Tingkat Deforestasi untuk Areal Sawit
71 Seperti kasus pulp, permintaan lahan hutan alam untuk areal sawit diasumsikan
merupakan permintaan industri terintegrasi minyak sawit
26
. Dengan demikian tingkat deforestasi hutan alam untuk areal sawit DF
SW t
dipengaruhi secara positif oleh harga ekspor minyak sawit P
XMSW t
, dan negatif oleh harga buah sawit P
BSW t
, suku bunga R
t
, upah W
t
, harga BBM P
BBM t
dan luas areal sawit satu tahun sebelumnya A
TSW t-1
. Selain itu DF
SW t
juga dipengaruhi oleh harga kayu HTI P
KHTI t
dan harga kayu hutan alam P
KHA t
. Harga kayu HTI mempengaruhi secara negatif, karena fakta persaingan permintaan lahan hutan alam, tetapi harga kayu hutan alam secara positif.
Dalam kondisi property rights yang belum clear and clean serta penegakan hukum yang lemah, P
KHA t
yang lebih tinggi memberikan insentif terhadap rent seeker pengembangan areal sawit, yaitu: 1 windfall profit atas penebangan kayu, dan 2
pengurangan biaya landclearing karena penebangan kayu yang dilakukan. Fakta ini menyebabkan P
KHA t
berpengaruh positif terhadap tingkat deforestasi hutan alam untuk areal sawit
27
.
Fungsi DF
SW t
dituliskan: DF
SW t
= DFP
XMSW t
, P
BSW t
, R
t
, W
t
, P
BBM t
, P
KHTI t
, P
KHA t
, A
TSW t-1
………… 19 Seperti kayu HTI, harga output yang dihasilkan lahan deforestasi untuk areal
sawit dibatasi hanya sampai harga buah sawit, yang diperlakukan sebagai peubah
26
Pada tahun 2008, luas areal sawit perkebunan besar adalah 60.9 dari total areal sawit 7.4 juta ha.
27
Manurung 2001 menyatakan “konversi hutan alam untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit terus berlangsung sampai saat ini walaupun di Indonesia sesungguhnya sudah tersedia lahan kritis
dan lahan terlantar dalam skala yang sangat luas sekitar 30 juta hektar. Para investor lebih suka untuk membangun perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan konversi karena berpotensi
mendapatkan keuntungan besar berupa kayu IPK Ijin Pemanfaatan Kayu dari areal hutan alam yang dikonversi. Dalam praktiknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada
kawasan hutan konversi, melainkan juga merambah ke kawasan hutan produksi, bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang
tinggi, sebagai contoh, di areal Taman Nasional Bukit Tigapuluh telah dibangun dua perkebunan kelapa sawit dengan luas masing-masing 8.000 ha dan 4.000 ha, juga pada kawasan hutan lindung
Register 40 di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, paling sedikit 6000 ha telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit”
72 endogen. Harga output turunannya minyak sawit dan minyak goreng diasumsikan
eksogen. Merujuk teori, harga buah sawit dipengaruhi oleh penawaran dan permintaannya.
Penawaran buah sawit S
BSW t
dipengaruhi secara positif oleh harganya P
BSW t
, dan negatif oleh suku bunga R
t
, upah W
t
dan harga BBM P
BBM t
, serta secara positif oleh produktivitas sawit q
BSW t
, luas areal A
TSW t
, dan penawaran satu tahun sebelumnya S
BSW t-1
. Fungsi penawaran buah sawit dituliskan: S
BSW t
= SP
BSW t
, R
t
, W
t
, P
BBM t
, q
BSW t
, A
TSW t
, S
BSW t-1
………..…………. 20 Sebagai derived demand seperti permintaan lahan, permintaan buah sawit
dipengaruhi negatif oleh harganya P
BSW t
, suku bunga R
t
, upah W
t
dan harga BBM P
BBM t
, dan secara positif oleh harga dalam negeri minyak sawit P
DMSW t
dan PDB Y
t
serta permintaan buah sawit satu tahun sebelumnya D
BSW t-1
. Fungsi permintaan buah sawit dituliskan:
D
BSW t
= DP
BSW t
, R
t
, W
t
, P
BBM t
, P
DMSW t
, Y
t
, D
BSW t-1
...……..…………… 21 Harga buah sawit dipengaruhi oleh harga ekspor minyak sawit, permintaan
buah sawit, dan harga buah sawit satu tahun sebelumnya. Kondisi keseimbangan pasar buah sawit Gambar 24 dan fungsi harga buah sawit dituliskan:
S
BSW t
= D
BSW t
...……..……….………………………..………………..….. 22 P
P
BSW t
= PP
XMSW t
, D
BSW t
, P
BSW t-1
…………………………………….……. 23
73
Q
BSW
P
BSW
P
BSW
D
BSW
Q
BSW
S
BSW
Gambar 24. Keseimbangan Pasar Buah Sawit