Informan Kunci II : Konselor Rumah Singgah Caritas PSE

93 “Tujuan layanan konseling adalah membantu klien untuk memecahkan permasalahannya, membantu membuat skala prioritas atas permasalahan yang dimilikinya, kemudian membantu treatment plan yang cocok untuk klien. Jadi konselor menfasilitasi adanya proses pemulihan yang berjalan bagi klien.”

5.2.2 Informan Kunci II : Konselor Rumah Singgah Caritas PSE

Nama : Eko Wibisono Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 33 Tahun Alamat : Medan Eko adalah salah satu staf yang bekerja sebagai konselor. Sebelumnya, Eko pernah diangkat menjadi staf dari tahun 2004 sampai tahun 2010, sekitar enam tahun. Eko pernah menjadi program manager di Yakita Surabaya, dan pernah bergabung dengan Yakita Bali. Selesai Eko bekerja dengan Yakita, Eko memutuskan untuk mengundurkan diri. Ada alasan keluarga yang membuat Eko mengambil keputusan itu. Lalu Eko bekerja dengan salah satu perusahaan pertambangan yang ada di Pekan Baru sekitar 6 bulan. Eko menjadi asisten owner perusahaan tersebut. Secara materi, kerja di perusahaan tersebut sangat menguntungkan. Tetapi, perusahaan tersebut tidak mendukung pemulihan Eko. Karena banyak hal-hal yang tidak bisa membuat Eko berada di circle yang aman. Berikut penuturan awal pertama pertemuan Eko dan Eka 94 “Awal ketemu dengan mas Eka, sewaktu saya menjalani pemulihan di Yayasan Kita Yakita, Bogor. Saya menjalani pemulihan sekitar tahun 2003-an. Sekitar tahun 2004-an, ada program Muda Berdaya dari UNICEF yang ada di Yayasan Kita Yakita. Mas Eka adalah salah satu peserta yang mewakili program tersebut yang dilakukan untuk pemuda-pemudi Jawa Barat.” Sewaktu Eko di Yakita, Eko bukan sedang bekerja tetapi sedang menjalani pemulihan. Yakita juga mengkoordinasi di Yakita untuk memberikan pelatihan kepada resident-resident untuk mengikuti pelatihan. Yakita memberikan kesempatan kepada kliennya yang telah selesai menjalani pemulihan untuk menjalani program on job training. Setelah selesai menjalani program on job training tersebut, maka akan dijadikan staf di Yakita. Berikut penuturan Eko selanjutnya: “Setelah Mas Eka selesai menjalani program Muda Berdaya, beliau terlibat aktif banyak dalam kegiatan Muda Berdaya sampai beliau diangkat menjadi salah satu staf. Yakita mempunyai beberapa cabang di kota lain, misalnya Aceh, Kupang, Surabaya, Bali, dan Papua. Mas Eka dipercayakan untuk membantu lembaga yang ada di Aceh. Kemudian Mas Eka mengajak saya bergabung dengan Caritas PSE sekitar tahun 2012-an. Ada suatu kebanggaan untuk membantu pecandu.” Eko adalah orang yang cukup lama bersentuhan dengan dunia adiksi. Dunia adiksi membutuhkan proses pemulihan untuk membuat seseorang 95 memiliki perubahan yang baik. Pada prosesnya konselor akan berupaya untuk melakukan peranannya dalam membantu proses pemulihan tersebut. Pertama kalinya konselor akan melakukan asesment kepada klien untuk mendapatkan data-data yang akan menjadi informasi dasar bagi konselor. Data-data ini akan berguna bagi konselor dalam memahami latar belakang klien sebelumnya. Melalui proses ini, konselor akan mengetahui apakah klien yang baru datang tersebut apakah klien tersebut memang sudah bisa untuk menjalani proses pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. Konselor juga akan melakukan penggalian informasi yang mendalam kepada klien. Selanjutnya konselor akan mengetahui bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh klien. Konselor akan melakukan konseling untuk membantu klien dalam membuat rencana pemulihannya. Konselor akan membantu klien melihat permasalahan klien dari berbagai perspektif melakukan observasi dari info-info yang didapat dari konseling. Tetapi pengambilan keputusan tetap ada pada diri klien. Berikut penuturannya: “Konseling itu merupakan proses membantu. Tolong bedakan fungsi dari konselor dengan fungsi dari konsultan. Konsultan adalah pihak yang mengambil keputusan apa yang akan diambil dalam proses membantu kliennya. Sedangkan dalam proses konseling, pihak yang mengambil keputusan tetaplah berada pada diri si klien. Namun ada saatnya klien itu tidak bisa mengambil keputusan. Setelah terjadi proses konseling yang berulang-ulang, maka konselor boleh untuk mengambil keputusan bilamana memang si klien ini tidak bisa 96 mengambil keputusan ini. Ini tidak bisa dijadikan patokan bahwasannya keputusan diambil oleh konselor.” Disaat kita telah melakukan assessment dan konseling, maka konselor telah membantu dalam pembuatan rencana pemulihannya. Konselor akan melakukan observasi melalui perubahan tingkah laku yang didapat dari klien. Konselor akan melakukan pengamatan seberapa besar telah tercapainya rencana pemulihan si klien. Bilamana memang tidak berhasil, konselor itulah yang akan mencoba melakukan konseling dengan si klien. Itulah yang menjadi fungsi dari monitoring. Berikut penuturannya: “Di sini itu kita kan sifatnya adalah tiga bulan di mana waktu itu relatif sebentar tetapi cukup untuk membuat si klien bisa mengerti kecanduan itu seperti apa. Dari hal itu, jika kita tidak melakukan monitoring maka kita tidak akan mengetahui perkembangan klien. Jadi itulah fungsi dari monitoring. Monitoring itu melihat bagaimana perkembangan klien.” Konselor tidak boleh mengabaikan segala tindak tanduk dari si klien. Jika konselor itu tidak peka, maka akan ada hal-hal yang akan membuat si klien akan menyakiti dirinya sendiri atau bisa mencoba untuk bunuh diri. Kata-kata pertama yang dilontarkan klien ketika dia mencoba mengancam konselor bahwa ia ingin bunuh diri itu janganlah diabaikan. Seringkali kita menganggap itu adalah hal yang bercanda dan itu adalah satu pandangan yang salah. Orang yang menjalani pemulihan adalah orang yang kesakitan. Jika konselor tidak melakukan monitoring, maka hal tersebut akan berakibat tidak baik dengan si klien. 97 Tujuan pemulihan adalah mengupayakan klien agar memiliki hidup yang berkualitas. Seorang klien yang telah selesai menjalani pemulihan bisa saja akan kembali menggunakan narkoba. Orang yang relapse itu bukanlah orang yang salah. Penggambarannya adalah seperti ada lubang di sebuah ruas jalan. Mungkin orang yang pertama kali melewati jalan itu, maka akan jatuh dan masuk ke lubang itu. Tetapi ketika seseorang itu melewati ruas jalan tersebut, maka tergantung pada pilihan dari orang tersebut apakah memilih untuk jatuh ke lubang yang sama atau memilih jalan yang lain. Jadi kita tidak boleh menyalahkan orang yang relapse. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut dan mampu untuk bangkit kembali. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut, dia bangun, dan dia melewati jalan tersebut maka dia akan putar balik supaya tidak jatuh ke lubang itu. Dan ada juga orang yang baru melewati jalan tersebut, dia melihat jalan itu dan dia langsung putar balik. Ada juga orang yang walaupun sudah melihat lubang itu berkali-kali dan dia tetap jatuh ke lubang yang sama. Jadi ada perilaku kompulsif. Berikut penuturannya: “Karena relapse memang bagian dari pemulihan. Adiksi ini adalah penyakit yang bersifat kompulsif. Jadi jika ada yang meragukan pemulihan ini maka kita harus kembali melihat perubahan perilaku pada klien sebelumnya. Selama ini kan orang hanya melihat dari bagian akhirnya saja, tetapi kita sebagai konselor yang baik harus memegang prinsip bahwa sekecil apapun perubahan perilaku maka itu tetaplah perubahan perilaku. Walaupun memang tujuan akhirnya adalah terbebas dari kecanduan narkoba.” 98 Konselor akan tetap menjaga hubungannya dengan klien sekalipun klien telah menyelesaikan programnya. Klien tersebut diharapkan tidak lepas kontak dengan lembaga yang ada. Program pemulihannya dilakukan dengan 3 bulan rawat inap dan 1 bulan rawat jalan. Berikut penuturannya: “Jadi jangan disangka bahwa program klien hanya rawat inap. Karena itu kita mengingatkan kepada klien agar tidak lepas kontak. Karena adambanyak kejadian yang si klien itu lepas kontak dengan konselor. Konselor sendiri berupaya untuk tidak melepaskan kontak. Tapi kembali lagi pada klien sendiri, ingin melakukan hal-hal apa saja.” Setiap orang melihat bahwa perubahan perilaku itu haruslah bisa tetap terbebas dari kecanduan narkoba. Sekecil apapun perubahan perilaku yang dilakukan oleh klien, itulah adalah perubahan perilaku. Itulah prinsip proses pemulihan. Mengenai konflik sesama klien itu macam-macam bentuknya. Jika ada konflik yang terjadi maka konselor akan berupaya memisahkan terlebih dahulu klien A dengan klien B. Karena biasanya suasana konflik akan membuat kondisi emosional menjadi tidak stabil. Konselor mencoba untuk memberikan masa tenang kepada mereka, dan berupaya untuk menciptakan suasana rumah yang lebih kondusif. Bilamana memang sudah tenang, maka konselor akan menarik klien yang sedang berkonflik satu persatu lalu selanjutnya akan melakukan konseling. Konselor akan melihat bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Jadi konselor akan membuat klien bercerita mengenai peristiwa itu kembali. 99 Theraputic Community TC bukanlah program tetapi kegiatan harian. Kegiatan harian di mana orang-orang yang ada dalam komunitas itu membantu orang lain yang ada di dalam komunitas itu. Caridinal rules yaitu No Drugs, No Sex, and No Violence dan itu bukan Theraputic Community. Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE adalah mengakomodir TC, tetapi tidak melakukan TC secara keseluruhan. Memang ada bagian dari TC yang dilakukan, misalnya dalam kesehariannya si konselor bisa memberikan reward atau penghargaan kepada klien. Jadi klien akan berpikir mengapa klien yang lain bisa mendapat penghargaan sedangkan yang lain lagi tidak mendapatnya. Proses berpikir inilah yang menjadi pembelajaran bagi klien tersebut. Dalam kegiatannya, Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE yang menganut TC yaitu pada pemberlakuan reward penghargaan dan punishment hukuman. TC ini sendiri diakomodir oleh Alkoholic Anonymous AA. Misalnya pemberian rokok sebagai bentuk penghargaan kepada kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok itu haruslah didasari dari alasan konselor melakukannya itu. Konselor itu pasti memiliki pertimbangan atas pemberian penghargaan kepada kelompok tersebut. Kelompok tersebut tidak berbuat kegaduhan, menjalani program dengan baik, menjalani kegiatan dengan baik. Sekecil apapun perubahan yang dilakukan pasti diapresiasi oleh staf ataupun konselor. Begitupun dengan punishment atau hukuman. Konselor harus memahami alasan dari pemberian hukuman kepada klien. Misalnya, untuk klien yang berbohong. Jika ketahuan pertama kali, maka hal tersebut akan menjadi catatan bagi konselor. Jika ketahuan kedua 100 kalinya, maka konselor akan mencari tahu alasan klien berbohong. Jika ketahuan untuk ketiga kalinya, maka klien akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan bukanlah hukuman yang sifatnya keras, tetapi konselor berusaha sebisa mungkin untuk memberikan hukuman yang lembut. Hukuman itu bisa berupa pengambilan kebutuhan, atau klien tidak bisa melakukan hubungan komunikasi melalui hp fasilitas kantor dengan keluarganya. Tidak serta merta hukuman itu harus bersifat keras. Karena konselor harus pilah pilih untuk seberapa bekerjanya hukuman ini bagi si klien. Berikut penuturannya: “Contohnya konfrontasi. Kita harus hati-hati dengan konfrontasi, karena jangan sampai konfontasi ini akan membuat klien menjadi down. Kan setiap orang beda-beda, ada orang yang rendah diri, ada orang yang percaya diri. Orang yang rendah diri tidak bisa dikonfrontasi secara keras. Pendekatan tradisional seperti itu tidak bisa. Tujuan untuk memberikan konfrontasi secara keras itu adalah bilamana seseorang itu mempunyai tembok. Tembok itulah yang harus dihancurkan. Dalam konfrontasi yang keras itu juga, konselor harus belajar. Jangan sampai konfrontasi itu menyimpang dari tujuan awalnya.” Kalau untuk masalah pribadi, maka itu akan menjadi ranahnya konselor dengan kliennya. Diharapkan tidak terjadi perpindahan konselor yang satu dengan yang lain terhadap si klien. Dalam kegiatan harian, staf yang lain juga boleh menindaklanjuti tentang kegiatan harian. Untuk konseling, lebih baik dilakukan oleh konselor pribadi dari si klien. Jangan sampai akhirnya klien menjadi bingung dan akhirnya itu malah tidak 101 membantu proses pemulihan klien, karena klien juga telah menyusun rencana pemulihannya sendiri. Para konselor juga sering melakukan konferensi kasus atas permasalahan terhadap klien. Dalam meeting staf sering kali terjadi konferensi kasus. Meeting staf bukan hanya membahas tentang bagaimana program Rumah Singgah Caritas PSE dapat berjalan, tetapi juga membahas tentang permasalahan klien. Bilamana memang dirasakan perlu untuk dibicarakan, maka konselor akan membawa hal itu untuk dibicarakan bersama. Karena para konselor adalah tim kerja, maka pertemuan tersebut bisa membantu konselor yang mungkin menemukan jalan buntu. Selain pertemuan staf, ada juga pertemuan resident klien yang sedang menjalani pemulihan. Berikut penuturannya: “Nah, kalo untuk meeting resident tujuannya adalah komunitas yang membantu komunitas itu sendiri. Jadi resident itu meminta waktu khusus untuk mengadakan pertemuan. Agar mereka bisa saling membantu dan saling menilai satu sama lain. Misalnya salah satu klien mengalami kemunduran dalam aktivitasnya sehari-hari maka klien yang lain akan memberikan teguran, konfrontasi, ataupun dukungan agar klien tersebut mengubah perilakunya. Pertemuan resident adalah sarana klien saling mengenal personal antara yang satu dengan yang lain. Melalui pertemuan ini, klien juga bisa belajar mengenai kelompok dan dinamikanya”. 102

5.2.3 Informan Utama I