78
4. Memberikan dan mengenalkan dasar-dasar informasi, edukasi dan komunikasi mengenai pencegahan adiksi, HIVAIDS, TB
dan HCV.
b. Pada hasil akhir d idalam program tersebut resident akan mendapatkan :
1. Pengetahuan dasar mengenai apa itu Therapeutic Community Narcotic Anonymous NA.
2. Pembelajaran mengenai masalah social, vokasional dan survival skills.
3. Bekerja dan memahami proses observasi dan mengaplikasikan didalam group dan pertemuan – pertemuan yang lain.
4. Pembelajaran dan pengetahuan masalah-masalah yang berkaitan dengan pencegahan adiksi ,HIVAIDS, TB dan
HCV.
c. Kegiatan:
1. Memperkenalkan resident dalam membentuk suatu grup yang nantinya akan membantu resident agar bisa bertahan dalam
pemulihan secara fisik, mental, emosional dan spiritual. 2. Kurikulum Development Exercise, sessi pembelajaran yang
akan diadakan setiap hari agar para resident bisa mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan dunia adiksi dan bisa
berbagi mengenai pengalaman, kekuatan dan harapan.
79
3. Pertemuan yang diadakan setiap pagi morning meeting selama 1 jam membahas masalah personal dan masalah antara
satu resident dengan yang lain, pekerjaan yang akan dilakukan dalam satu hari.
4. Sessi yang diadakan setiap hari mengenai adiksi, sejarah pemulihan TC NA, model –model pemulihan dan
HIVAIDS, TB, HCV. 5. Self report, resident memberikan laporan mengenai
perkembangan diri selama satu hari tersebut apakah mengalami kemajuan atau kemunduran dalam menjalankan
pemulihan. Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE
mengandung empat modul yaitu: Modul 1 Mengenal Program Pemulihan Adiksi Narkoba
Modul 2 Dunia Adiksi – HIV-AIDS, HCV dan TB Modul 3 Pencegahan Kekambuhan Program Paska Rawatan
Modul 4 Aftercare Sober House
MODUL 1 Mengenal Program Pemulihan Adiksi Narkoba
MINGG U
TOPIK MINGGUAN
HARI JUDUL
Minggu 1
Pengenalan Dunia Adiksi
Permasalahannya SENIN
Apa itu Kecanduan ? Apa itu Ketergantungan ? Apa itu penyalahguna
? tahapan kecanduan Area Masalah
SELASA Stage of Change Tahapan perubahan
80
RABU
Gejala putus zat Permasalahannya:
• Hardcore Addict • Apa itu gejala putus zat,
overdosis dan penangannya • Permasalahan Bio, Psiko, Sosial
terkait gejala putus zat dan kaitannya dengan drug of choice
• Gejala Putus zat Akut Post Accute WithdrawalPAW
KAMIS
Detoksifikasi
• Apa itu detoksifikasi klinis • Tahap gejala putus zat
penanganannya • Rencana Detoksifikasi dan
pengelolaannya JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap Up Minggu
2
Pengenalan Zat Psikoaktif
Dampaknya pada tubuh
SENIN Pengertian Zat Psiko aktif dan cara
kerjanya pada otak manusia SELASA
Penggolongan zat psiko aktif dan cara kerjanya
RABU Konsekuensi penyalahgunaan zat psiko
aktif KAMIS
Dampak Mencampur penggunaan drugs JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap Up Minggu
3
Masalah akibat penyalahgunaan zat
secara medis dan sosial
SENIN Telur Adiksi : Sex
SELASA Telur Adiksi : Kriminal Kekerasan RABU
Telur Adiksi: Penyakit Virus KAMIS
Aktualisasi Diri dan Adiksi Sesi Motivasi
JUMAT VOCATIONAL SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Libur Weekend Wrap Up
Minggu 4
Narcotics Anonymous
SENIN
Narcotics Anonymous :
Siapakah Pecandu itu ? Apakah NA itu ?
Mengapa kita ada disini Bagaimana Cara Kerjanya
12 Tradisi
81
SELASA Step Working Guide : 1,2,3,4 RABU
Step Working Guide : 5,6,7,8 KAMIS
Step Working Guide : 9.10,11,12 JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap Up
MODUL 2 Dunia Adiksi – HIV – AIDS ,HCV dan TB
MINGG U
TOPIK MINGGUAN
HARI JUDUL
Minggu 1
Penyalahgunaan Napza dan Masalah
Kesehatan SENIN
HIV dan Perkembangan Penyakit 1 2 SELASA
Mengenal HCV dan Membantu Orang dengan HCV
RABU Pengertian IMS dan Jenis-jenisnya
KAMIS Cara Penularan Pencegahan TBC
JUMAT VOCATIONAL SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Libur Weekend Wrap Up
Minggu 2
Penyalahgunaan Napza dan Masalah
Kesehatan II SENIN
Mengenal Kesehatan Reproduksi Manusia
SELASA Gender dan Ragam Masalah RABU
Infeksi Oportunistik KAMIS
Sejarah HIV dan Epidemi JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap Up Minggu
3
Program Subtitusi
SENIN Mengenal Beberapa Macam Pemulihan
SELASA Program Terapi Substitusi RABU
Perilaku Beresiko terhadap Pecandu KAMIS
Methadone, Buphrenorpine dll JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap Up
Minggu Pengurangan
SENIN Apa itu Harm Reduction ?
82
4
Dampak Buruk NarkobaHarm
Reduction SELASA Outreach
RABU Dinamika Kelompok
KAMIS Peer Group
JUMAT VOCATIONAL SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Libur Weekend Wrap Up
MODUL 3 Pencegahan Kekambuhan Program Paska Rawatan
MINGG U
TOPIK MINGGUAN
HARI JUDUL
Minggu 1
Adiksi dan Kekambuhan
Relapse SENIN
Self Help and Self Support SELASA Cognitive Behavior Therapy
RABU Co Dependent dan Co Dependency
KAMIS Relapse Prevention Therapy
JUMAT VOCATIONAL SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Libur Weekend Wrap up
Minggu 2
Mengatasi Kekambuhan
Relapse Prevention
SENIN
P.A.G.E Group Peer Accountability Group Evaluation
Sesi evaluasi diri antara sesama komunitas pemulihan
Mencari solusi atas permasalahan internal serta
eksternal yang terjadi dalam komunitas pemulihan
SELASA
RABU
Halfway Sober House
Pengenalan serta pemahaman tentang halfway dan sober house
Informasi dasar seputar program halfway dan sober house
Informasi lokasi halfway dan sober house
KAMIS JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap up
83
Minggu 3
Permasalahan seputar kehidupan
sosial pecandu SENIN
Berbicara di depan umum SELASA Membangun Kepercayaan
RABU Disfunctional Family
KAMIS Bekerja dengan Rasa tidak suka
Merendahkan dan Kebencian JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Libur Weekend Wrap up Minggu
4 SENIN
Stress dan Adaptasi SELASA Proses Pengembangan Diri
RABU Berpikir Sebelum Bicara
KAMIS Proses Pengambilan Keputusan
JUMAT VOCATIONAL SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Libur Weekend Wrap up
84
MODUL 4 Pre-Discharge Aftercare
MINGG U
TOPIK MINGGUAN
HARI JUDUL
Minggu 1
Behaviour Reinforcement
penguatan perilaku
SENIN
Aftercare Paska Pemulihan
Permasalahan seputar Aftercare Program-program dalam
Aftercare Siapa saja yang terlibat dalam
Aftercare? Bagaimana program Aftercare
bekerja dalam proses kepulihan seorang pecandu dan keluarga
pecandu.
SELASA
How to develop Life skill Coping skill
• Life skill adalah suatu potensi
yang terdapat dalam setiap manusia yang dimana perlunya
pengeksplorasian dalam mengembangkannya.
• Membangun coping skill
memperkuat seorang individu untuk melihat pada diri sendiri
dan orang lain yang dapat mempengaruhi lingkungan
fisikal dan sosial selagi dihadapkan dengan keadaan
yang kurang baik dan tekanan dari kehidupan modern. Individu
yang diperkuat dengan efektif coping skill belajar untuk
mengartikan dan menjawab pada lingkungan sosial yang
dipengaruhi oleh perilaku mereka.
RABU
Guilty Feelings and The Major Guilt
Perasaan Bersalah serta faktor- faktor yang menyebabkan rasa
bersalah tersebut menjadi suatu masalah besar utama dalam
tahapan terbentuknya seorang pecandu.
85
KAMIS
Warning Sign Of Relapse
Faktor-faktor pemicu Relapse Bagaimana mengantisipasi
Relapse Apakah yang harus dilakukan
saat berada pada masa krisis JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Family Support Group FSG - Introduction
Minggu 2
Emotional Psychological
Management manajemen emosi
psikologis
SENIN Membangun Sebuah Hubungan
Relationship SELASA Dependent Relationship
RABU
Short Term Goals Discussion
Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka
pendek 0-1 thn Hal-hal yang menjadi kekuatan
dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut.
KAMIS Craving and Trigger Rasa Keinginan
dan Pemicunya JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Family Support Group FSG – Family Issue
Minggu 3
Intellectual Spiritual Growth
pertumbuhan kecerdasan
keyakinan
SENIN
Intelectual Interview
Menggali serta mengarahkan minat dan bakat klien
Motivation Interviewing SELASA Slip, Lapse and Relapse Prevention
RABU
Middle Term Goals Discussion
Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka
menengah 1-5 thn Hal-hal yang menjadi kekuatan
dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut.
KAMIS Outreach Session – Lapas, Hotspot,
Penyuluhan, Self –HelpSupport Group JUMAT
VOCATIONAL SESSION SABTU
Static Group MINGGU
Family Support Group FSG – Family Dialog
86
Minggu 4
Vocational Survival Skill
Development pengembangan
keterampilan kemampuan hidup
SENIN Vocational Survival skill Introduction
SELASA Permasalahan seputar pekerjaan bagi
pecandu yang telah pulih
RABU
Long Term Goals Discussion
Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka
panjang 5 thn dan seterusnya. Hal-hal yang menjadi kekuatan
dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut.
KAMIS Psikologi Uang Money Issue
JUMAT DROP in CENTER SESSION
SABTU Static Group
MINGGU Family Support Group FSG – Family
GatheringResident Release
4.3.6. Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial
Ekonomi
Eka Prahadian
Drugs, HIV-AIDS Project Manager
Andreas Sinaga
Counselor Bili
Rahman Counselor
Henny Siboro
Counselor Junius
Barus Counselor
Rowan Jaida Hutasoit Finance Assistant and
Administration Eko Wibisono Coord.
Case manager cum Outreach Worker
Kristina Sembiring
Counselor Rahmad
Undito Counselor
VOLUNTEER Relawan, POKER CARITAS, PUDAN CARITAS
Yohannes Simatupang
Counselor Debora
Banjar Nahor
Case manager
HCPI
87
BAB V ANALISIS DATA
5.1. Pengantar
Pada Bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskripstif-kualitatif yang lebih mementingkan
ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa pokok
dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan
yaitu melakukan teknik wawancara yang mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan data informasi mengenai
“Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi
PSE Medan”. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan kunci,
informan utama, dan informan tambahan. orang dengan komposisi 2 orang informan utama, 3 orang informan utama, dan 2 orang informan tambahan.
Informan kunci terdiri atas Project Manager Rumah Singgah Caritas PSE Medan dan Konselor Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan
Informan utama terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang sedang menjalani masa pemulihan. Informan tambahan adalah salah satu dari klien
yang sudah menyelesaikan program pemulihan dan orang tuanya.
88
5.2. Hasil Temuan
5.2.1 Informan Kunci I : Project Manager Rumah Singgah Caritas PSE
Nama : Eka Prahadian Abdurahman
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 33 Tahun
Alamat : Medan
Eka Prahadian Abdurahman adalah seorang Kepala Divisi Kesehatan Khusus Yayasan Caritas PSE Medan, yang juga menjadi pimpinan dari
Rumah Singgah Caritas PSE Medan. Eka juga menjadi penggagas dari berdirinya Rumah Singgah Caritas PSE Medan. Dimulai dari keprihatinan
yang dirasakan Eka karena melihat banyaknya pecandu narkoba yang masih bermasalah dengan keadiksiannya. Berikut penuturannya:
“Saya memulai menggagas program ini sekitar tahun 2011. Alasannya adalah karena saat itu pusat rehabilitasi untuk pecandu
narkoba belum terlalu banyak
jumlahnya. Sementara jumlah orang-
orang yang kecanduan itu banyak. Mereka perlu mendapatkan penanganan yang bagus. Dan lagi, tidak ada pihak-pihak yang
mengkampanyekan pentingnya perawatan pemulihan. Dan tidak banyak juga yang mengetahui bagaimana perawatan yang humanis.
Jadi didirikanlah Rumah Singgah Caritas PSE sebagai pusat pemulihan dan pusat rehabilitasi. Hal lainnya adalah kita mencoba
untuk membagi pengetahuan yang kita ketahui.” Keadilan Sosial bagi seluruh pengguna narkoba adalah visi dari
berdirinya Rumah Singgah Caritas PSE. Hal ini didasari karena masih banyak
89
ketidakadilan yang terjadi pada para pengguna nakoba, baik itu pengguna narkoba jarum suntik maupun non jarum suntik. Masih banyak diskriminasi
dan stigma yang ada, sehingga pada saat para pengguna narkoba tersebut pulih maka mereka akan sulit kembali kepada masyarakat.
Pemulihan bagi para korban penyalahgunaan narkoba ada dua yaitu pemulihan berbasis sosial masyarakat dan pemulihan berbasis medis.
Pemulihan berbasis masyarakat adalah pemulihan yang dalam upayanya dilakukan asas komunitas yang membantu komunitas. Artinya adalah
pecandu pemulihan yang membantu pemulihan pecandu lainnya. Pemulihan berbasis medis berupa perawatan di rumah sakit yang melibatkan tenaga
medis seperti dokter, perawat, psikiater, dan lain-lain. Pemulihan ini harus dilakukan di institusi pemerintahan yang berbasis kesehatan. Dan seandainya
ada klinik swasta, maka klinik tersebut harus memiliki dokter dan perawat juga.
Pada proses pelaksanaannya, ada dua cara yang dilakukan oleh orang- orang yang mengakses layanan Rumah Singgah Caritas PSE. Ada orang yang
datang melalui program penjangkauan ke komunitas beresiko tinggi. Ada juga yang memang datang langsung ke Rumah Singgah Caritas PSE baik itu
didampingi oleh pihak keluarga ataupun oleh pihak lain, seperti BNN atau petugas kepolisian.
Prosesnya adalah klien yang datang ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE akan diassesmen untuk dinilai seberapa parah tingkat
kecanduan orang tersebut. Melalui asesmen tersebut dapat terlihat apakah orang tersebut memiliki gejala gangguan kesehatan mental atau tidak.
Apabila memiliki gangguan kesehatan mental yang cukup parah, maka klien
90
tidak diterima tetapi akan dirujuk ke pusat pemulihan lain yang lebih memadai. Jika tidak memiliki gejala kesehatan mental, maka klien akan
diterima. Setelah diterima, maka klien akan menjalani metode pemulihan yang
berbasis masyarakat. Seandainya pun ada medis yang dipake untuk klien, maka itu hanya disesuaikan dengan kondisi klien tersebut dan hal itu tidak
menjadi kewajiban. Selanjutnya adalah menjalani pemeriksaan kesehatan dasar, kemudian klien bisa mengikuti kelas belajar yang belajar tentang
kecanduan. Setelah itu klien juga dilibatkan dalam kegiatan masyarakat, seperti kegiatan di penjara, penyuluhan-penyuluhan, dan lain-lain.
Dalam melakukan perekrutan staf, terlebih dahulu Eka membuat trainning pelatihan selama empat bulan. Setelah itu, Eka pun mendapatkan
enam staf pada masa kerja awal. Untuk pergantian komposisi staf, Eka melakukan sendiri perekrutan staf yang tentunya juga melihat rekomendasi
kerja dari orang lain. Berikut penuturan Eka: “Dulu ada pelatihan training 4 bulan. Kita mengadakan open
recruitment dari berbagai golongan. Ada yang dari komunitas beresiko, dari masyarakat umum, dan mahasiswa. Mereka yang
merasa tertarik kemudian mendaftar, lalu diinterview, dan langsung diseleksi menjadi 25 orang. Mereka yang terpilih mengikuti training
selama 4 bulan on job training. Selanjutnya ada proses seleksi untuk perekrutan staf Rumah Singgah Caritas PSE. Enam orang yang
terpilih akan mengikuti pelatihan pengolahan data, pelatihan pengelolaan rumah, prosessing. dan pelatihan lainnya untuk
menambah kapasitas diri sebagai staf. Sedangkan yang lainnya
91
menjadi resource person, seperti volunteer, pembicara-kalau mempunyai kapasitas menjadi pembicara-dan mendukung kegiatan
lainnya.” Tetapi memang ada kemampuan yang.harus dimiliki oleh setiap orang
yang bergabung di Rumah Singgah Caritas PSE. Semua orang harus mampu membuat laporan, semua orang harus mampu memberikan penyuluhan, dan
semua orang harus memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Yang membedakan kapasitas seorang volunteer dengan staf adalah staf harus
memiliki kapasitas untuk mendampingi klien, melakukan assessment, konseling, dan monitoring.
Rumah Singgah Caritas PSE juga memiliki pekerja sosial. Ada pekerja sosial yang melaksanakan perannya sebagai konselor. Pelaksanaan di
lapangannya adalah konselor tersebut menjadi pendamping selama klien menjalani masa pemulihan selama tiga bulan. Konselor akan melakukan
assessment, memberikan bimbingan konseling kepada klien, membantu klien untukk menyusun treatment plan, dan memberikan sesi belajar, dan case
management. Ada juga yang bertugas sebagai petugas penjangkau ke komunitas beresiko tinggi yang berperan untuk memberikan informasi dan
mendekatkan klien dengan akses kesehatan. Awal bertemunya Eka dengan salah satu konselor adalah sekitar tahun
2004-an. Ketika itu, konselor masih menjalani masa pemulihan di Yayasan Kita Yakita Bogor. Berikut penuturannya:
“Sekitar tahun 2004-an, ada program Muda Berdaya dari UNICEF yang ada di Yayasan Kita Yakita. Saya adalah salah satu peserta
yang mewakili program tersebut yang dilakukan untuk pemuda-
92
pemudi Jawa Barat. Saat itu saya menjalani training di Yakita sampai akhirnya saya diangkat menjadi staf. Awalnya saya bertemu dengan
Eko - konselor ketika dia sedang menjalani masa pemulihan. Tetapi ketiika saya dipercayakan untuk menangani Program yang ada di
Aceh, Eko sedang menjalani proses on job training. Dia diproyeksikan untuk menjadi salah satu staf. Beberapa tahun
kemudian, saya bertemu dengan Eko kembali. Saya pun meminta bantuan beliau untuk bergabung menjadi salah satu konselor di
Rumah Singgah Caritas PSE.” Eka mengetahui track record Eko - konselor mulai semenjak dari Eko
masih menjalani masa pemulihannya sampai akhirnya Eko dipercayakan untuk menjadi Project Manager yang ada di Yakita Surabaya. Apalagi
persahabatan yang telah dijalin cukup lama, maka Eka mengetahui kemampuan serta kapasitas yang dimiliki Eko.
Eko yang sudah lama bergelut di bidang adiksi menjadi salah satu alasan Eka mempercayakan posisi konselor kepada Eko. Pemulihan yang
dibutuhkan oleh orang-orang yang ingin berhenti dari kecanduannya terhadap narkoba juga bergantung dari kapasitas konselor yang menanganinya.
Dalam proses pemulihan yang terjadi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, peran konselor adalah membantu klien untuk bisa
bertahan dalam pemulihannya. Apalagi konseling adalah salah satu hal yang penting karena dari proses inilah konselor akan mengetahui permasalahan
serta membantu klien untuk memberdayakan kemampuan dirinya sendiri. Berikut penuturannya:
93
“Tujuan layanan konseling adalah membantu klien untuk memecahkan permasalahannya, membantu membuat skala prioritas
atas permasalahan yang dimilikinya, kemudian membantu treatment plan yang cocok untuk klien. Jadi konselor menfasilitasi adanya
proses pemulihan yang berjalan bagi klien.”
5.2.2 Informan Kunci II : Konselor Rumah Singgah Caritas PSE
Nama : Eko Wibisono
Jenis Kelamin : Laki-laki Usia
: 33 Tahun Alamat
: Medan
Eko adalah salah satu staf yang bekerja sebagai konselor. Sebelumnya, Eko pernah diangkat menjadi staf dari tahun 2004 sampai tahun
2010, sekitar enam tahun. Eko pernah menjadi program manager di Yakita Surabaya, dan pernah bergabung dengan Yakita Bali. Selesai Eko bekerja
dengan Yakita, Eko memutuskan untuk mengundurkan diri. Ada alasan keluarga yang membuat Eko mengambil keputusan itu.
Lalu Eko bekerja dengan salah satu perusahaan pertambangan yang ada di Pekan Baru sekitar 6 bulan. Eko menjadi asisten owner perusahaan
tersebut. Secara materi, kerja di perusahaan tersebut sangat menguntungkan. Tetapi, perusahaan tersebut tidak mendukung pemulihan Eko. Karena banyak
hal-hal yang tidak bisa membuat Eko berada di circle yang aman. Berikut penuturan awal pertama pertemuan Eko dan Eka
94
“Awal ketemu dengan mas Eka, sewaktu saya menjalani pemulihan di Yayasan Kita Yakita, Bogor. Saya menjalani pemulihan sekitar
tahun 2003-an. Sekitar tahun 2004-an, ada program Muda Berdaya dari UNICEF yang ada di Yayasan Kita Yakita. Mas Eka adalah
salah satu peserta yang mewakili program tersebut yang dilakukan untuk pemuda-pemudi Jawa Barat.”
Sewaktu Eko di Yakita, Eko bukan sedang bekerja tetapi sedang menjalani pemulihan. Yakita juga mengkoordinasi di Yakita untuk
memberikan pelatihan kepada resident-resident untuk mengikuti pelatihan. Yakita memberikan kesempatan kepada kliennya yang telah selesai menjalani
pemulihan untuk menjalani program on job training. Setelah selesai menjalani program on job training tersebut, maka akan dijadikan staf di
Yakita. Berikut penuturan Eko selanjutnya: “Setelah Mas Eka selesai menjalani program Muda Berdaya, beliau
terlibat aktif banyak dalam kegiatan Muda Berdaya sampai beliau diangkat menjadi salah satu staf. Yakita mempunyai beberapa cabang
di kota lain, misalnya Aceh, Kupang, Surabaya, Bali, dan Papua. Mas Eka dipercayakan untuk membantu lembaga yang ada di Aceh.
Kemudian Mas Eka mengajak saya bergabung dengan Caritas PSE sekitar tahun 2012-an. Ada suatu kebanggaan untuk membantu
pecandu.”
Eko adalah orang yang cukup lama bersentuhan dengan dunia adiksi. Dunia adiksi membutuhkan proses pemulihan untuk membuat seseorang
95
memiliki perubahan yang baik. Pada prosesnya konselor akan berupaya untuk melakukan peranannya dalam membantu proses pemulihan tersebut.
Pertama kalinya konselor akan melakukan asesment kepada klien untuk mendapatkan data-data yang akan menjadi informasi dasar bagi
konselor. Data-data ini akan berguna bagi konselor dalam memahami latar belakang klien sebelumnya. Melalui proses ini, konselor akan mengetahui
apakah klien yang baru datang tersebut apakah klien tersebut memang sudah bisa untuk menjalani proses pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah
Caritas PSE. Konselor juga akan melakukan penggalian informasi yang mendalam kepada klien.
Selanjutnya konselor akan mengetahui bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh klien. Konselor akan melakukan konseling untuk membantu
klien dalam membuat rencana pemulihannya. Konselor akan membantu klien melihat permasalahan klien dari berbagai perspektif melakukan observasi dari
info-info yang didapat dari konseling. Tetapi pengambilan keputusan tetap ada pada diri klien. Berikut penuturannya:
“Konseling itu merupakan proses membantu. Tolong bedakan fungsi dari konselor dengan fungsi dari konsultan. Konsultan adalah pihak
yang mengambil keputusan apa yang akan diambil dalam proses membantu kliennya. Sedangkan dalam proses konseling, pihak yang
mengambil keputusan tetaplah berada pada diri si klien. Namun ada saatnya klien itu tidak bisa mengambil keputusan. Setelah terjadi
proses konseling yang berulang-ulang, maka konselor boleh untuk mengambil keputusan bilamana memang si klien ini tidak bisa
96
mengambil keputusan ini. Ini tidak bisa dijadikan patokan bahwasannya keputusan diambil oleh konselor.”
Disaat kita telah melakukan assessment dan konseling, maka konselor telah membantu dalam pembuatan rencana pemulihannya. Konselor akan
melakukan observasi melalui perubahan tingkah laku yang didapat dari klien. Konselor akan melakukan pengamatan seberapa besar telah tercapainya
rencana pemulihan si klien. Bilamana memang tidak berhasil, konselor itulah yang akan mencoba melakukan konseling dengan si klien. Itulah yang
menjadi fungsi dari monitoring. Berikut penuturannya: “Di sini itu kita kan sifatnya adalah tiga bulan di mana waktu itu
relatif sebentar tetapi cukup untuk membuat si klien bisa mengerti kecanduan itu seperti apa. Dari hal itu, jika kita tidak melakukan
monitoring maka kita tidak akan mengetahui perkembangan klien. Jadi itulah fungsi dari monitoring. Monitoring itu melihat bagaimana
perkembangan klien.” Konselor tidak boleh mengabaikan segala tindak tanduk dari si klien.
Jika konselor itu tidak peka, maka akan ada hal-hal yang akan membuat si klien akan menyakiti dirinya sendiri atau bisa mencoba untuk bunuh diri.
Kata-kata pertama yang dilontarkan klien ketika dia mencoba mengancam konselor bahwa ia ingin bunuh diri itu janganlah diabaikan. Seringkali kita
menganggap itu adalah hal yang bercanda dan itu adalah satu pandangan yang salah. Orang yang menjalani pemulihan adalah orang yang kesakitan.
Jika konselor tidak melakukan monitoring, maka hal tersebut akan berakibat tidak baik dengan si klien.
97
Tujuan pemulihan adalah mengupayakan klien agar memiliki hidup yang berkualitas. Seorang klien yang telah selesai menjalani pemulihan bisa
saja akan kembali menggunakan narkoba. Orang yang relapse itu bukanlah orang yang salah. Penggambarannya adalah seperti ada lubang di sebuah ruas
jalan. Mungkin orang yang pertama kali melewati jalan itu, maka akan jatuh dan masuk ke lubang itu. Tetapi ketika seseorang itu melewati ruas jalan
tersebut, maka tergantung pada pilihan dari orang tersebut apakah memilih untuk jatuh ke lubang yang sama atau memilih jalan yang lain. Jadi kita tidak
boleh menyalahkan orang yang relapse. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut dan mampu untuk bangkit
kembali. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut, dia bangun, dan dia melewati jalan tersebut maka dia akan putar balik supaya tidak jatuh ke
lubang itu. Dan ada juga orang yang baru melewati jalan tersebut, dia melihat jalan itu dan dia langsung putar balik. Ada juga orang yang walaupun sudah
melihat lubang itu berkali-kali dan dia tetap jatuh ke lubang yang sama. Jadi ada perilaku kompulsif. Berikut penuturannya:
“Karena relapse memang bagian dari pemulihan. Adiksi ini adalah penyakit yang bersifat kompulsif. Jadi jika ada yang meragukan
pemulihan ini maka kita harus kembali melihat perubahan perilaku pada klien sebelumnya. Selama ini kan orang hanya melihat dari
bagian akhirnya saja, tetapi kita sebagai konselor yang baik harus memegang prinsip bahwa sekecil apapun perubahan perilaku maka
itu tetaplah perubahan perilaku. Walaupun memang tujuan akhirnya adalah terbebas dari kecanduan narkoba.”
98
Konselor akan tetap menjaga hubungannya dengan klien sekalipun klien telah menyelesaikan programnya. Klien tersebut diharapkan tidak lepas
kontak dengan lembaga yang ada. Program pemulihannya dilakukan dengan 3 bulan rawat inap dan 1 bulan rawat jalan. Berikut penuturannya:
“Jadi jangan disangka bahwa program klien hanya rawat inap. Karena itu kita mengingatkan kepada klien agar tidak lepas kontak.
Karena adambanyak kejadian yang si klien itu lepas kontak dengan konselor. Konselor sendiri berupaya untuk tidak melepaskan kontak.
Tapi kembali lagi pada klien sendiri, ingin melakukan hal-hal apa saja.”
Setiap orang melihat bahwa perubahan perilaku itu haruslah bisa tetap terbebas dari kecanduan narkoba. Sekecil apapun perubahan perilaku
yang dilakukan oleh klien, itulah adalah perubahan perilaku. Itulah prinsip proses pemulihan.
Mengenai konflik sesama klien itu macam-macam bentuknya. Jika ada konflik yang terjadi maka konselor akan berupaya memisahkan terlebih
dahulu klien A dengan klien B. Karena biasanya suasana konflik akan membuat kondisi emosional menjadi tidak stabil. Konselor mencoba untuk
memberikan masa tenang kepada mereka, dan berupaya untuk menciptakan suasana rumah yang lebih kondusif.
Bilamana memang sudah tenang, maka konselor akan menarik klien yang sedang berkonflik satu persatu lalu selanjutnya akan melakukan
konseling. Konselor akan melihat bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Jadi konselor akan membuat klien bercerita mengenai peristiwa itu kembali.
99
Theraputic Community TC bukanlah program tetapi kegiatan harian. Kegiatan harian di mana orang-orang yang ada dalam komunitas itu
membantu orang lain yang ada di dalam komunitas itu. Caridinal rules yaitu No Drugs, No Sex, and No Violence dan itu bukan Theraputic Community.
Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE adalah mengakomodir TC, tetapi tidak melakukan TC secara keseluruhan. Memang
ada bagian dari TC yang dilakukan, misalnya dalam kesehariannya si konselor bisa memberikan reward atau penghargaan kepada klien. Jadi klien
akan berpikir mengapa klien yang lain bisa mendapat penghargaan sedangkan yang lain lagi tidak mendapatnya. Proses berpikir inilah yang menjadi
pembelajaran bagi klien tersebut. Dalam kegiatannya, Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE
yang menganut TC yaitu pada pemberlakuan reward penghargaan dan punishment hukuman. TC ini sendiri diakomodir oleh Alkoholic Anonymous
AA. Misalnya pemberian rokok sebagai bentuk penghargaan kepada kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok itu haruslah didasari
dari alasan konselor melakukannya itu. Konselor itu pasti memiliki pertimbangan atas pemberian
penghargaan kepada kelompok tersebut. Kelompok tersebut tidak berbuat kegaduhan, menjalani program dengan baik, menjalani kegiatan dengan baik.
Sekecil apapun perubahan yang dilakukan pasti diapresiasi oleh staf ataupun konselor. Begitupun dengan punishment atau hukuman.
Konselor harus memahami alasan dari pemberian hukuman kepada klien. Misalnya, untuk klien yang berbohong. Jika ketahuan pertama kali,
maka hal tersebut akan menjadi catatan bagi konselor. Jika ketahuan kedua
100
kalinya, maka konselor akan mencari tahu alasan klien berbohong. Jika ketahuan untuk ketiga kalinya, maka klien akan mendapatkan hukuman.
Hukuman yang diberikan bukanlah hukuman yang sifatnya keras, tetapi konselor berusaha sebisa mungkin untuk memberikan hukuman yang
lembut. Hukuman itu bisa berupa pengambilan kebutuhan, atau klien tidak bisa melakukan hubungan komunikasi melalui hp fasilitas kantor dengan
keluarganya. Tidak serta merta hukuman itu harus bersifat keras. Karena konselor harus pilah pilih untuk seberapa bekerjanya hukuman ini bagi si
klien. Berikut penuturannya: “Contohnya konfrontasi. Kita harus hati-hati dengan konfrontasi,
karena jangan sampai konfontasi ini akan membuat klien menjadi down. Kan setiap orang beda-beda, ada orang yang rendah diri, ada
orang yang percaya diri. Orang yang rendah diri tidak bisa dikonfrontasi secara keras. Pendekatan tradisional seperti itu tidak
bisa. Tujuan untuk memberikan konfrontasi secara keras itu adalah bilamana seseorang itu mempunyai tembok. Tembok itulah yang
harus dihancurkan. Dalam konfrontasi yang keras itu juga, konselor harus belajar. Jangan sampai konfrontasi itu menyimpang dari tujuan
awalnya.” Kalau untuk masalah pribadi, maka itu akan menjadi ranahnya
konselor dengan kliennya. Diharapkan tidak terjadi perpindahan konselor yang satu dengan yang lain terhadap si klien. Dalam kegiatan harian, staf
yang lain juga boleh menindaklanjuti tentang kegiatan harian. Untuk konseling, lebih baik dilakukan oleh konselor pribadi dari si klien. Jangan
sampai akhirnya klien menjadi bingung dan akhirnya itu malah tidak
101
membantu proses pemulihan klien, karena klien juga telah menyusun rencana pemulihannya sendiri.
Para konselor juga sering melakukan konferensi kasus atas permasalahan terhadap klien. Dalam meeting staf sering kali terjadi
konferensi kasus. Meeting staf bukan hanya membahas tentang bagaimana program Rumah Singgah Caritas PSE dapat berjalan, tetapi juga membahas
tentang permasalahan klien. Bilamana memang dirasakan perlu untuk dibicarakan, maka konselor akan membawa hal itu untuk dibicarakan
bersama. Karena para konselor adalah tim kerja, maka pertemuan tersebut bisa membantu konselor yang mungkin menemukan jalan buntu.
Selain pertemuan staf, ada juga pertemuan resident klien yang sedang menjalani pemulihan. Berikut penuturannya:
“Nah, kalo untuk meeting resident tujuannya adalah komunitas yang membantu komunitas itu sendiri. Jadi resident itu meminta waktu
khusus untuk mengadakan pertemuan. Agar mereka bisa saling membantu dan saling menilai satu sama lain. Misalnya salah satu
klien mengalami kemunduran dalam aktivitasnya sehari-hari maka klien yang lain akan memberikan teguran, konfrontasi, ataupun
dukungan agar klien tersebut mengubah perilakunya. Pertemuan resident adalah sarana klien saling mengenal personal antara yang
satu dengan yang lain. Melalui pertemuan ini, klien juga bisa belajar mengenai kelompok dan dinamikanya”.
102
5.2.3 Informan Utama I
Nama : JG
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempattanggal lahir : Belawan, 28 Oktober 1993 Usia
: 21 Tahun Pekerjaan
: Mandor Pelabuhan Agama
: Kristen Protestan Alamat
: Medan
JG adalah seorang pekerja di salah satu pelabuhan yang ada di kota Medan. Sehari-harinya ia bertugas sebagai mandor pelabuhan tersebut.
Sebagai seorang kepala yang memiliki banyak anggota, JG adalah orang yang berpengaruh. Ia dianggap memiliki kemampuan, kapasitas, dan potensi yang
menyebabkan ia diangkat menjadi seorang mandor. Awal mula JG menggunakan narkoba ketika JG berada di Batam. JG
merantau ke Batam, karena JG ingin menuntut ilmu di sana. JG masih duduk di bangku SMP ketika mulai bersentuhan dengan narkoba. JG tidak
mengetahui narkoba itu seperti apa, dia diperkenalkan oleh temannya. Berikut penuturannya:
“Dulu aku tidak mengetahui apa itu narkoba. Pertama, aku diajak oleh seorang teman aku ke rumah seseorang. Aku diberikan suatu
barang narkoba-red yang aku tidak ketahui sebelumnya. Beberapa kali aku diajak dia, dan beberapa kali juga aku diberikan mencoba
barang tersebut. Suatu hari, aku menginginkan barang itu lagi. Tetapi temanku itu tidak mau memberikan kepunyaannya. Aku pun
103
menanyakan bagaimana cara untuk mendapatkan barang itu. Setelah dia memberitahukannya, aku pun mulai menggunakan barang itu
sendirian seterusnya.” Sebelum menggunakan narkoba, JG mengaku memiliki banyak
teman. Namun, setelah menggunakan narkoba, JG mulai dijauhi teman- temannya. Teman-temannya menghindarinya karena merasa JG sering
merasa sensitif, bertindak agresif, dan cenderung kasar. Akhirnya JG hanya berteman dengan sesama pengguna narkoba.
JG mengkonsumsi narkoba jenis shabu-shabu semenjak dia berada di Batam. Penggunaan itu berlangsung sampai 12 tahun. JG juga pernah
mengkonsumsi Distro, sejenis pil selama 3 tahun. Selanjutnya, JG juga pernah mengkonsumsi ganja selama1 tahun. Pemakaian berkepanjangan JG
terhadap shabu-shabu karena JG merasa menyukai efek shabu-shabu tersebut. Efek yang dirasakannya adalah enjoy, lebih percaya diri dan lebih semangat
lagi untuk melakukan sesuatu. Lingkungan rumah JG memiliki banyak pengedar narkoba. Di setiap
gang yang ada di sekitar rumah JG pasti memiliki beberapa pengedar narkoba. Karena itu mayoritas masyarakat yang ada di daerah tersebut adalah
pecandu. Daerah tempat tinggal JG juga memiliki beberapa tempat hiburan malam. Berikut penuturannya:
“Pecandu banyak di dekat rumah. Pengedar narkoba juga banyak. Apalagi rumah dekat dengan diskotik, jadinya tiap malam nongkrong
di situ terus.” Lambat laun, JG berubah menjadi seseorang yang apatis. Sifat dan
pola pikirnya berubah. Selalu ingin mendapatkan uang dengan cara apapun,
104
selalu pulang larut malam malah sampai tidak pulang beberapa hari, mulai kasar dan tidak sopan kepada orang, suka menipu, dan suka meminjam uang
orang lain tetapi tidak ingin membayar kembali. Berikut penuturannya: “Sebelum jadi pemakai, sifatku baik. Sama keluarga baik, setiap hari
memperhatikan keluarga. Setelah jadi pemakai, semuanya gak diperhatikan lagi. Yang diperhatikan cuma diri sendiri saja. Yang
dipikirkan cuma pompa dan pompa, pakek dan pakek, gak memikirkan keluarga, pasanganku, bahkan cita-citaku. Kekmana
mencari uang pompa itu harus diusahakanlah, kalo gaada jadi galau. Sifat jelekku jadi muncul, pinjam uang mama, pinjam uang kantor,
pinjam uang teman-teman, pinjam sama keluarga. Habis itu gak ingat buat balikannya. Kalo uda terima gaji, baru bisa bayar.”
Semakin hari kelakuan JG semakin merajalela. Keluarga JG bosan dengan segala tingkah lakunya. Hubungan JG dengan keluarganya menjadi
tidak harmoni. Kelakukan JG yang tidak pulang beberapa minggu malah membuat keluarga membiarkannya seperti itu. JG tidak dipedulikan lagi.
Berikut penuturannya: “Kalo dulu sebelum menjadi pemakai, hidup lebih enak ya, sama
keluarga tentram, sama cewek baik, sama adek baik. Setelah aku makek, semuanya itu berubah menjadi lebih hancurlah. Sama
anggota di kerjaanku aku tidak dipercayai lagi, mama gak percaya, bapak gak percaya, adek dan kakak gak percaya, menganggap aku
sampah. Asal datang ke rumah pasti dibiarkan aja karena uda gak pulang seminggu, pokoknya lebih hancurlah. Kalo dulu kalo sehari
gak pulang, pasti uda ditelponin, ditanyain kabarnya.”
105
Keluarga JG yang tidak tahan dengan kelakuan JG melakukan perundingan keluarga. Keluarga sepakat untuk memasukkan JG ke panti
rehabilitasi. Seluruh anggota keluarga JG menasehati dan membujuk JG. JG yang merasa lelah juga dengan pola hidupnya menyetujui usul keluarga dan
mengikuti kemauan keluarga. Akhirnya JG menjalani pemulihan di Recovery Center Rumah
Singgah Caritas PSE. Awalnya JG merasa takut dengan orang-orang yang ada di Recovery Center. JG menjadi pendiam di dua minggu awal kedatangannya.
JG pun mendapatkan satu orang konselor yang akan menjadi pendamping selama menjalani masa pemulihan. JG jarang melakukan
konseling karena JG tidak bisa terlalu bercerita banyak kepada orang lain. JG yang mulanya pendiam lambat laun mengalami perubahan dalam hidupnya.
Tetapi JG suka berbagi tentang rencana pemulihannya kepada para pendatang baru yang juga mengalami pemulihan.
Selama JG menjalani proses pemulihan di panti rehabilitasi, JG merasa sudah menjadi lebih baik lagi.
“Selama saya berada di rehabilitasi ini, saya mengalami banyak yang positif. Saya semakin makin gemuk, semakin dewasa, pola pikirku
menjadi lebih baik. Saya juga sudah bisa berbicara dengan ayah saya. Padahal sebelumnya sudah lima bulan saya tidak berbicara
dengan ayah saya karena saya mengkonsumsi narkoba. Sewaktu saya menjalani pemuliahn di sini rehabilitasi-red, orang tua saya datang
menjenguk. Saya langsung minta maaf kepada mereka. Dan akhirnya saya pun bisa berbicara dengan ayah saya.”
106
Setiap harinya, perkembangan JG berubah menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan perubahan karakter JG yang lebih sopan. Pola hidupnya
lebih teratur. JG juga terlibat aktif dalam setiap sesi yang dilaksanakan. Malahan JG juga pernah diajak ikut penyuluhan oleh salah satu staf untuk
memberikan testimoni terkait pemulihan dirinya. JG berharap setelah JG selesai menjalani program pemulihan, maka
JG akan bisa melanjutkan hidupnya ke arah yang lebih baik. JG ingin melanjutkan cita-citanya yaitu menempuh pendidikan di sekolah pelayaran.
JG tidak ingin kembali menggunakan narkoba karena JG tidak ingin mendapatkan kehidupan yang buruk lagi.
5.2.4 Informan Utama II
Nama : DC
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempattanggal lahir : Aek Nabara, 6 Juni 1979 Usia
: 34 Tahun Pekerjaan
: Wiraswasta Agama
: Islam Alamat
: Labuhan Batu
DC adalah seorang pekerja di sebuah bank yang ada di Labuhan Batu. DC termasuk orang yang bertanggung jawab dan cukup dihormati oleh
temannnya. DC memiliki anggota-anggota yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaannya.
107
Karena pernah tertangkap basah sedang menggunakan narkoba di kantor, maka DC langsung dipecat. Setelah DC tidak bekerja di bank tersebut
lagi, DC pun berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain. DC pun mulai berdagang dengan temannya.
DC sudah lama menjadi seorang pecandu alkohol. DC mulai mengkonsumsi alkohol sejak 10 tahun yang lalu saat DC masih duduk di
bangku SMA. Awal tahun 2013-an, DC mulai menggunakan narkoba. Jenis narkoba yang digunakan adalah shabu. DC diajak temannya untuk
menggunakan narkoba. Pertama kali, DC tidak suka dengan pemakaian shabu. Berikut penuturannya:
“Kenikmatan pertama tidak ada. Kata teman, pakai aja dulu nanti lama-lama baru terasa. Gak fly shabu ini, cuma semangat aja kita
dibuatnya. Pikiran enak dan badan enak dibuatnya” DC yang tidak suka dengan efek shabu ketika menggunakannya
pertama kali tersebut pun tidak ingin mengunakannya lagi. Namun, teman- teman DC berusaha membujuk DC untuk ikut bergabung dengan teman-
temannya menggunakan shabu. DC pun menjadi tertarik dan menuruti kemauan teman-temannya.
DC pun mulai merasakan kecanduannnya. Efek shabu mulai dirasakan DC setelah pemakaiannya di minggu ketiga. Badan menjadi gelisah, dan otak
selalu sibuk memikirkan bagaimana cara untuk mengolah orang lain. Lingkungan tempat tinggal DC memiliki bandar narkoba sebanyak 5
orang. Oleh sebab itu, mayoritas penduduk yang menempati daerah tempat tinggal DC adalah pecandu narkoba. DC tidak pernah ke tempat hiburan
108
malam, karena daerah tempat tinggalnya tidak memiliki tempat hiburan malam.
DC memilih salah satu tempat yang dijadikan DC dan teman-teman pecandu-nya untuk menjadi tempat mereka. Ketika DC tidak memiliki
cukup uang untuk membeli narkoba, maka DC akan berusaha menjadi teman sharing lain untuk membeli narkoba bersama-sama. Berikut penuturannya:
“Kalau saya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli narkoba, maka saya akan mencari ck cari kawan-red untuk saling berbagi
narkoba. Saya dan teman ck saya tersebut akan membeli narkoba dengan uang yang kami miliki, lalu kami akan menggunakannya
bersama-sama.” Ketika DC menjadi pecandu, maka DC selalu berpikir untuk
mengolah orang lain. Artinya adalah DC selalu berusaha melakukan manipulasi terhadap orang lain sehingga ia akan selalu mendapatkan cara
untuk memperoleh uang. Uang yang diperoleh tersebut akan digunakan memenuhi hasratnya untuk menggunakan narkoba.
Awalnya, DC memiliki hubungan yang baik dengan istrinya. Tetapi, ketika DC sudah menjadi pengguna narkoba maka hubungan DC dengan
istrinya menjadi rusak. DC sering marah-marah tanpa ada alasan yang jelas, jarang pulang ke rumah, semakin sulit untuk diajak berkompromi, dan lain
sebagainya. Istri DC yang merasakan perubahan yang terjadi pada diri DC pun akhirnya memberitahukan hal tersebut kepada orang tua DC. Berikut
penuturannya: “Sewaktu saya menjadi pencandu, keseharian saya adalah jarang
pulang ke rumah. Istri saya selalu tahu kalau ada yang tidak beres
109
dengan kelakuan saya. Karena itu dia istri saya-red selalu memarahi saya dan bertanya-tanya kepada saya. Hal ini berlangsung
cukup lama. Dia pun memutuskan memberitahukan kelakuan saya kepada orang tua saya.”
Sebelumnya orang tua DC sudah mengetahui informasi tentang narkoba. Orang tua DC pun berusaha mencari tahu tentang aktivitas yang
dilakukan DC pada saat tidak berada di rumah. Orang tua DC berusaha mencari kebenaran tentang pengaduan istri DC dari orang lain. Ketika
mengetahui bahwa DC terbukti mengkonsumsi narkoba, maka DC pun mengalami persidangan keluarga. Berikut penuturannya:
“Orang tua saya mengetahui saya memakai narkoba dari tetangga saya. Ditambah dengan aduan istri saya, maka orang tua saya pun
langsung membuat persidangan keluarga.” Mengetahui DC menggunakan narkoba, keluarga DC langsung
melakukan persidangan keluarga untuk meminta pengakuan dari DC. Awalnya DC masih berbohong dan marah karena merasa dituduh melakukan
hal itu. Tetapi karena keluarga bisa menunjukkan bukti-bukti tentang aktivitas DC tersebut, maka DC tidak bisa mengelak lagi. DC pun berjanji
untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Berikut penuturannya: “Saya pernah mengalami tiga kali sidang keluarga. Pertama kali
ketika saya ketahuan memakai narkoba, saya berjanji untuk tidak menggunakan narkoba. Janji itu hanya bertahan sampai sebulan.
Bulan berikutnya saya kembali ke pola kehidupan pecandu saya. Istri saya yang sudah mengetahui bahwa saya sudah berbeda lagi pun
akhirnya mengadukan saya kepada orang tua saya. Saya pun kembali
110
mengalami persidangan keluarga. Untuk kedua kalinya, saya berjanji tidak akan mengulangi hal tersebut. Namun, janji itu hanya bertahan
sampai sebulan saja. Akhirnya saya pun mengalami persidangan keluarga yang ketiga. Hasilnya adalah saya harus mengikuti
permintaan keluarga untuk menjalani proses rehabilitasi”. DC memiliki seorang sepupu yang berprofesi sebagai polisi. DC pun
mengalami intervensi dari keluarga yang langsung membawa DC ke BNN yang beralamat di Jalan Pancing. Awalnya DC menolak keras aksi dari
keluarganya tersebut. Tetapi karena sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, maka DC hanya mengikuti kemauan keluarga saja.
Ternyata DC memiliki ketakutan tersendiri mengenai panti rehabilitasi. DC merasa keamanannya akan terancam jika dia menjalani
pemulihan. Pihak BNN pun menunjuk Rumah Singgah Caritas PSE sebagai tempat dimana DC akan menjalani proses rehabilitasi. Atas desakan keluarga,
akhirnya DC mau menjalani pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE.
DC memiliki salah seorang konselor yang akan memberikan pelayanan konseling kepada DC. DC mengakui bahwasannya DC suka
menjalani sesi konseling. Karena melalui konseling, DC dapat mengeluarkan uneg-unegnya, dapat merasakan bimbingan psikologis yang diberikan
konselornya, serta merencanakan pemulihan yang sedang dijalaninya. DC juga merasa bisa mendapat penguatan terhadap sugesti yang
dirasakan DC. Hal ini diterima DC melalui sesi konselingnya dengan konselor maupun sesi konselingnya dengan sesama resident. DC bisa lebih
meningkatkan percaya diri untuk berbagi dengan orang lain.
111
Perubahan yang dirasakan oleh DC mulai terasa menjelang pemulihannya yang sudah berlangsung dua bulan. DC sudah bisa berpikir
secara jernih, memandang suatu hal dari sisi positifnya, dan mulai bisa memikirkan rencana jangka panjangnya. Malahan DC sudah berkomitmen
untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Berikut penuturannya: “Bedanya adalah kalau dulu saya adalah seorang pecandu, kalau
sekarang saya adalah mantan pecandu. Saya akan menjadi mantan pecandu seumur hidup saya.”
5.2.5 Informan Utama III
Nama : DW
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempattanggal lahir : Kisaran, 24 Desember 1984 Usia
: 30 Tahun Pekerjaan
: Wiraswasta Agama
: Islam Alamat
: Kisaran
DW adalah seorang pedagang. Kesehariannya adalah membantu usaha orang tuanya untuk berdagang. Sebagai anak laki-laki satu-satunya,
DW tinggal dengan orang tuanya. Sebelumnya DW tinggal dengan istri dan anaknya. DW memang
sudah menikah dan mempunyai seorang anak perempuan. Awalnya pernikahan DW berjalan dengan lancar, tetapi karena sang istri yang terlalu
banyak menuntut kepada DW membuat pertengkaran sering terjadi di rumah tangga mereka. Akhirnya istri DW memilih pergi dari rumah mereka dengan
112
membawa anak mereka. DW pun kembali ke rumah orang tuanya dan tinggal di rumah orang tuanya.
Yang menyebabkan DW mengkonsumsi narkoba adalah kesepian. Sebelumnya DW sudah berhenti dari pemakaian narkoba. Tetapi karena ada
suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan, akhirnya DW kembali menggunakan narkoba.
DW sudah menjadi pecandu sejak duduk di bangku SMA. Kesepian juga menjadi salah satu alasan DW menggunakan narkoba. DW mengaku
tidak memiliki teman-teman. Berikut penuturannya: “Dulu ketika saya belum menggunakan narkoba, saya tidak suka
dengan teman-teman saya. Karena mereka memiliki syarat-syarat dalam berteman. Yah, banyak pertimbangannyalah dibandingkan
teman-teman pecandu.” DW mengetahui apa itu narkoba, tetapi tidak memahami dampak
yang diakibatkan oleh penggunaan narkoba untuk jangka panjang. Tetapi DW bisa memiliki teman-teman karena DW menjadi pengguna narkoba. DW pun
memutuskan untuk mencoba memakai narkoba. Berikut penuturannya: “Sebenarnya banyak pertimbangannya sih karena hanya sesama
pecandu yang saling mengerti, yang tidak akan memberikan stigma dan diskriminasi terhadap satu sama lain. Yang mengajak saya pake
narkoba pastinya temanlah, teman sepergaulan, teman sebaya, teman-teman di dekat rumah. Saya tidak punya teman yang bukan
pecandu.” Pertengahan tahun 2002, DW menggunakan alkohol. Apalagi ketika
menggunakannya, DW masih berusia sekolah. DW kelas 2 SMA. Ada juga
113
teman SMA DW yang masih berteman sampai sekarang, dan menjadi teman join DW kalau sedang menggunakan narkoba. DW mengaku bahwa DW
selalu merasa kesepian sejak SMA. Narkoba yang dikonsumsi DW adalah ganja dan shabu-shabu.
Pemakaiannya digunakan bergantian. Berikut penuturannya: “Setelah pake pake shabu, setelah pake shabu pake ganja lagi,
begitulah. Ganja ini kan menetralisir, karena kalo pake shabu pasti
gak bisa tidur.” DW tidak mendapatkan kenikmatan ketika menggunakan narkoba
untuk pertama kali. Hal pertama yang dirasakan DW adalah rasa sakit seperti pusing, mual, mau muntah, dan lain-lain. Kenikmatan baru dirasakan DW
setelah pemakaian yang kelima. Lama-kelamaan, DW tidak mendapatkan nikmat dari pemakaian narkoba tersebut. Tetapi DW tidak bisa berhenti
menggunakannya. Karena ada kenikmatan sendiri yang dirasakan DW ketika dia merakit bong yang akan digunakannya untuk menggunakan shabu.
Berikut penuturannya: “Cuma ritualnya itu aja yang seru buat dirasain. Seperti kita merakit
bong, di situlah baru terasa nikmatnya. Ini jadi kayak spiritual aku. Inilah yang jadi pola di otakku. Apalagi saat melihat pecandu lainnya
merakit bong, itulah yang menjadi sugest buatku.” DW menjadi pecandu narkoba semenjak tahun 2002 hingga tahun
2011. Lalu dari tahun 2008 sampai 2011, DW berkenalan dengan istrinya dan mencoba menjalin hubungan yang baik. Dari istrinya tersebut DW mulai
belajar meninggalkan narkoba. Istrinya tersebut pun mendukung DW untuk segala hal yang dilakukan DW. DW yang merasa mendapat dukungan dari
114
istrinya tersebut pun berhasil lepas dari kecanduannya. Dari 2011 - pertengahan 2014, DW pun bersih dari narkoba dan sudah berhenti dari
kcanduannya. DW pun menjalin hubungan pernikahan dengan sang istri. Tetapi, istri
DW mulai banyak menuntut DW untuk mendapatkan uang lebih lagi. Pertengkaran demi pertengkaran pun akhirnya terjadi. Istri DW pun pergi
meninggalkan DW. DW dan istrinya hidup terpisah dan tinggal di rumah orang tuanya masing-masing.
Daerah tempat tinggal DW adalah daerah yang tidak aman karena banyak ditemukan adanya pecandu narkoba di daerah itu. Namun, keluarga
DW tidak memiliki sejarah dengan keterkaitan terhadap narkoba. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya yang tidak mengetahui kalau DW adalah
seorang pecandu narkoba. Banyak yang terkejut dan bertanya-tanya mengapa DW bisa ditangkap polisi, dan dibawa ke panti rehabilitasi.
Tetapi daerah tempat tinggal DW memiliki banyak bandar narkoba. Tingkat kejahatan juga sering terjadi di daerah tempat tinggal DW. DW yang
tinggal di daerah perkebunan mengatakan bahwa banyak orang yang melakukan pencurian di perkebunan-perkebunan yang ada. Berikut
penuturannya: “Kalau pengedar narkoba di dekat rumahku banyaklah. Lebih dari
lima belas yang ada. Karena bukan hanya bandar shabu aja kan,bandar ganja juga banyak”
Daerah tempat tinggal DW tidak memiliki tempat hiburan malam. Jika ingin pergi ke diskotik atau café sejenisnya, maka DW harus pergi ke
kota. Jika sudah sampai di kota, maka akan banyak ditemukan tempat hiburan
115
malam, Jarak tempuhnya adalah 30-45 menit dengan menggunakan sepeda motor.
Hubungan DW dengan keluarga lambat laun mulai rusak. DW sering terlibat pertengkaran dengan ayahnya. Bahkan hubungan DW dengan
ayahnya sudah seperti kucing dan tikus. Jika ayahnya ada di rumah, maka DW akan pergi dari rumah. Begitu pun jika DW ada di rumah, maka ayahnya
akan pergi dari rumah. Hal inilah yang membuat DW tidak betah di rumah. Ayahnya selalu
menyalahkan sang ibu atas segala perbuatan yang dilakukan oleh DW. Pertengkaran pun sering terjadi antara ayah dan ibunya. Ibu DW selalu
membela DW. DW yang kesal langsung pergi dari rumah dan memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dalam jangka waktu yang panjang.
Hubungan DW dengan saudara perempuannya kakak juga tidak harmonis. Karena kakak DW tidak suka dengan segala tingkah laku DW yang
membuat orang tua mereka bertengkar. DW juga selalu memprotes jika DW tidak berkelakukan baik, misalnya apabila DW tidak bekerja, dan lain-lain.
Kakak DW akan mengadukan hal tersebut kepada sang ayah. Hal ini yang membuat ayah DW selalu marah kepada DW.
Orang tua DW mengetahui DW menjadi seorang pengguna narkoba ketika DW tertangkap. DW tertangkap di rumah seorang bandar narkoba.
Tepatnya pukul 03.00 DW tertangkap, orang tuanya langsung menemui DW di BNN Kisaran. Mengetahui orang tuanya datang ke BNN Kisaran, DW
merasa kehidupannya sudah hancur. Apalagi melihat hati ibunya yang merasa tersakiti. Keluarga lain yang mengetahui DW tertangkap merasa shock.
116
Karena tidak ada yang menyangka bahwa DW adalah seorang pecandu narkoba.
DW pun mendekam di BNN sekitar 2 minggu. Namun, akhirnya DW dibawa ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE untuk menjalani
pemulihan. Pak Yudi, salah seorang pegawai BNN menyarankan kepada DW dan keluarganya agar DW menjalani pemulihan di salah satu pusat
rehabilitasi. Akhirnya DW di rehabilitasi selama tiga bulan lamanya. Awalnya
DW merasa takut dengan usul tentang dirinya yang akan direhabilitasi. Tetapi karena tidak memiliki alasan yang masuk akal, akhirnya DW pun menyerah
dan setuju untuk melakukannya. Masa pemulihan yang dijalani DW membuat DW bisa berpikir
dengan lebih baik. DW sering melakukan konseling dengan konselornya. DW memang orang yang tidak bisa cepat bersosialisasi dengan orang lain. DW
merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan konseling. DW selalu menyendiri, suka berada di kamar, dan menghabiskan waktunya dengan
menulis. DW memang sulit berbagi dengan orang lain, karena DW memang tertutup kepada semua orang, termasuk orang tuanya sendiri.
Lama-kelamaan DW merasakan manfaat pemulihan yang terjadi pada dirinya. Dari segi fisik, DW mengalami penambahan berat badan. Bobot DW
naik 7 kg dari semenjak kedatangannya pertama kali. DW juga bisa menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya dulu. DW mengaku
bahwasannya dia salah karena telah menggunakan narkoba sebagai pelariannya.
117
“Kalo menurut aku, bukan pembenaran ini ya, tetapi aku memang menggunakan narkoba untuk pelarian masalah-masalahku. Bukan
karena narkoba, aku jadi bermasalah tetapi narkobalah yang jadi pelarianku dulu. Kalo setiap orang kan beda-beda alasan
pemakaiannya.” DW juga menghabiskan waktu dengan sholat. DW sudah sering sholat
lima waktu. Meskipun tidaklah rutin, tetapi DW mencoba untuk fokus untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Secara emosional, DW merasa terjadi
perubahan pada diri DW. Kemarahan DW tidak lagi mudah tersulut. DW bisa mengatur emosinya dengan lebih baik.
Setelah selesai menjalani masa pemulihan, DW telah menyusun rencana untuk melanjutkan hidupnya. DW berharap untuk tidak lagi
menggunakan narkoba. DW ingin menebus kesalahannya dengan orang tua. Pertama-tama DW mau meminta maaf kepada orang tua. Kedua, DW ingin
mengembangkan usaha dagangnya kembali. Dan DW ingin mencoba membina hubungan rumah tangga kembali dengan istrinya.
5.2.6 lnforman Tambahan I
Nama : AS
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempattanggal lahir : Medan, 11 Januari 1984 Usia
: 31 Tahun Pekerjaan
: Wiraswasta Agama
: Kristen Protestan Alamat
: Medan
118
AS adalah seorang pekerja yang tidak tetap. Sekitar tahun 2000-an, AS merantau ke Bandung. Di sana AS mulai bersentuhan dengan narkoba.
AS sudah mengetahui informasi tentang narkoba bahwa narkoba bisa membuat fly, tetapi AS merasa penasaran dan ingin mencobanya.
“Karena saya ingin tahu dan penasaran dengan teman-teman saya. Jadi saya ikut-ikutan. Sebelumnya saya sudah mengetahui apa itu
narkoba tetapi hanya sebatas nama dan jenisnya saja. Bagaimana efeknya kepada saya, atau bagaimana saya bisa menjadi kecanduan
itu tidak saya ketahui.” Yang pertama kali mengenalkan AS dengan narkoba adalah
temannya. Itu pun karena AS yang memang memiliki rasa ingin tahu yang besar, memiliki rasa penasaran sehingga AS pun meminta kepada temannya
untuk memberikan narkoba kepadanya. “Kalo teman-teman pecandu, sebelum aku menjalani rehabilitasi
pasti dekatlah. Apalagi kan kami memang sama-sama pecandu. Ketemunya bisa setiap hari, karena hampir setiap hari kami
menggunakan narkoba. Tetapi sesudah aku menjalani rehabilitasi, kami sudah jarang bertemu. Aku yang membuat batasan itu karena
aku gak mau jadi pecandu lagi.” Hubungan AS dengan teman-teman yang bukan pecandu masih
seperti biasa. Bahkan hubungan AS dengan teman-temannya tersebut sebelum dan sesudah menjalani rehabilitasi pun masih sama seperti dahulu.
Narkoba yang digunakan AS adalah shabu, ganja, dan ekstasi. Pertama kali menggunakannya adalah pada awal tahun 2000-an. AS
menjalani program pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas
119
PSE selama tiga bulan untuk rawat inap, dan menjalani satu bulan untuk rawat jalan.
Kenikmatan yang dirasakan AS saat pertama kali menggunakan narkoba adalah tenang, pikiran terasa damai, euphoria meningkat, dan selalu
merasa senang. “Kalo misalnya shabu-shabu, efeknya adalah lebih semangat, jadi
lebih energik, dan benar-benar menikmati hidup. Bisa membuat rasa senang serta bisa menjadi lebih dan lebih lagi. Kalo ganja, efeknya
adalah bisa membuat aku tidur. Kalo uda gak bisa tidur, maka aku pake ganja.”
Sebelumnya, tempat tinggal AS adalah tempat yang tidak aman. Karena sangat mudah untuk menemukan pengedar narkoba. Jumlah pecandu
memang banyak jumlahnya, karena itu AS memiliki banyak teman yang berasal dari kalangan pecandu.
Tetapi, sekarang tempat tinggal AS adalah daerah yang aman. Karena AS tidak pernah menemukan adanya pecandu di daerah rumahnya tersebut.
Hanya saja daerah tempat tinggal AS yang sekarang memiliki akses untuk menuju tempat hiburan malam.
Sebelumnya, hubungan yang terjadi pada keluarga dan AS adalah baik. AS adalah anak bungsu dalam keluarga AS. AS sangat dekat dengan
ibunya. Hal ini bisa dibuktikan dari intensitas percakapan yang terjadi ketika AS sedang merantau ke Bandung. Berikut penuturannya:
“Aku paling dekat dengan mama. Kan memang aku anak paling kecil, jadinya permintaanku selalu dipenuhi mama. Pokoknya baiklah
120
keluargaku denganku. Dulu aja waktu aku merantau, hampir setiap hari aku menelepon mamaku.”
Setelah AS menjadi seorang pecandu narkoba, hubungan tersebut mulai rusak. AS menjadi sering beradu pendapat dengan abangnya, meskipun
abang dan kakak AS sudah menikah dan tidak tinggal serumah dengan AS dan Ibunya. Ibu AS selalu mengadukan perilaku AS yang mulai tidak peduli
dengan semua perkataan orang tuanya kepada abang dan kakaknya. Walaupun AS telah setelah selesai menjalani pemulihan, hubungan
AS dengan abangnya masih seperti biasa. Hubungan AS dan abangnya belum berubah seperti sebelum AS menjadi seorang pecandu. AS berpikir
bahwasannya nanti hal tersebut akan berubah seiring waktu yang berjalan. Sewaktu masih menjadi pengguna narkoba, AS adalah orang yang
kasar. Ibunya sewaktu-waktu menyuruh kakaknya AS untuk datang dan melihat perilaku AS. Akhirnya perbuatan AS yang menggunakan narkoba
ketahuan oleh kakaknya. Sewaktu kakaknya AS ingin membersihkan kamar AS, kakaknya menemukan alat penghisap narkoba di bawah tempat tidur AS.
Berikut penuturannya: “Aku pernah ketahuan punya bong alat hisap narkoba. Dulu barang
tersebut pernah ketinggalan di kamar. Yang pertama kali tahu adalah kakak yang suatu saat berkunjung ke rumah mama. Aku langsung
ditanyai dan langsung mengaku saat itu juga.” Reaksi keluarga ketika pertama kali mengetahui hal tersebut adalah
kaget shock, sedih, dan kecewa. Apalagi ibu korban yang tidak bisa menerima bahwa AS menggunakan narkoba. Keluarga pun akhirnya
berdiskusi untuk membawa AS menjalani proses rehabilitasi.
121
Setelah ketahuan memiliki alat penghisap narkoba tersebut dan ketahuan menggunakan narkoba, orang tua minta bantuan kepada kakak AS.
Kebetulan suami kakak AS memiliki saudara yang juga merupakan mantan pecandu narkoba. Setelah itu, keluarga AS berdiskusi dengan adik ipar dari
kakaknya AS. Dia menyarankan keluarga untuk membawa AS ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, karena dia mengenal beberapa staf yang
bekerja di sana. AS pun sepakat untuk menjalani proses pemulihan. Selama proses
pemulihan, AS merasakan efek yang baik. AS jarang melakukan konseling, karena AS memang tidak terlalu membutuhkan konseling dengan konselor.
“Fisikku baik karena berat badanku naik 5 kg. Mental oke, karena dulu mental aku mudah terikut-ikut. Kalo sekarang, aku bisa mengatakan tidak
pada hal-hal yang tidak baik. Perubahan emosional tidak terlalu jauh karena aku juga bukan orang yang meledak-ledak. Hanya saja aku tidak
lagi menggunakan kata-kata kasar.” Peran konselor bagi AS adalah menjadi pembimbing bagi AS selama
AS menjalani proses pemulihan. Biasanya konselor bisa memberikan wejangan-wejangan, nasihat, dukungan kepada AS. Konselor juga mampu
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh AS yang terkait dengan pemulihan.
Hubungan AS dengan konselornya tetap berlangsung baik, meskipun jalinan komunikasi tidaklah serutin ketika AS masih menjalani proses
pemulihan. Berikut penuturannya: “Aku belum terlalu merasakan fungsi yang diharapkan. Aku sih
berharap aku bisa punya pembimbing meskipun aku sudah selesai
122
menjalani pemulihan. Mungkin karena faktor kesibukan aja, jadinya sudah jarang berkomunikasi. Tetapi kalo aku datang meminta waktu
untuk konseling, konselorku masih menyempatkan waktu. Aku juga pernah chatting dengan konselor dan masih ditanggapi juga. Tapi ya
begitulah, kami memang gak bisa konseling rutin kayak aku dulu masih di rehab.”
Pada awalnya, AS masih memprioritaskan pemulihan sebagai hal yang utama. AS sering mengunjungi Recovery Center Rumah Singgah
Caritas PSE. Namun lambat laun, AS merasa bahwasannya banyak yang terhambat ketika AS terlalu sering datang ke Recovery Center Rumah
Singgah Caritas PSE. Berikut penuturannya: “Aku malah gak ngelakuin apa-apa, dan sekarang aku sudah
mencoba melakukan pekerjaan aku sebaik-baiknya. Ketika aku membutuhkan bantuan pemulihan barulah aku akan kembali ke
sana.” AS berharap ke depannya AS tetap mampu menjalankan pemulihan,
dalam artian bukan berarti hanya sebatas tidak menggunakan narkoba tetapi bisa menjadi seorang manusia yang bisa membantu orang lain. Berikut
penuturannya: “Apa yang sudah aku dapat dari Recovery Center Rumah Singgah
Caritas PSE memang bisa aku gunain di kehidupan sebenarnya. Misalnya saat mengatasi sugest dari hotspot atau berada pada lokasi-
lokasi yang panas. Aku bisa tahu apa yang harus aku lakukan. Kuharap aku bisa menerapkan apa yang sudah aku dapat di
kehidupan luar. Selama ini aku takut, mau ke mana-mana selalu
123
takut, mau ketemu kawan aja pun aku takut. Sekarang sih aku gak takut. Tetap waspada aja tapi uda gak takut. Kan sekarang uda punya
pengetahuan lain.” Yang menjadi pedoman AS tetap menjalankan pemulihan adalah NA
Narcotic Anonymous. AS ingin selalu berusaha mendapatkan hidup yang lebih baik. Berikut penuturannya:
“Selama aku menjadi pecandu aktif, banyak yang berantakan dalam hidupku. Aku ingin mengubahnya biar hidupku baik, dan berharap
hasilnya baik juga.”
5.2.7 Informan Tambahan II
Nama : MH
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempattanggal lahir : Medan, 29 Agustus 1957 Usia
: 58 Tahun Pekerjaan
: Wiraswasta Agama
: Kristen Protestan Alamat
: Medan
MH adalah seorang ibu rumah tangga. Sebagai single parent, MH masih tinggal dengan anak bungsunya yaitu AS. Kedua anaknya sudah
menikah dan tinggal masing-masing dengan keluarganya. Ketika pertama kali mengetahui anaknya AS menggunakan narkoba,
tentulah hati MH sebagai orang tua menjadi hancur. MH merasa sudah gagal
124
mendidik AS. MH tidak pernah menyangka bahwa anaknya akan menjadi seorang pecandu narkoba. Berikut penuturannya:
“Aku gak nyangka kalau dia itu uda pake narkoba. Memang dia uda makin kasar, gak pedulian, dan susah buat dibilangin. Semua orang
dilawannya, satu orang pun gak ada didengarkannya. Namanya orang tua pastilah kecewa dan marah kalau tahu anaknya uda pake
narkoba.” Sebelumnya, MH sudah mengetahui apa itu narkoba. MH memang
suka menonton televisi dan membaca koran. Mengetahui anaknya sudah menjadi seorang pecandu narkoba, MH memutuskan untuk memasukkan AS
ke pusat rehabilitasi. MH tidak ingin orang lain mengetahui bahwasannya AS adalah
seorang pecandu narkoba. MH pun berdiskusi dengan abang dan kakak AS mengenai hal tersebut. Kakak AS adalah orang pertama yang menemukan
bong alat penghisap shabu di kamar AS. Berdasarkan diskusi keluarga, MH pun mengetahui bahwasannya salah satu adik dari suami kakaknya AS juga
seorang pecandu narkoba. MH pun menyuruh kakaknya AS untuk bertanya mengenai panti rehabilitasi yang ada di Medan.
Keluarga membujuk AS untuk berhenti dari pemakaian narkobanya. Keluarga juga menyarankan kepada AS untuk mau menjalani rehabilitasi. AS
mau menjalani rehabilitasi tetapi syaratnya adalah AS harus melihat terlebih dahulu bagaimana tempat rehabilitasi yang akan dimasukinya. Bersama
dengan Andreas, AS pun setuju untuk berkunjung ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE.
125
Setelah melihat langsung bagaimana keadaan Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, AS pun setuju untuk menjalani masa
pemulihan. AS juga sudah berkenalan dengan beberapa resident sebelumnya dan melihat langsung aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para resident.
MH pun mengantar AS ke Recovery Center. MH pun membayar kontribusi sebanyak Rp 1.500.000 untuk setiap
bulannya. Selama tiga puluh hari pertama, MH tidak diperbolehkan untuk melihat AS. Bahkan untuk berkomunikasi sekali pun harus melalui perantara
konselor AS. Setelah AS sudah menjalani masa pemulihan selama tiga puluh hari, maka MH pun datang mengunjungi AS.
Selama AS menjalani pemulihan, MH sebagai orang tuanya selalu merasa khawatir. Karena itu diawal perjumpaan MH dengan salah satu
konselor yang ada, MH meminta kepada konselor untuk membantu anaknya supaya cepat pulih. MH sering berhubungan dengan konselor AS. Melalui
komunikasi yang dibangun itulah MH mendapat informasi mengenai kelakuan AS selama menjalani masa pemulihan. Konselor juga selalu
menelepon MH untuk memberitahukan perkembang yang dimiliki AS terkait dengan pemulihannya.
Selain itu, MH juga sering melakukan kunjungan keluarga ke Recovery Center. Dalam waktu satu bulan pertama, MH tidak bisa bertemu
dengan anaknya karena pada masa itu AS sedang memasuki masa adaptasi. Untuk bulan keduanya, AS sudah bisa dikunjungi. MH sering berkunjung
untuk bertemu dengan anaknya dan melihat langsung perkembangan anaknya. MH juga sering berkunjung untuk bertemu dengan konselor AS
untuk melakukan konseling keluarga.
126
Dalam rentang waktu seminggu, MH akan berkunjung sebanyak satu atau dua kali kunjungan. Hanya keluarga inti saja yang mengetahui bahwa
AS sedang menjalani masa pemulihan. Hanya abang dan kakaknya saja yang mengetahui ataupun keluarga yang dekat saja. Alasannya adalah MH merasa
bahwa kelakuan AS tidak baik untuk diberitahukan kepada yang lain. Menurut MH, ada banyak manfaat yang didapat oleh AS setelah
selesai menjalani pemulihan. MH melihat AS telah berhenti dari kegiatan merokoknya. AS juga lebih mudah untuk diberikan saran, lebih menerima
kritikan orang lain, sudah sopan kepada yang lebih tua, dan lainnya. Menurut MH, fungsi konselor adalah memberitahukan apa buruknya
pemakaian narkoba, apa akibat dari pemakaian narkoba, dan lain sebagainya. Berikut penuturannya:
“Fungsi konselor adalah untuk memberitahu apa saja buruknya kalo pake narkoba, apa akibatnya kalo pake narkoba, dan lainnya.”
MH masih mengizinkan AS untuk berkunjung ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. MH menganggap bahwa Recovery Center
Rumah Singgah Caritas PSE adalah tempat yang aman bagi AS. Selain AS memiliki teman baru yang bisa saling mendukung dan memotivasi, MH juga
memiliki staf-staf Recovery Center yang bisa mendukung keberlangsungan pemulihan yang dijalanioleh AS.
Menurut MH, perawatan dan pemulihan yang ada di Recovery Center Rumah Singgah Caritas sudah baik. Mungkin yang perlu ditambahkan adalah
waktu yang diperlukan pecandu untuk melakukan pemulihan. Karena MH merasa bahwa semakin lama anaknya menjalani masa pemulihan, maka akan
127
semakin baik dirinya ketika berada di dunia luar rehabilitasi. Berikut penuturannya:
“Harapamya semoga lebih bgus. Misalnya walaupun sudah keluar, maunya mereka bisa bisa bergabung di sana mau ngapain kek.
Karena orang tua kecewa kalo anaknya bisa kembali lagi menggunakan narkonba. Maunya mereka dikasih kepercayaan ntah
ngapain kek. Jadi bukan hanya kalo kita rehab, setelesah selesai rehab maunya dibuatlah kegiatan lain buat mereka, jadi tidak sia-sia
tiga bulan di sana.” MH mengatakan bahwa AS bukan anak-anak lagi, jadi MH
menyerahkan segala keputusan ada pada AS. MH merasa bahwa AS sudah mengetahui buruknya menjadi seorang pecandu narkoba. MH berharap agar
AS bisa menjadi anak yang lebih baik lagi dalam segala hal.
5.3. Analisis Data
Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya.
Penyalahgunaan narkoba memang sulit diberantas. Yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas dan
merugikan masa depan bangsa, karena merosotnya kualitas sumber daya manusia.
Semakin hari, angka korban penyalahgunaan narkoba menunjukan adanya peningkatan. Mereka pun berasal dari berbagai usia, dari anak-anak
sampai yang sudah tua sekalipun. Apabila hal ini dibiarkan berlanjut terus menerus, bukan tidak mungkin akan menghancurkan generasi penerus bangsa
128
di kemudian hari. Seiring dengan perkembangannya, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa setiap pengguna narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau memproduksi
narkotika, dalam hal ini mereka hanya sebatas pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Proses
rehabilitasi inilah yang diperlukan bagi para pecandu narkoba untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa dia mulai
menggunakan narkoba sejak SMP dan sudah berlangsung selama dua belas tahun. JG menggunakan Distro, sejenis pil selama tiga tahun. Selanjutnya, JG
juga pernah mengkonsumsi ganja selama satu tahun. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa ia mulai mengkonsumsi
alkohol sejak SMA, dan sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Dia menggunakan narkoba jenis shabu selama dua tahun.
Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa ia mulai menggunakan alkohol sejak kelas 2 SMA. DW menjadi pecandu narkoba semenjak tahun
2002 hingga tahun 2011. Kemudian DW sempat berhenti, dan menggunakan kembali pada tahun 2013.
129
Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba sejak awal tahun 2000-an. Waktu itu AS masih merantau ke Bandung.
Sepulangnya ke Medan, AS juga tetap menjadi pecandu narkoba. Hal ini berlangsung selama 13 tahun.
Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa keempat informan memiliki ketergantungan yang besar
terhadap narkoba yang mereka gunakan. Narkoba menyebabkan ketergantungan yang sulit untuk ditolak oleh orang yang menggunakannya.
Setiap orang memilki pengalaman yang berbeda-beda yang berkenaan dengan pemakaiannya. Namun, satu hal yang pasti adalah kecanduan membuat
seseorang menjadi pecandu untuk waktu yang relatif lama. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2011 Tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Narkotika, dalam Pasal 1 ayat 4 dengan jelas dinyatakan bahwa korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang
tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam untuk menggunakan narkotika.
Informan utama pertama JG mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena diberikan suatu barang narkoba untuk digunakan bersama-
sama. Satu dua kali pemakaian, JG terus mendapatkannya. Selanjutnya ketika JG ingin menggunakan narkoba tersebut, JG tidak diberikan lagi oleh
temannya. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba
karena diberikan oleh temannya ketiks mereka sedang berkumpul. Temannya menjelaskan tentang efek narkoba yang menenangkan kepada DC. DC yang
percaya dengan temannya pun akhirnya menggunakan narkoba.
130
Informan utama ketiga WS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena memang ingin mengunakannya. WS merasa ia kesepian dan
tidak memiliki teman. Ketika teman WS mengaku bahwa temannnya adalah pecandu, maka ia pun ikut menggunakannya karena ia ingin memiliki teman.
Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena ia ingin mengetahui bagaimana rasa dari menggunakan
narkoba. Sebelumnya dia sudah mengetahui narkoba itu seperti apa, tetapi dia ingin mencobanya karena dia merasa penasarannya. Temannya yang
mengetahui hal itupun langsung mengajak AS untuk menggunakannya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat
disimpulkan bahwa JG, DC, dan AS adalah korban penyalahgunaan narkoba karena ketiga informan tersebut dibujuk dan dirayu untuk menggunakan
narkoba. DW juga termasuk korban penyalahgunaan narkoba karena DW diperdaya untuk menggunakan narkoba. Teman DW memperdaya DW untuk
menggunakan narkoba agar DW bisa memiliki teman yang banyak. Dalam hal ini, peneliti lebih memfokuskan peranan konselor dalam
pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis memperoleh peranan konselor dalam
pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.
5.3.1 Melakukan Asessmen
Mendeteksi penyalahgunaan narkoba kadang-kadang sulit, karena klien biasanya menyangkal. Asessmen adalah menilai permasalahan klien melalui
rangkaian penyelidikan terus-menerus, hati-hati dan komprehensif. Assessmen
131
dilakukan dengan mengumpulkan informasi pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri. Sebagian tidak, karena menjadi tugas profesi lain Martono Joewana, 2008:46
Asessmen adalah suatu proses mengidentifikasi dan merumuskan masalah dan menemukan sumber-sumber yang bermanfaat untuk memutuskan
intervensi apa yang cocok tepat guna memecahkan masalah korban penyalahgunaan narkoba Zulkarnain. 2014: 83. Pada tahap ini korban
penyalahgunaan narkoba dan konselor harus mengetahui dan menyadari tentang:
1. Usia, etnisitas, status pernikahan, pekerjaan, status sosial ekonomi. 2. Status kesehatan fisik dan mental korban penyalahgunaan narkoba.
3. Keterbatasan-keterbatasan kemampuan korban penyalahgunaan narkoba dalam menghadapi keadaan kehidupannya.
4. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki korban penyalahgunaan narkoba tetapi belumtidak digunakan untuk memecahkan masalahnya.
5. Hubungan interpersonal sebagai anggota keluarga, dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dalam kehidupan korban penyalahgunaan
narkoba, jejaringan sosial, pola komunikasi dan peran-peran dalam kelompok, sifat dan kualitas hubungan.
6. Perasaan-perasaan tentang diri sendiri dan orang lain. 7. Dampak lingkungan fisik dan sosial terhadap korban penyalahgunaan
narkoba.
132
8. Tujuan-tujuan implisit yang ada dalam upaya-upaya korban penyalahgunaan narkoba yang gagal dan sekarang dibuat menjadi
eksplisit sebagai persiapan untuk rencana kegiatan tindakan. 9. Batasan-batasan masalah, lingkup kesulitan yang dialami korban
penyalahgunaan narkoba, mencakup pula sejarah dan lamanya masalah. 10. Hubungan masalah dengan sistem korban penyalahgunaan narkoba.
11. Faktor-faktor yang menciptakan, memelihara dan mengurangi masalah. 12. Mengerti tentang intensitas sekitar perasaan-perasaan yang menyulitkan.
13. Mengerti tentang tingkat masalah yang mempengaruhi keberfungsian hal lain dari kehidupan korban penyalahgunaan narkoba.
14. Cara-cara memecahkan masalah yang dilakukan korban penyalahgunaan narkoba sebelum memasuki konseling.
15. Mengetahui kekuatan-kekuatan termasuk pengetahuan, sikap, kesadaran, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan korban penyalahgunaan
narkoba dalam menghadapi masalah. 16. Keterampilan perseptual korban penyalahgunaan narkoba yakni
bagaimana korban penyalahgunaan narkoba melihat situasi problematik secara lebih jelas, apakah dianggap sebagai tantangan atau bahaya dan
dapat dipecahkan. 17. Keterampilan perubahan kognitif. Bagaimana korban penyalahgunaan
narkoba mengelola pikiran-pikiran dan perubahan-perubahan pikiran yang merusak diri sendiri selfdefeating thinking.
18. Keterampilan mengembangkan jaringan. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba menilai berbagai kekuatan dan sumber eksternal
yang dapat mendukung proses pemulihan.
133
19. Keterampilan mengelola stres. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba mengurangi ketegangan-ketegangan dan melakukan pengelolaan
diri sendiri self management. 20. Keterampilan memecahkan masalah. Bagaimana keterampilan korban
penyalahgunaan narkoba dalam memecahkan masalah melalui cara mode pemecahan yang bervariasi.
Pada tahap ini, konselor dan korban penyalahgunaan narkoba akan mempunyai pandangan atau penilaian yang jelas tentang kesulitan dan
pemahaman kekuatan-kekuatan serta sumber-sumber yang ada untuk menghadapi masalahnya.
Informan utama pertama JG mengatakan bahwa JG sudah menggunakan narkoba sejak SMP. JG mendapatkannya dari temannya sewaktu JG
berkunjung ke rumah temannya. JG memang belum mengetahui informasi seputar narkoba. JG adalah seorang pria berusia 21 tahun, bersuku Batak Karo,
belum menikah, dan seorang pekerja di salah satu pelabuhan yang ada di kota Medan. Lingkungan rumah JG memiliki banyak pengedar narkoba. Karena itu
mayoritas masyarakat yang ada di daerah tersebut adalah pecandu. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa DC sudah menjadi
alkoholik sejak masih kelas 2 SMA. DC menjadi pengguna narkoba jenis shabu sekitar 2 tahun. DC adalah seorang pria berusia 34 tahun, bersuku Jawa, sudah
menikah dan memiliki anak, serta menjadi salah satu pekerja di salah satu Bank yang ada di Labuhan Batu. Lingkungan tempat tinggal DC memiliki bandar
narkoba sebanyak 5 orang. Oleh sebab itu, mayoritas penduduk yang menempati daerah tempat tinggal DC adalah pecandu narkoba.
134
Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW menggunakan alkohol ketika DW masih kelas 2 SMA. Kemudian DW beralih menjadi
pengguna shabu dan ganja, dan lamanya sekita 9 tahunan. DW sempat berhenti, namun kembali menggunakan narkoba selama 8 bulan kemudian. Lingkungan
tempat tinggal DW memiliki pecandu narkoba. Daerah tempat tinggal DW juga memiliki 15 bandar narkoba. Tingkat kejahatan juga sering terjadi di daerah
tempat tinggal DW. DW adalah seorang pria berusia 30 tahun, bersuku Jawa, sudah menikah dan memiliki anak, serta memiliki pekerjaan sebagai pedagang.
Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS menjadi pecandu narkoba selama 10 tahun. AS adalah seorang pria berusia 31 tahun, bersuku
Batak Toba, belum menikah, dan memiliki pekerjaan yang tidak tetap. Sebelumnya, tempat tinggal AS adalah tempat yang tidak aman. Karena sangat
mudah untuk menemukan pengedar narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang ada memang banyak jumlahnya.
Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, DW dan AS memiliki kesamaan dalam hal daerah tempat
tinggal yang memiliki banyak pengedar narkoba. Jika pengedar narkoba banyak, maka jumlah pecandu narkoba juga banyak.
Teori Lemert menjelaskan mengenai salah satu penyebab terjadinya perilaku menyimpang adalah penyimpangan karena hasil proses sosialisasi sub
kebudayaan menyimpang. Sub kebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan.
Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat.
Salah satu contoh kelompok menyimpang adalah pengguna narkoba
135
5.3.2 Melakukan Konseling
Konseling bagi korban penyalahgunaan narkoba Depsos: 2004, merupakan hubungan antara konselor dengan pecandu narkoba dalam rangka
membantu meningkatkan kesadaran akan masalah yang dialaminya serta potensi-potensi atau kekuatan-kekuatannya yang akan digunakan dalam
melakukan perubahan perilaku, untuk mengatasi kesulitan dan menentukan keputusan. Penanganan bagi pecandu narkoba diberikan baik melalui terapi,
rehabilitasi maupun sesudahnya. Kehadiran konselor diperlukan tidak hanya ditujukan terhadap pecandu tetapi juga terhadap kedua orang tuanya atau
keluarga. Konseling diberikan secara berkelanjutan dan periodik mengingat bahwa pecandu narkoba, merupakan penyakit kronis yang berulang kali
kambuh, penyakit endemik dalam masyarakat modern dan industri, dan juga penyakit keluarga.
Konseling dalam menangani pecandu narkoba, antara lain berupa konsultasi pribadi, kelompokkeluarga yang sifatnya konstruktif dan
memberikan solusi yang menguntungkan semua pihak yang terkait, tidak saling menyalahkan dan tidak ada kehilangan muka loosing face. Konseling bagi
pecandu narkoba tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, melainkan oleh seorang profesional yaitu orang yang telah memperoleh pendidikan dan
pelatihan konseling narkoba dan mempunyai keahlian di bidangnya masing- masing, termasuk juga pengetahuan tentang narkoba.
Pelaksanaan konseling yang diberikan oleh konselor bagi pecandu narkoba hanya dapat dilakukan dan efektif bilamana ada motivasi dari yang
bersangkutan pecandu dan terprogram dalam tahapan-tahapan session yang berlangsung sekitar 30 menit per tahapan konsultasi, yang dilakukan paling
136
sedikit seminggu sekali selama 1- 3 bulan atau tergantung dari berat ringannya permasalahan, atau konseling bisa juga dilakukan sewaktu-waktu insidentil
tergantung dari permasalahan yang timbul dan dapat diselesaikan dalam 1-2 kali tahapan
http:www.bkfkipuhamka.comindex.php?option=com_contentview=article id=69:konseling-kecanduan-bagi-penyalahgunaan-dan-ketergantungan-
napzacatid=44:karya-dosenItemid=81 diakses tanggal 12 April 2015 pukul 04.17.
Informan utama pertama JG mengatakan bahwa awalnya JG merasa takut dengan orang-orang yang ada di Recovery Center. JG menjadi pendiam di dua
minggu awal kedatangannya. JG mendapatkan satu orang konselor yang akan menjadi pendamping selama menjalani masa pemulihan. JG jarang melakukan
konseling karena JG tidak bisa terlalu bercerita banyak kepada orang lain. Tetapi JG suka melakukan konseling kelompok dengan teman sesama resident,
karena JG suka berbagi informasi seputar rencana pemulihannya kepada teman sesama resident.
Informan utama kedua DC mengatakan bahwa DC suka menjalani sesi konseling. Karena melalui konseling, DC dapat mengeluarkan uneg-unegnya,
dapat merasakan bimbingan psikologis yang diberikan konselornya, serta merencanakan pemulihan yang sedang dijalaninya. DC juga merasa bisa
mendapat penguatan terhadap sugesti yang dirasakan DC. Hal ini diterima DC melalui sesi konselingnya dengan konselor maupun sesi konselingnya dengan
sesama resident. DC bisa lebih meningkatkan percaya diri untuk berbagi dengan orang lain.
137
Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW sering melakukan konseling dengan konselornya. DW memang orang yang tidak bisa cepat
bersosialisasi dengan orang lain. DW merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan konseling. DW selalu menyendiri, suka berada di kamar, dan
menghabiskan waktunya dengan menulis. DW memang sulit berbagi dengan orang lain, karena DW memang tertutup kepada semua orang, termasuk orang
tuanya sendiri. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS jarang melakukan
konseling, karena AS memang tidak terlalu membutuhkan konseling dengan konselor. Peran konselor bagi AS adalah menjadi pembimbing bagi AS selama
AS menjalani proses pemulihan. Biasanya konselor bisa memberikan wejangan-wejangan, nasihat, dukungan kepada AS. Konselor juga mampu
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh AS yang terkait dengan pemulihan. Hubungan AS dengan konselornya tetap
berlangsung baik, meskipun jalinan komunikasi tidaklah serutin ketika AS masih menjalani proses pemulihan.
Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa sebenarnya konseling membawa efek yang baik terhadap pemulihan
korban penyalahgunaan narkoba. Informan DC dan DW sering melakukan konseling karena merasa nyaman dengan sesi konseling yang diberikan oleh
konselornya. Sedangkan informan JG dan AS jarang melakukan konseling dengan konselornya. Hal ini disebabkan karena informan JG dan AS tidak
merasa bahwa sesi konseling adalah suatu kebutuhan. JG lebih menyukai konseling kelompok yang dilakukan bersama teman sesama resident. Dan,
138
walaupun AS jarang melakukan konseling, AS menganggap konselornya sebagai pembimbing terhadap rencana pemulihannya.
Konseling adalah hal yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini dapat dijelaskan melalui Teori Sigmund
Freud yang memiliki konsep kunci bahwa “manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam
proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan- kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam
memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-
benar efektif. Selanjutnya adaalah konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki
manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu
memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan
norma agama, sosial dalam masyarakatnya. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana.
Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia. Jadi bimbingan ini dapat merupakan wadah dalam
rangka mengatasi kecemasan.
139
Konseling individu adalah konseling yang dilakukan terhadap individu, sebagai suatu hubungan yang bersifat bantuan antara konselor dan klien.
Bantuan tersebut tidak bersifat material, tetapi dukungan psikologis dan sosial yang bermakna bagi kehidupannya. Dengan konseling, klien diharapkan dapat:
1. terampil mencegah atau menghadapi masalah 2. belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain
3. menerima menyesuaikan diri terhadap persoalan yang tidak dapat diubah, baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain dalam
kehidupannya. Konseling individu dilakukan dengan membicarakan masalah-masalah
yang dihadapi korban penyalahgunaan narkoba, sehingga mereka mampu belajar membuat keputusan sendiri. Selain itu korban penyalahgunaan narkoba
dapat memahami dan mendayagunakan sumber yang dimilikinya, menciptakan sumber baru melalui penyajian informasi dan dukungan emosional.
Konseling kelompok dilakukan untuk mengekplorasi masalah anggota secara mendalam. Kemudian konselor mengembangkan strategi untuk
memecahkan masalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki masing- masing anggota dan kelompok itu sendiri sebagai satu kesatuan. Melalui
konseling ini, anggota kelompok dapat memahami permasalahannya sendiri secara mendalam dan dapat mengembangkan kemampuan mengatasi masalah
coping ability yang diperoleh melalui eksplorasi mendalam terhadap masalah- masalah yang dialami oleh setiap anggota kelompok.
Cara yang paling baik dalam proses pembelajaran sosial bagi pemulihan pecandu adalah kelompok kecil sesama pecandu yang sedang pulih. Karena
merasa senasib, rasa malu dan kebanggaan berkurang, muncul rasa
140
persaudaraan dan ikatan bersama sehingga dukungan dan bimbingan lebih mudah diterima, dan selanjutnya proses pembelajaran menjadi nyata melalui
pengaruh positif.
5.3.3 Melakukan Monitoring
Monitoring memberikan dua manfaat yaitu memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung, dan memberikan
informasi bagi evaluasi secara berkala. Evaluasi ditujukan baik kepada pelaksanaan program proses dan hasil, maupun kepada kerjasama di antara
semua pelaku Wibhawa, Budhi. 2010:111. Evaluasi adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang kontak. Evaluasi terdiri dari dari dua
hal yaitu: 1. Evaluasi proses, dilakukan konselor dengan korban penyalahgunaan
narkoba untuk melihat apakah proses konseling berjalan sesuai rencana atau tidak.
2. Evaluasi hasil, dilakukan untuk melihat apakah tujuan sudah tercapai atau tidak.
Monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan
tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan
tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan
yang direncanakan semula. Tujuan monitoring adalah
untuk
141
mengamatimengetahui perkembangan dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinyaupaya pemecahannya
Informan utama pertama JG mengatakan bahwa setiap harinya, perkembangan JG berubah menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan
perubahan karakter JG yang lebih sopan. Pola hidupnya lebih teratur. JG juga terlibat aktif dalam setiap sesi yang dilaksanakan. Malahan JG juga pernah diajak
ikut penyuluhan oleh salah satu staf untuk memberikan testimoni terkait pemulihan dirinya.
Informan utama kedua DC mengatakan bahwa perubahan yang dirasakan oleh DC mulai terasa menjelang pemulihannya yang sudah berlangsung dua
bulan. DC sudah bisa berpikir secara jernih, memandang suatu hal dari sisi positifnya, dan mulai bisa memikirkan rencana jangka panjangnya. Malahan DC
sudah berkomitmen untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW mulai merasakan
manfaat pemulihan yang terjadi pada dirinya. Dari segi fisik, DW mengalami penambahan berat badan. Bobot DW naik 7 kg dari semenjak kedatangannya
pertama kali. DW juga bisa menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya dulu. DW juga menghabiskan waktu dengan sholat. DW sudah
sering sholat lima waktu. Meskipun tidaklah rutin, tetapi DW mencoba untuk fokus untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Secara emosional, DW
merasa terjadi perubahan pada diri DW. Kemarahan DW tidak lagi mudah tersulut. DW bisa mengatur emosinya dengan lebih baik.
Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS sudah mengalami perubahan kualitas hidup yang lebih baik. Fisik AS baik karena berat badannya
naik 5 kg. Pola pikir lebih baik karena sekarang AS bisa dan berani mengatakan
142
tidak ] pada hal-hal yang tidak baik. Perubahan emosional tidak terlalu jauh berubah karena aku juga bukan orang yang meledak-ledak. Dan AS tidak lagi
menggunakan kata-kata kasar. Informan tambahan kedua MH mengatakan bahwa ada banyak manfaat
yang didapat oleh AS setelah selesai menjalani pemulihan. MH melihat AS telah berhenti dari kegiatan merokoknya. AS juga lebih mudah untuk diberikan saran,
lebih menerima kritikan orang lain, sudah sopan kepada yang lebih tua, dan lain sebagainya.
Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, DW, dan AS mengalami perubahan kualitas hidup yang lebih
baik. MH sebagai orang tua dari AS juga melihat perubahan yang ada pada diri AS. Perubahan-perubahan individu tersebut didapat dari hasil interaksi dengan
lingkungannya sehingga individu mengalami perubahan baik tingkah laku maupun pengetahuannya.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya.
Keempat informan telah menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. JG, DC, dan DW masih akan melanjutkan pemulihannya untuk
beberapa minggu ke depan. Sedangkan AS sudah menyelesaikan program pemulihannya. Perubahan perilaku yang ada pada AS sampai saat ini
menunjukkan AS masih bisa tetap menjaga pemulihannya tetap terbebas dari narkoba.
143
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakaian obat- obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan
penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat
patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat
penyalahgunaan narkoba. Pada bab ini dikemukakan beberapa kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini adalah kesimpulan yang di dapat berdasarkan analisis data yang secara representatif
dalam penelitian tentang kondisi dan gambaran peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba.
Konselor memiliki peranan yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Karena konselor adalah orang yang
membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat menjalani pemulihan dengan baik. Konselor mengupayakan perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik sehingga korban penyalahgunaan narkoba memiliki kehidupan yang lebih berkualitas. Dalam peranannya membantu korban
penyalahgunaan narkoba, konselor melakukan beberapa hal yaitu:
144
1. Asessmen, yang bertujuan untuk menilai permasalahan klien melalui rangkaian penyelidikan terus-menerus, hati-hati dan komprehensif.
Assessmen dilakukan dengan mengumpulkan informasi pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium, tetapi sebagiannya dapat dilakukan sendiri. Di dalam asessmen ada proses mengidentifikasi dan merumuskan masalah
dan menemukan sumber-sumber yang bermanfaat untuk memutuskan intervensi apa yang cocok tepat guna memecahkan masalah korban
penyalahgunaan narkoba 2. Konseling, yang bertujuan untuk membantu klien dalam membuat
rencana pemulihannya. Konselor akan membantu klien melihat permasalahan klien dari berbagai perspektif melakukan observasi dari
info-info yang didapat dari konseling. Tetapi pengambilan keputusan tetap ada pada diri klien. Konselor yang dalam memberikan bimbingan
kepada klien harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh klien, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-
benar efektif. 3. Monitoring, yang bertujuan memantau terus-menerus terhadap
perkembangan perilaku korban penyalahgunaan narkoba. Data yang telah terkumpul dari hasil pemantauan harus secepatnya diolah dan dimaknai
sehingga dapat segera diketahui apakah tujuan pelaksanaan program tercapai atau tidak. Pemaknaan hasil pemantauan ini menjadi dasar untuk
merumuskan langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan program. Tujuan monitoring adalah untuk mengamatimengetahui perkembangan
145
dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinyaupaya pemecahannya
6.2. Saran