± 4.64 23.31 ± 2.24 1.50 PERBEDAAN GALUR TERNAK DAN JENIS LEMAK PAKAN TERHADAP BAU DAGING ITIK

20 40 60 80 100 120 P e rc e n ta s e KO LS MKD MKP KO LS MKD MKP Alabio Cihateup ALJ ALTJT ALTJG Gambar 14 Persentase komposisi asam lemak pada daging paha itik percobaan Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa, ALJ: asam lemak jenuh, ALTJT : asam lemak tidak jenuh tunggal, ALTJG: asam lemak tidak jenuh ganda. Pada Gambar 14 terlihat bahwa meskipun rasio total asam lemak jenuh dan tidak jenuh pada daging paha itik antara ternak yang diberi perlakuan kontrol dan minyak kedelai relatif tidak begitu berubah, tetapi dalam komposisi kelompok asam lemak tidak jenuh antara golongan tidak jenuh tunggal dan ganda terjadi perubahan. Pemberian minyak kedelai menyebabkan asam lemak tidak jenuh pada daging paha lebih banyak terdiri atas asam lemak tidak jenuh ganda. Pemberian lemak sapi sekalipun meningkatkan total ALJ tetapi total ALTJ masih lebih tinggi daripada ALJ. Hal ini berbeda dengan perlakuan suplementasi minyak kelapa yang mengubah komposisi total ALJ menjadi lebih tinggi daripada total ALTJ. Peningkatan asam-asam lemak jenuh pada ternak yang diberi lemak sapi, juga diperlihatkan dalam penelitian Thacker et al. 1994 yang melaporkan bahwa ayam broiler yang diberi suplementasi lemak sapi memiliki konsentrasi asam-asam lemak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak-ternak yang diberi minyak kedelai. Komposisi asam-asam lemak pada hati itik sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 17 lebih banyak terdiri atas asam-asam lemak jenuh ALJ daripada asam-asam lemak tidak jenuh ALTJ. Hal ini berbeda dengan yang ada pada daging Tabel 16, yang memilki lebih banyak ALTJ daripada ALJ. Pada ternak yang diberi ransum tanpa penggunaan lemak ransum kontrol, baik itik alabio maupun itik cihateup, kandungan ALJ hati lebih tinggi daripada ALTJ. Namun demikian, dengan pemberian suplementasi lemak ke dalam ransum ternak menyebabkan terjadi perubahan dalam komposisi asam- asam lemak tersebut. Pemakaian lemak sapi LS dan minyak kelapa MKp dalam ransum sebagai sumber ALJ menyebabkan terjadi peningkatan pada kandungan ALJ, baik pada itik alabio maupun cihateup. Hanya saja, peningkatan ALJ pada itik cihateup jauh lebih besar daripada itik alabio. Peningkatan ALJ pada hati itik sangat begitu nyata dengan pemberian minyak kelapa, terutama pada itik cihateup. Hal ini ditandai pula dengan menurunnya nilai rasio ALTJ terhadap ALJ pada perlakuan yang bersangkutan. Tabel 17 Komposisi asam-asam lemak hati itik alabio dan cihateup umur 10 minggu yang diberi berbagai jenis lemak pakan Komposisi Alabio Cihateup Jenis asam lemak Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Laurat C 12:0 0.19 0.18 0.06 2.40 0.16 0.03 0.06 2.01 Miristat C 14:0 0.29 0.84 0.33 5.27 0.44 0.55 0.26 4.57 Palmitat C 16:0 24.80 24.90 22.42 29.45 26.73 28.29 22.21 29.69 Stearat C 18:0 31.90 34.37 33.73 30.26 27.12 36.28 34.30 34.38 Arakidat C 20:0 1.08 0.34 1.27 0.22 0.54 0.36 0.57 0.70 Total ALJ 58.27 60.62 57.81 67.60 54.99 65.51 57.40 71.35 Palmitoleat C 16:1 0.43 1.25 0.23 1.42 1.94 1.25 0.28 0.69 Oleat C 18:1 14.26 24.13 12.13 17.75 23.15 19.69 10.66 11.52 Linoleat C 18:2 25.36 12.05 26.80 12.56 18.02 10.82 27.56 14.04 Linolenat C 18:3 1.03 0.18 1.10 0.32 1.55 0.37 1.75 1.15 Arakidonat C 20:4 0.65 1.77 1.93 0.36 0.35 1.95 2.36 1.26 Total ALTJ 41.73 39.38 42.19 32.40 45.01 34.49 42.60 28.65 Rasio ALTJ ALJ 0.72 0.63 0.73 0.48 0.82 0.53 0.74 0.40 ALJ: asam lemak jenuh, ALTJ: asam lemak tidak jenuh, Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: minyak kelapa. 20 40 60 80 100 120 KO LS MKD MKP KO LS MKD MKP Alabio Cihateup ALJ ALTJT ALTJG Peningkatan ALJ terjadi karena ada peningkatan pada komposisi komponennya. Pada itik alabio, pemberian minyak kelapa menyebabkan terjadi peningkatan pada asam lemak laurat C 12:0 , miristat C 14:0 , dan palmitat C 16:0 . Sedangkan pada itik cihateup terjadi peningkatan pada asam lemak laurat C 12:0 , miristat C 14:0 , dan stearat C 18:0 . Perubahan komposisi asam-asam lemak hati pada kelompok tidak jenuh sebagai respon pemberian lemak sapi dan minyak kelapa, tampak jelas pada asam lemak oleat C 18:1 dan linoleat C 18:2 . Pada itik cihateup, perubahan terjadi berupa penurunan pada kedua jenis asam lemak tersebut. Pada itik alabio yang mengalami penurunan hanya asam lemak linoleat C 18:2 , sebaliknya asam lemak oleat C 18:1 meningkat. Gambar 15 Persentase komposisi asam lemak pada hati itik percobaan Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa, ALJ: asam lemak jenuh, ALTJT: asam lemak tidak jenuh tunggal, ALTJG: asam lemak tidak jenuh ganda. Pada ternak yang diberi ransum bersuplementasi minyak kedelai MKd, rasio ALTJ terhadap ALJ relatif stabil dibandingkan dengan perlakuan kontrol Ko. Perubahan terjadi pada komposisi komponennya. Pada itik alabio, pemberian minyak kedelai MKd tidak menyebabkan banyak perubahan pada komposisi asam-asam lemak dalam golongan jenuh. Akan tetapi pada itik cihateup, perubahan terlihat pada asam lemak palmitat C 14:0 dan stearat C 18:0 . Perubahan yang terjadipun berbeda. Kalau pada palmitat C 14:0 mengalami penurunan, pada stearat C 18:0 sebaliknya mengalami peningkatan. Respon hati yang lebih sensitif dibandingkan dengan daging dalam komposisi asam-asam lemaknya terhadap perlakuan penggunaan lemak pakan disebabkan oleh hati merupakan organ pertama yang menerima lemak setelah diserap dari usus. Setelah dari hati, barulah lemak dibawa masuk ke dalam aliran darah untuk ditranspor ke bagian-bagian tubuh yang lain. Analisis komposisi asam-asam lemak pada tunggir disajikan pada Tabel 18; sedangkan persentase dari masing-masing kelompok jenis asam lemaknya diperlihatkan pada Gambar 16. Tabel 18 memperlihatkan bahwa itik alabio dan itik cihateup pada keadaan tidak diberi perlakuan pemakian lemak atau minyak dalam ransum, rasio ALTJ terhadap ALJ pada tunggirnya relatif sama. Tabel 18 Komposisi asam-asam lemak bagian tunggir itik alabio dan cihateup umur 10 minggu yang diberi berbagai jenis lemak pakan Komposisi Alabio Cihateup Jenis asam Lemak Ko LS MKd MKp Ko LS MKd MKp Laurat C 12:0 0.19 0.13 0.17 14.32 0.24 0.23 0.49 18.35 Miristat C 14:0 0.63 2.12 0.47 9.45 0.71 2.71 0.91 10.93 Palmitat C 16:0 34.56 32.17 34.28 30.15 31.27 32.62 28.43 29.64 Stearat C 18:0 13.62 26.78 11.61 10.33 15.54 33.77 9.81 10.76 Arakidat C 20:0 0.33 0.59 0.26 0.78 0.29 0.47 0.81 0.71 Total ALJ 49.33 61.79 46.79 65.04 48.05 69.79 40.45 70.39 Palmitoleat C 16:1 5.33 2.70 2.87 3.24 7.85 2.59 3.16 4.06 Oleat C 18:1 38.79 29.54 22.75 22.83 35.98 23.47 20.79 18.16 Linoleat C 18:2 6.40 5.76 26.43 8.54 7.93 4.61 34.52 7.06 Linolenat C 18:3 0.15 0.20 1.15 0.35 0.19 0.18 1.08 0.33 Arakidonat C 20:4 - - - - - - - - Total ALTJ 50.67 38.21 53.21 34.96 51.95 30.21 59.55 29.61 Rasio ALTJ ALJ 1.03 0.62 1.14 0.54 1.08 0.43 1.47 0.42 ALJ: asam lemak jenuh, ALTJ: asam lemak tidak jenuh, Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: minyak kelapa. - : tidak terdeteksi 20 40 60 80 100 120 KO LS MKD MKP KO LS MKD MKP Alabio Cihateup ALJ ALTJT ALTJG Keseimbangan rasio ALTJ dan ALJ tunggir pada itik alabio dan cihateup yang mendapat perlakuan kontrol, lebih disebabkan oleh seimbangnya kandungan asam lemak palmitat C 16:0 dan oleat C 18:1 dari kedua jenis galur tersebut. Perubahan pada komposisi asam-asam lemak tunggir terjadi jelas dengan pemberian perlakuan ransum dengan lemak pakan yang berbeda. Pemberian lemak sapi dan minyak kelapa menyebabkan rasio ALTJ ALJ mengalami perubahan yang nyata. Pada itik cihateup, pemberian lemak sapi dan minyak kelapa menyebabkan total ALJ dua kali lebih tinggi daripada total ALTJ. Peningkatan kelompok jenuh ini terjadi pada asam lemak stearat C 18:0 untuk ternak yang diberi lemak sapi; sedangkan, asam lemak laurat C 12:0 dan miristat C 14:0 , pada ternak yang diberi minyak kelapa. Gambar 16 Persentase komposisi asam lemak pada tunggir itik percobaan Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransum minyak kelapa, ALJ: asam lemak jenuh, ALTJT: asam lemak tidak jenuh tunggal, ALTJG: asam lemak tidak jenuh ganda. Pada ternak yang diberi minyak kedelai peningkatan yang nyata terjadi pada asam linoleat C 18:2 , meskipun terjadi juga peningkatan pada asam linolenat C 18:3 . Hal ini karena minyak kedelai mengandung kedua asam-asam lemak tersebut cukup tinggi, terutama asam lemak linoleat C 18:2 . Sebaliknya, dengan pemberian minyak kedelai, terjadi penurunan pada asam lemak oleat C 18:1 . Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komposisi asam-asam lemak sejalan dengan pemberian sumber lemak yang berbeda, sesuai dengan pernyataan Russell et al. 2004 yang menyebutkan bahwa daging itik lebih dipengaruhi oleh makanannya dibandingkan dengan ternak unggas lain, ayam misalnya. Hal ini menurut mereka, karena itik mengkonsumsi ransum dua kali lebih banyak daripada ayam broiler selama masa pertumbuhan. Selain itu, secara umum sistem pencernaan pada unggas memungkinkan komposisi lemak tubuh sangat mudah untuk dipengaruhi oleh komposisi lemak yang ada pada makanan yang dikonsumsi. Hal ini karena makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan unggas langsung dibawah ke usus untuk diserap, tidak melalui rumen terlebih dahulu seperti pada ternak ruminansia Griminger 1976; Stevens 1996. Pengujian sensori Pengukuran uji sensori dilaksanakan dengan menggunakan dua metode yakni uji ranking dan uji skalar. Uji ranking digunakan untuk menganalisis off- odor daging sebagai kesan bau yang secara menyeluruh ditangkap, sedangkan uji skalar mengukur jenis atau atribut bau yang terdapat dalam off-odor daging tersebut. Hasil pengujian ranking yang diperlihatkan pada Gambar 17 menunjukkan bahwa terdapat urutan tingkatan ranking yang berbeda antara galur alabio dan cihateup. Pada galur alabio urutan off-odor terendah diperlihatkan oleh ternak yang diberi pelakuan kontrol Ko dan lemak sapi LS. Nilai ranking untuk kedua perlakuan tersebut adalah sama. Urutan selanjutnya adalah daging dari ternak yang diberi ransum minyak kedelai MKd, dan yang paling tinggi adalah daging ternak yang diberi ransum minyak kelapa MKp. Urutan ranking off-odor daging itik cihateup dimulai dari yang paling rendah pada daging dari ternak yang diberi perlakuan LS, urutan selanjutnya adalah MKd, Ko, dan yang paling tinggi adalah MKp.

0.00 0.50

1.00 1.50

2.00 2.50

3.00 3.50

Alabio 1.93 1.93 2.14 2.50 Cihateup 3.14 2.36 2.71 3.29 Ko LS MKd MKp Gambar 17 Nilai ranking off-odor amis daging paha itik dari setiap perlakuan Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak Kedelai, MKp: ransun minyak kelapa. Perbedaan off-odor antara itik alabio dan cihateup yang nyata terlihat pada daging dari perlakuan kontrol Ko. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami terdapat perbedaan bau daging yang jelas antara kedua galur tersebut. Intensitas off-odor daging cihateup dari perlakuan Ko bahkan masih lebih tinggi daripada off-odor daging alabio yang diberi perlakuan minyak kelapa MKp. Demikian pula pada semua perlakuan penggunaan berbagai jenis minyak, daging itik cihateup memiliki bau amis off-odor yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging itik alabio. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa pada kedua jenis galur, ranking intensitas off-odor daging paling tinggi P 0.05 berasal dari perlakuan ransum yang diberi minyak kelapa. Minyak kelapa meskipun mengandung sekitar 90 asam-asam lemak jenuh, tetapi perbedaan dalam kandungan asam-asam lemaknya lebih variatif dalam berat molekul daripada derajat kejenuhan. Salah satu sifat khas pada minyak kelapa dibandingkan dengan minyak yang lain yaitu tingginya kandungan asam-asam lemak bebas yang bersifat volatil. Kandungan asam lemak bebas dan senyawa δ-dekalakton yang tinggi, serta masa stabilitasnya yang pendek 30 jam menyebabkan minyak kelapa sangat berpotensi menghasilkan off-odor Sonntag 1979. a c a ab a bc c ab Minyak kelapa lebih banyak menghasilkan volatil disebabkan oleh banyaknya asam-asam lemak rantai pendek yang terdapat dalam minyak kelapa. Menurut Gurr et al. 2002 asam-asam lemak berantai pendek memiliki bau yang lebih tajam dibandingkan dengan asam-asam lemak berantai panjang, sebab asam-asam lemak berantai pendek lebih banyak menghasilkan senyawa- senyawa odor, dan juga termasuk off-odor. Pengujian terhadap jenis atau atribut off-odor diperlihatkan pada Tabel 19. Metode yang digunakan pada pengujian ini menggunakan uji skalar garis. Penetapan atribut off-odor untuk proses pengujian ini dilakukan melalui uji deskripsi Tabel 19 Pengukuran atribut off-odor daging itik berdasarkan uji skalar garis dari masing-masing perlakuan ransum Alabio Cihateup Off- odor Ko LS MKd MKp Rataan Ko LS MKd MKp Rataan Fishy 89.40 69.60 74.80 101.80 83.90 101.80 62.75 76.00 126.60 91.79 Fatty 67.83 47.55 57.78 75.15 62.08 63.75 32.50 60.50 105.25 65.50 Rancid 46.25 25.50 40.75 48.50 40.25 70.25 31.25 43.00 75.25 54.94 Moldy 29.00 9.25 9.00 26.50 18.44 13.50 12.50 10.50 51.50 22.00 Earthy 5.00 4.00 17.67 14.00 10.17 44.00 0.00 22.50 27.50 23.50 Beany 8.00 2.25 16.25 11.75 9.56 29.67 0.00 7.67 37.00 18.58 Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransun minyak kelapa Hasil pengujian terhadap atribut off-odor oleh panelis terlatih memperlihatkan bahwa baik pada itik alabio maupun itik cihateup, komponen off- odor yang paling dominan terdeteksi adalah bau fishy atau amis. Off-odor fishy paling tinggi dijumpai pada ternak yang diberi ransum minyak kelapa. Selain bau fishy, atribut off-odor daging yang menonjol pada kedua adalah off-odor fatty atau berlemak. Off-odor fatty juga lebih tinggi terdeteksi pada ternak-ternak yang diberi ransum minyak kelapa. Komponen off-odor yang sedikit tertangkap adalah beany atau langu. Pada itik alabio, off-odor ini lebih tinggi dijumpai pada ternak yang diberi pakan minyak kedelai, sedangkan pada itik cihateup, off-odor beany ditemukan pada ternak yang diberi minyak kelapa. Rataan intensitas atribut off-odor daging yang paling rendah diperlihatkan oleh ternak-ternak yang diberi ransum dengan lemak sapi. Pada daging dari itik cihateup yang diberi perlakuan lemak sapi, bau “ beany” dan “earthy” tidak ditemukan oleh semua panelis. Pola pemetaan intensitas komponen off-odor diperlihatkan melalui diagram jaring laba-laba sebagaimana pada Gambar 18 dan 19. Pada gambar- gambar tersebut terlihat bahwa atribut off-odor daging dari kedua jenis ternak membentuk pola yang mirip. Kedua gambar memperlihatkan bahwa arah komponen off-odor lebih dominan bergerak ke arah fishy, dan melebar ke arah fatty dan rancid. Gambar 18 Diagram jaring laba-laba atribut off-odor daging itik alabio. Ko: ransum kontrol, LS: ransum lemak sapi, MKd: ransum minyak kedelai, MKp: ransun minyak kelapa. Alabio 30 60 90 120 150 Fishy Fatty Rancid Moldy Earthy Beany Ko LS MKp MKd