sebesar 18,09. Namun untuk pendekatan multi-output menunjukkan nilai masing kurang
dari satu baik secara total maupun per kuartal. Hal ini mengindikasikan diduga
perikanan purse seine di Teluk Apar telah mengalamai kapasitas berlebih. Oleh karena itu perlu perbaikan VIU agar usaha penangkapan menjadi optimal. Secara
total proyeksi perbaikan pada pendekatan multi-output dengan mengurangi VIU anak buah kapal ABK sebesar 26,67, VIU bahan bakar minyak BBM sebesar
17,03, dan VIU hari operasi penangkapan HOP sebesar 12,78. Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas penangkapan bagan tancap di
Teluk Apar, menunjukkan bahwa nilai kapasitas penangkapan CU pada pendekatan single-output lebih baik dibandingkan dengan nilai CU pada
pendekatan multi-output baik secara total maupun per kuartal. Nilai total rata-rata CU single-output sebesar 0.994 dan CU multi-output sebesar 0.992.
Berdasarkan hasil
analisis DEA
single-output dan
multi-output menunjukkan nilai kapasitas pemanfaatan kapal bagan tancap baik secara total
maupun per kuartal tidak optimal dengan nilai CU1. Hal ini diduga karena penggunaan output yang belum maksimal pada pendekatan single-output dan
penggunaan input secara berlebih pada pendekatan multi-output. Agar menjadi optimal diperlukan perbaikan dengan cara menambah output pada pendekatan
single-output dan mengurangi penggunaan fixed input seperti panjang P, lebar
L, dan tinggi D bagan tancap pada pendekatan multi-output. Upaya perbaikan agar tingkat kapasitas pemanfaatan menjadi optimal dapat dilakukan dengan
penambahan pada output atau pengurangan pada input Kirkley and Squaire, 1999.
Tingkat VIU bagan tancap dapat diukur berdasarkan rasio dari penggunaan input optimal target dengan input aktual observasi. Input optimal
merupakan input yang digunakan pada kondisi efisiensi teknis penuh kapasitas optimal. Jika rasio VIU kurang dari satu maka telah terjadi surplus penggunaan
input variabel sehingga perlu mengurangi penggunaan input tersebut Farë et al.
1994. Tingkat VIU ABK bagan tancap yang ada di perairan Teluk Apar
menunjukkan nilai 1 atau tingkat kapasitas optimal efisien baik secara total maupun per kuartal untuk pendekatan single dan multi-output. Namun untuk
Tingkat VIU BBM, HOP, dan alat bantu penangkapan ABT menunjukkan nilai dibawah 1 atau tingkat kapasitas belum optimal baik secara total maupun per
kuartal untuk pendekatan single dan multi-output. Hal ini mengindikasikan
diduga perikanan bagan tancap di Teluk Apar telah mengalamai kapasitas berlebih.
Secara total proyeksi perbaikan pada pendekatan single-output dengan mengurangi VIU bahan bakar minyak BBM sebesar 47,37, VIU hari operasi
penangkapan HOP sebesar 15,79, dan VIU alat bantu penangkapan ABT sebesar 36,84. Secara total proyeksi perbaikan pada pendekatan multi-output
dengan mengurangi VIU bahan bakar minyak BBM sebesar 39,26, VIU hari operasi penangkapan HOP sebesar 13,08, dan VIU alat bantu penangkapan
ABT sebesar 30,53. Hasil penelitian Sularso 2005 mengenai alternatif manajemen perikanan
udang di Laut Arafura, menyatakan bahwa DEA dapat pula digunakan untuk menghitung perbaikan angka efisiensi, secara prinsip adalah dengan mengurangi
input atau menambah output Cooper et al. 2004, baik secara total maupun
individu kapal. DEA menghasilkan suatu resume potensi perbaikan angka
efisiensi secara total maupun tiap kapal dalam bentuk besaran prosentase pengurangan input atau penambahan output tiap variabel. Efisiensi kapal pukat
udang di Laut Arafura secara umum bisa ditingkatkan dengan cara mengurangi effort
hari trip sebesar 11,17, pengurangan GT sebesar 15,45, penurunan umur pemakaian sebesar 17,74, penurunan biaya sebesar 16,34.
Hasil penelitian Desniarti 2007 mengenai analisis kapasitas perikanan pelagis di perairan pesisir Provinsi Sumatera utara, menyatakan bahwa potensi
perbaikan efisiensi terhadap 13 kapal pukat cincin yaitu: dengan penambahan produksi ikan pelagis besar sebesar 13,60, pengurangan GT sebesar 13,46,
pengurangan panjang kapal sebesar 14,27, pengurangan PK sebesar 22,20, pengurangan trip sebesar 24,77, dan pengurangan ABK sebesar 11,70.
Potensi perbaikan efisiensi terhadap 96 kapal bagan yaitu: dengan pengurangan GT sebesar 21,29, pengurangan panjang kapal sebesar 19,92, pengurangan
PK sebesar 20,15, pengurangan trip sebesar 20,05, dan pengurangan ABK sebesar 18,59.
Hasil penelitian Olii 2007 mengenai analisis kapasitas perikanan tangkap dalam
rangka manajemen
armada penangkapan di
Provinsi Gorontalo,
menyatakan bahwa dalam rangka peningkatkan efisiensi terhadap 20 kapal pukat cincin di perairan utara Gorontalo dapat dilakukan dengan mengurangi ukuran GT
kapal sebesar 16,39, mengurangi lama penangkapan sebesar 47,96,
pengurangan jumlah trip per bulan sebesar 18,16, dan mengurangi biaya operasional sebesar 17,50.
Peningkatkan efisiensi terhadap 11 kapal pukat
cincin di perairan selatan Gorontalo dapat dilakukan dengan mengurangi ukuran GT kapal sebesar 27,97, mengurangi lama penangkapan sebesar 29,49,
pengurangan jumlah trip per bulan sebesar 26,87, dan mengurangi biaya operasional sebesar 15,67.
5.5 Manajemen Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Teluk Apar