111 Tabel 16. Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi terhadap
Perekonomian Blok Makroekonomi
Skenario Dampak Perubahan Kebijakan Makroekonomi
MS G No.
Peubah Endogen Nilai Dasar
Naik 23.12
Naik 17.96
1 Suku Bunga Nominal 14.0
-10.47 3.03
2 Suku Bunga Riil 2.7
-53.63 15.53
3 Paritas Suku Bunga 0.6
-251.76 72.92
4 Nilai Tukar RpUSD 6720.1
20.30 -0.60
5 Penerimaan Pajak Rp miliar 129024.0
3.57 2.01
6 Pengeluaran Pemerintah
Rp miliar
98336.6 2.63
17.96 7 Investasi Swasta Rp miliar
330995.0 2.63
1.00 8 Ekspor Bersih Rp miliar
31354.4 45.16
-10.89 9 Konsumsi Rumah Tangga Rp miliar
740155.0 0.28
-0.08 10 PDB Rp miliar
1200841.0 2.29
1.39 11 Indeks Harga Konsumen
75.2 0.61
0.37 12 Permintaan Tenaga Kerja juta jiwa
82.3 0.51
0.36 13 Jumlah Pengangguran juta jiwa
5.2 -8.16
-5.74 Keterangan:
MS = Penawaran Uang ; G = Pengeluaran Pemerintah ; PDB = Produk Domestik Bruto
6.1.2. Blok Deforestasi
Dampak peningkatan penawaran uang 23.12 dan pengeluaran pemerintah 17.96 mempengaruhi deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan
padi. Pengaruh keduanya dapat melalui saluran suku bunga dan saluran nilai tukar. Saluran suku bunga dapat mempengaruhi secara langsung sebagai harga input
kapital, sedangkan pengaruh nilai tukar secara tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap harga input dan output tradable. Dalam penelitian ini, pengaruh nilai
tukar dianalisis hanya dalam kaitannya dengan suku bunga
34
dan peubah makroekonomi yang lain.
34
Menurut Frankel 1986, penurunan penawaran uang nominal adalah penurunan penawaran uang riel jangka pendek, yang menyebabkan kenaikan suku bunga riel sehingga menurunkan harga riel komoditas, dan hasil penelitian Reziti 2005
menunjukan variabilitas harga produk pertanian berkaitan dengan fluktuasi produk domestik bruto PDB riel. Penelitian ini menganalisis pengaruh langsung perubahan suku bunga riel terhadap penawaran dan permintaan komoditas serta pengaruh
112 Dari pembahasan sebelumnya diketahui bahwa peningkatan penawaran
uang sebesar 23.12 menurunkan suku bunga riel sebesar 53.63. Sedangkan peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96 meningkatkan suku bunga riel sebesar
15.53. Bagaimana dampaknya terhadap tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi disajikan pada Tabel 17. Dari Tabel 17 diketahui bahwa
secara keseluruhan dampak penurunan suku bunga menyebabkan total deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi meningkat sebesar 9.08, terutama untuk
areal karet 35.70 dan padi 35.54, sedangkan untuk areal HTI dan sawit menurun.
Tingkat deforestasi untuk areal HTI dan sawit berturut-turut menurun sebesar 0.03 dan 1.83. Dari model diketahui bahwa penurunan tingkat deforestasi untuk areal HTI
dan sawit menunjukkan pengaruh penurunan suku bunga lebih lemah dibanding pengaruh kenaikan harga input kayu HTI untuk kasus areal HTI, dan harga buah sawit untuk kasus
areal sawit. Dalam model, kayu HTI diperlakukan sebagai input produksi pulp, dan buah sawit sebagai input produksi minyak sawit. Penurunan suku bunga menyebabkan harga
kayu HTI dan sawit meningkat berturut-turut sebesar 0.17 dan 1.39. Karena pengaruh penurunan suku bunga terhadap deforestasi areal HTI dan sawit lebih lemah dibanding
pengaruh kenaikan harga input kayu HTI dan sawit, sebagai konsekuensinya tingkat deforestasi keduanya menurun.
Sebaliknya dari Tabel 17 diketahui bahwa kenaikan suku bunga 15.53 sebagai dampak peningkatan pengeluaran pemerintah 17.96 menurunkan secara
keseluruhan tingkat deforestasi untuk areal HTI, sawit, karet dan padi sebesar 3.27. Tingkat deforestasi untuk areal HTI yang menurun menunjukkan pengaruh
kenaikan suku bunga lebih kuat dibanding pengaruh penurunan harga kayu HTI 0.06. Tingkat deforestasi untuk areal sawit yang menurun menunjukkan
langsung PDB riel terhadap permintaan, di samping menganalisis pengaruh langsung suku bunga terhadap tingkat deforestasi. Pengaruh suku bunga terhadap harga komoditas bergantung pada respon permintaan dan penawaran, sedangkan
pengaruh PDB cenderung secara positif terhadap harga komoditas.