39 Ferreira 2004 menunjukkan perdagangan internasional yang semakin
terbuka berasosiasi dengan deforestasi yang semakin rendah di negara-negara dengan kualitas kelembagaan tinggi negara-negara maju, tetapi sebaliknya,
deforestasi yang semakin tinggi di negara-negara dengan kualitas kelembagaan rendah negara-negara berkembang. Kebanyakan negara-negara berkembang
memiliki kelemahan kelembagaan institutional weakness, terutama hak kepemilikan property rights, dan keterbatasan peraturan peundangan rule of law.
Dalam kondisi hutan open access, agen bertindak tidak mempertimbangkan eksternalitas negatif negative externalities yang mengenai individu lain. Dalam
kondisi hutan sebagai hak milik, terdapat kelemahan penegakan hak kepemilikan, misalnya, dalam bentuk expropriation risk, yang diterjemahkan ke dalam discount
rates yang tinggi sehingga menekan investasi hutan, menekan petani meningkatkan intensitas pemeliharaan hutan dan meningkatkan frekuensi pemanenan pada hutan
yang terbangun Ferreira 2004.
2.5. Penelitian Terhahulu Kasus Indonesia
Berdasarkan pada hasil observasi deforestasi oleh petani di Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, Wibowo 1999 membangun model deforestasi dengan
persamaan Fokker-Planck dan stochastic differential menggunakan teori intertemporal consumption. Model yang dibangun bertujuan untuk menunjukkan
secara analitis bagaimana deforestasi dihubungkan linked terhadap perilaku akumulasi kapital capital accumulation behavior. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hanya ketika ketidakpastian uncertainty tidak cukup besar, akumulasi kapital menyebabkan petani memiliki kemampuan finansial untuk menebang hutan.
Terlepas dari tingkat ketidakpastian, tanpa akumulasi kapital, petani tidak memiliki kapital tunai yang cukup untuk menebang hutan.
40 Untuk menganalisis bagaimana optimasi konsumsi consumption
optimization mempengaruhi perilaku deforestasi, Wibowo mengembangkan stochastic control model yang dipecahkan dengan Hamilton-Jacobian equation.
Hasilnya menunjukkan bahwa akumulasi kapital tidak selalu menyebabkan petani memiliki kapasitas finansial untuk menebang hutan. Dalam kasus yang risk-averting,
petani cenderung menabung dan penebangan hutan tidak dilakukan. Dalam kasus yang risk-taking, petani bersedia mengorbankan konsumsi untuk investasi dalam
penebangan hutan. Dengan demikian, petani yang risk-taking dapat menjadi ancaman terhadap hutan dibanding petani yang risk-averting. Optimasi konsumsi
ditunjukkan untuk mengurangi kapasitas keuangan petani untuk menebang hutan. Hal ini karena optimasi meningkatkan konsumsi petani di atas subsisten, sehingga
kekurangan uang untuk biaya penebangan hutan. Penelitian dampak realokasi pengeluaran pemerintah daerah terhadap
deforestasi dan degradasi dilakukan oleh Novra 2007 juga di Taman Nasional Kerinci Seblat. Hasil penelitian di antaranya menunjukkan bahwa realokasi
pengeluaran rutin untuk sektor sumberdaya manusia memenuhi kiteria pembangunan berkelanjutan di antaranya aspek ekologi: mampu mengurangi tekanan terhadap
sumberdaya lahan dan hutan. Penelitian dampak perdagangan produk berbasis kayu terhadap deforestasi
potensial dilakukan oleh Adi 2007. Dengan menggunakan disagregasi data wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku-Papua, hasil penelitian menunjukkan
bahwa perdagangan produk berbasis kayu cenderung meningkatkan deforestasi potensial, dan laju deforestasi potensial antara lain dipengaruhi oleh suku bunga dan
produk domestik regional bruto.