PENDAHULUAN Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (Vitamin A, C, dan E) dalam pakan
terutama yang memberi sensasi penyimpangan rasa atau bau off-flavor off-
odor, seperti amis atau anyir. Demikian pula warna daging itik yang lebih merah dibandingkan dengan warna daging ayam yang lebih putih, ikut mempengaruhi
preferensi konsumen. Faktor lain yang turut pula memperlambat kepopuleran daging itik di Indonesia, yakni sebagian besar peternak lebih berorientasi pada
pengembangan ternak itik sebagai penghasil telur daripada sebagai penghasil daging.
Data dari Ditjennak 2006 menunjukkan bahwa konsumsi protein hewani diluar ikan pada 2005 baru mencapai 4.93 gram proteinkapitahari dari sasaran
6 gram proteinkapitahari. Hal ini berarti masih perlu untuk memaksimalkan semua potensi sumber protein hewani yang tersedia. Konsumsi protein asal
daging tidak terbatas hanya berasal dari daging sapi atau daging ayam saja, tetapi dari ternak-ternak lain perlu dikembangkan, sehingga dapat tercipta suatu
keanekaragaman pangan asal hewani yang berimbang. Ternak itik berpeluang untuk terus dikembangkan sebagai sumber
protein, tidak hanya berbentuk telur tetapi juga daging. Oleh sebab itu perlu untuk dilakukan pengkajian agar daging itik dapat disukai konsumen. Faktor flavor
seperti off-odor bau menyimpang yang mempengaruhi kesukaan konsumen
terhadap permintaan daging itik merupakan fokus utama yang ditelaah dalam penelitian ini. Upaya ini ditempuh agar dapat mengangkat daging ternak itik
menjadi sepopuler daging ayam atau daging lainnya. Setiap jenis ternak, termasuk itik, memiliki sifat yang spesifik dalam flavor
maupun off-flavor-nya. Bahkan dalam satu spesies, off-flavor daging yang
dihasilkan dapat berbeda. Di Indonesia meskipun terdapat beberapa jenis itik lokal, namun sampai sejauh ini belum banyak penelitian yang secara khusus
menelaah sifat-sifat flavor ataupun off-flavor dari masing-masing itik lokal
tersebut. Sifat lebih intensnya
off-odor pada daging itik dibandingkan dengan off-odor pada daging ayam sangat terkait dengan kemampuan ternak itik yang
lebih tinggi daripada ternak ayam dalam mendepositkan lemak tubuh. Sebagai unggas air, ternak itik secara alami memiliki kulit berlapis lemak yang tebal.
Lemak ini diperlukan oleh itik untuk melindungi daging dan bagian-bagian dalam tubuhnya agar tidak kedinginan saat ternak tersebut berendam dalam air. Lemak
pada itik itu juga dipergunakan untuk meminyaki bulunya agar tidak basah ketika berada di dalam air.
Masih banyak pendapat mengenai penyebab pembentukan bau menyimpang
off-odor pada ternak. Namun demikian, pengaruh yang sangat kuat diketahui bersumber dari lemak. Beberapa senyawa yang dihasilkan
melalui proses oksidasi lemak atau asam-asam lemak berbentuk senyawa- senyawa volatil atsiri, yang merupakan senyawa-senyawa yang menghasilkan
sensasi bau. Pada ternak, termasuk ternak itik, senyawa-senyawa volatil tersebut memberi sifat spesifik baik sebagai bau sedap ataupun bau tak sedap
off-odor. Beberapa sifat bau yang dipresepsikan sebagai off-odor pada daging itik yaitu antara lain: bau amis, bau darah, apek, tengik, bau seperti kentang
rebus, bau seperti ubi rebus, dan atau bau seperti telur asin. Secara tradisional, cara masyarakat mengurangi bau daging itik yaitu
dengan membuang tunggir atau memanggang karkas sebelum diolah. Tunggir adalah satu-satunya kelenjar minyak pada unggas, yang dianggap sebagai
sumber penyebab off-odor pada daging itik. Pemanggangan karkas sebelum
dimasak merupakan upaya melelehkan lemak kulit. Akan tetapi upaya-upaya ini belum begitu efektif dalam menghilangkan
off-odor daging itik, sehingga dalam pengolahannya, daging itik tersebut masih harus ditambahkan atau dicampurkan
dengan beberapa ramuan rempah bumbu masak. Penelitian-penelitian yang dapat menjadi landasan bagi aplikasi teknologi
pengurangan off-odor daging itik masih sangat kurang. Identifikasi pembentukan
off-odor pada daging itik belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud melengkapi kekurangan informasi tersebut.
Penggunaan antioksidan, terutama vitamin E α-tokoferol, sudah banyak
diteliti keefektifannya dalam menghambat proses oksidasi lemak pada berbagai jenis ternak. Beberapa penelitian lain juga melaporkan bahwa keefektifan
vitamin E itu dapat ditingkatkan apabila dikombinasikan dengan vitamin sumber antioksidan lain seperti vitamin A ataupun vitamin C. Tidak itu saja, penggunaan
antioksidan juga memperlihatkan hasil yang positif dalam mempertahankan kualitas, khususnya flavor produk-produk ternak yang harus disimpan dalam
beberapa lama waktu.
Tujuan Penelitan
Sejalan dengan pembahasan terhadap masalah di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
1. Membandingkan perbedaan galur ternak terhadap bau off-odor daging
dan performa itik. 2. Menentukan jenis lemak pakan yang paling berpotensi menghasilkan
intensitas off-odor tinggi pada daging dan pengaruhnya terhadap
performa itik. 3. Menguji efektivitas penggunaan kombinasi vitamin E
α-tokoferol dengan vitamin A atau vitamin C sebagai antioksidan dalam upaya pengurangan
off-odor dan stabilitas oksidatif pada daging itik.
Manfaat Penelitian
1. Tersedianya informasi ilmiah tentang metode pengurangan off-odor pada
daging itik. 2. Memproduksi daging itik yang rendah
off-odor, sehingga apabila hendak diolah untuk menghasilkan produk lain, tidak diperlukan lagi suatu
pemrosesan antara, sebagaimana seringkali dilakukan untuk mengurangi off-odor.
Hipotesis Penelitian
1. Galur itik yang berbeda akan menghasilkan intensitas off-odor daging dan
performa itik yang berbeda. 2. Penggunaan lemak pakan yang berbeda dapat menghasilkan intensitas
off-odor daging dan performa itik yang berbeda. 3. Suplementasi kombinasi Vitamin E
α-tokoferol dengan vitamin A atau C sebagai antioksidan dapat mengurangi pembentukan
off-odor pada daging itik.