Pada hasil akhir d idalam program tersebut resident akan mendapatkan : Pengantar Kesimpulan

78 4. Memberikan dan mengenalkan dasar-dasar informasi, edukasi dan komunikasi mengenai pencegahan adiksi, HIVAIDS, TB dan HCV.

b. Pada hasil akhir d idalam program tersebut resident akan mendapatkan :

1. Pengetahuan dasar mengenai apa itu Therapeutic Community Narcotic Anonymous NA. 2. Pembelajaran mengenai masalah social, vokasional dan survival skills. 3. Bekerja dan memahami proses observasi dan mengaplikasikan didalam group dan pertemuan – pertemuan yang lain. 4. Pembelajaran dan pengetahuan masalah-masalah yang berkaitan dengan pencegahan adiksi ,HIVAIDS, TB dan HCV.

c. Kegiatan:

1. Memperkenalkan resident dalam membentuk suatu grup yang nantinya akan membantu resident agar bisa bertahan dalam pemulihan secara fisik, mental, emosional dan spiritual. 2. Kurikulum Development Exercise, sessi pembelajaran yang akan diadakan setiap hari agar para resident bisa mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan dunia adiksi dan bisa berbagi mengenai pengalaman, kekuatan dan harapan. 79 3. Pertemuan yang diadakan setiap pagi morning meeting selama 1 jam membahas masalah personal dan masalah antara satu resident dengan yang lain, pekerjaan yang akan dilakukan dalam satu hari. 4. Sessi yang diadakan setiap hari mengenai adiksi, sejarah pemulihan TC NA, model –model pemulihan dan HIVAIDS, TB, HCV. 5. Self report, resident memberikan laporan mengenai perkembangan diri selama satu hari tersebut apakah mengalami kemajuan atau kemunduran dalam menjalankan pemulihan. Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE mengandung empat modul yaitu: Modul 1 Mengenal Program Pemulihan Adiksi Narkoba Modul 2 Dunia Adiksi – HIV-AIDS, HCV dan TB Modul 3 Pencegahan Kekambuhan Program Paska Rawatan Modul 4 Aftercare Sober House MODUL 1 Mengenal Program Pemulihan Adiksi Narkoba MINGG U TOPIK MINGGUAN HARI JUDUL Minggu 1 Pengenalan Dunia Adiksi Permasalahannya SENIN Apa itu Kecanduan ? Apa itu Ketergantungan ? Apa itu penyalahguna ? tahapan kecanduan Area Masalah SELASA Stage of Change Tahapan perubahan 80 RABU Gejala putus zat Permasalahannya: • Hardcore Addict • Apa itu gejala putus zat, overdosis dan penangannya • Permasalahan Bio, Psiko, Sosial terkait gejala putus zat dan kaitannya dengan drug of choice • Gejala Putus zat Akut Post Accute WithdrawalPAW KAMIS Detoksifikasi • Apa itu detoksifikasi klinis • Tahap gejala putus zat penanganannya • Rencana Detoksifikasi dan pengelolaannya JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu 2 Pengenalan Zat Psikoaktif Dampaknya pada tubuh SENIN Pengertian Zat Psiko aktif dan cara kerjanya pada otak manusia SELASA Penggolongan zat psiko aktif dan cara kerjanya RABU Konsekuensi penyalahgunaan zat psiko aktif KAMIS Dampak Mencampur penggunaan drugs JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu 3 Masalah akibat penyalahgunaan zat secara medis dan sosial SENIN Telur Adiksi : Sex SELASA Telur Adiksi : Kriminal Kekerasan RABU Telur Adiksi: Penyakit Virus KAMIS Aktualisasi Diri dan Adiksi Sesi Motivasi JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu 4 Narcotics Anonymous SENIN Narcotics Anonymous :  Siapakah Pecandu itu ?  Apakah NA itu ?  Mengapa kita ada disini  Bagaimana Cara Kerjanya  12 Tradisi 81 SELASA Step Working Guide : 1,2,3,4 RABU Step Working Guide : 5,6,7,8 KAMIS Step Working Guide : 9.10,11,12 JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up MODUL 2 Dunia Adiksi – HIV – AIDS ,HCV dan TB MINGG U TOPIK MINGGUAN HARI JUDUL Minggu 1 Penyalahgunaan Napza dan Masalah Kesehatan SENIN HIV dan Perkembangan Penyakit 1 2 SELASA Mengenal HCV dan Membantu Orang dengan HCV RABU Pengertian IMS dan Jenis-jenisnya KAMIS Cara Penularan Pencegahan TBC JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu 2 Penyalahgunaan Napza dan Masalah Kesehatan II SENIN Mengenal Kesehatan Reproduksi Manusia SELASA Gender dan Ragam Masalah RABU Infeksi Oportunistik KAMIS Sejarah HIV dan Epidemi JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu 3 Program Subtitusi SENIN Mengenal Beberapa Macam Pemulihan SELASA Program Terapi Substitusi RABU Perilaku Beresiko terhadap Pecandu KAMIS Methadone, Buphrenorpine dll JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up Minggu Pengurangan SENIN Apa itu Harm Reduction ? 82 4 Dampak Buruk NarkobaHarm Reduction SELASA Outreach RABU Dinamika Kelompok KAMIS Peer Group JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap Up MODUL 3 Pencegahan Kekambuhan Program Paska Rawatan MINGG U TOPIK MINGGUAN HARI JUDUL Minggu 1 Adiksi dan Kekambuhan Relapse SENIN Self Help and Self Support SELASA Cognitive Behavior Therapy RABU Co Dependent dan Co Dependency KAMIS Relapse Prevention Therapy JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap up Minggu 2 Mengatasi Kekambuhan Relapse Prevention SENIN P.A.G.E Group Peer Accountability Group Evaluation  Sesi evaluasi diri antara sesama komunitas pemulihan  Mencari solusi atas permasalahan internal serta eksternal yang terjadi dalam komunitas pemulihan SELASA RABU Halfway Sober House  Pengenalan serta pemahaman tentang halfway dan sober house  Informasi dasar seputar program halfway dan sober house  Informasi lokasi halfway dan sober house KAMIS JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap up 83 Minggu 3 Permasalahan seputar kehidupan sosial pecandu SENIN Berbicara di depan umum SELASA Membangun Kepercayaan RABU Disfunctional Family KAMIS Bekerja dengan Rasa tidak suka Merendahkan dan Kebencian JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap up Minggu 4 SENIN Stress dan Adaptasi SELASA Proses Pengembangan Diri RABU Berpikir Sebelum Bicara KAMIS Proses Pengambilan Keputusan JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Libur Weekend Wrap up 84 MODUL 4 Pre-Discharge Aftercare MINGG U TOPIK MINGGUAN HARI JUDUL Minggu 1 Behaviour Reinforcement penguatan perilaku SENIN Aftercare Paska Pemulihan  Permasalahan seputar Aftercare  Program-program dalam Aftercare  Siapa saja yang terlibat dalam Aftercare?  Bagaimana program Aftercare bekerja dalam proses kepulihan seorang pecandu dan keluarga pecandu. SELASA How to develop Life skill Coping skill • Life skill adalah suatu potensi yang terdapat dalam setiap manusia yang dimana perlunya pengeksplorasian dalam mengembangkannya. • Membangun coping skill memperkuat seorang individu untuk melihat pada diri sendiri dan orang lain yang dapat mempengaruhi lingkungan fisikal dan sosial selagi dihadapkan dengan keadaan yang kurang baik dan tekanan dari kehidupan modern. Individu yang diperkuat dengan efektif coping skill belajar untuk mengartikan dan menjawab pada lingkungan sosial yang dipengaruhi oleh perilaku mereka. RABU Guilty Feelings and The Major Guilt  Perasaan Bersalah serta faktor- faktor yang menyebabkan rasa bersalah tersebut menjadi suatu masalah besar utama dalam tahapan terbentuknya seorang pecandu. 85 KAMIS Warning Sign Of Relapse  Faktor-faktor pemicu Relapse  Bagaimana mengantisipasi Relapse  Apakah yang harus dilakukan saat berada pada masa krisis JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Family Support Group FSG - Introduction Minggu 2 Emotional Psychological Management manajemen emosi psikologis SENIN Membangun Sebuah Hubungan Relationship SELASA Dependent Relationship RABU Short Term Goals Discussion  Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka pendek 0-1 thn  Hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut. KAMIS Craving and Trigger Rasa Keinginan dan Pemicunya JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Family Support Group FSG – Family Issue Minggu 3 Intellectual Spiritual Growth pertumbuhan kecerdasan keyakinan SENIN Intelectual Interview  Menggali serta mengarahkan minat dan bakat klien  Motivation Interviewing SELASA Slip, Lapse and Relapse Prevention RABU Middle Term Goals Discussion  Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka menengah 1-5 thn  Hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut. KAMIS Outreach Session – Lapas, Hotspot, Penyuluhan, Self –HelpSupport Group JUMAT VOCATIONAL SESSION SABTU Static Group MINGGU Family Support Group FSG – Family Dialog 86 Minggu 4 Vocational Survival Skill Development pengembangan keterampilan kemampuan hidup SENIN Vocational Survival skill Introduction SELASA Permasalahan seputar pekerjaan bagi pecandu yang telah pulih RABU Long Term Goals Discussion  Membuat rencanarancangan untuk tujuan hidup jangka panjang 5 thn dan seterusnya.  Hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam proses mencapai rencana tersebut. KAMIS Psikologi Uang Money Issue JUMAT DROP in CENTER SESSION SABTU Static Group MINGGU Family Support Group FSG – Family GatheringResident Release

4.3.6. Bagan Kerja di Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial

Ekonomi Eka Prahadian Drugs, HIV-AIDS Project Manager Andreas Sinaga Counselor Bili Rahman Counselor Henny Siboro Counselor Junius Barus Counselor Rowan Jaida Hutasoit Finance Assistant and Administration Eko Wibisono Coord. Case manager cum Outreach Worker Kristina Sembiring Counselor Rahmad Undito Counselor VOLUNTEER Relawan, POKER CARITAS, PUDAN CARITAS Yohannes Simatupang Counselor Debora Banjar Nahor Case manager HCPI 87 BAB V ANALISIS DATA

5.1. Pengantar

Pada Bab ini data-data yang telah didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskripstif-kualitatif yang lebih mementingkan ketetapan dan kecukupan data, dimana data yang disajikan berupa deskripsi tentang peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau beberapa pokok dari kehidupan seseorang dengan kata-katanya sendiri. Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan yaitu melakukan teknik wawancara yang mendalam dan observasi partisipatif dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan data informasi mengenai “Peranan Konselor Dalam Pemulihan Korban Penyalahgunaan Narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi PSE Medan”. Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. orang dengan komposisi 2 orang informan utama, 3 orang informan utama, dan 2 orang informan tambahan. Informan kunci terdiri atas Project Manager Rumah Singgah Caritas PSE Medan dan Konselor Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan Informan utama terdiri dari korban penyalahgunaan narkoba yang sedang menjalani masa pemulihan. Informan tambahan adalah salah satu dari klien yang sudah menyelesaikan program pemulihan dan orang tuanya. 88

5.2. Hasil Temuan

5.2.1 Informan Kunci I : Project Manager Rumah Singgah Caritas PSE

Nama : Eka Prahadian Abdurahman Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 33 Tahun Alamat : Medan Eka Prahadian Abdurahman adalah seorang Kepala Divisi Kesehatan Khusus Yayasan Caritas PSE Medan, yang juga menjadi pimpinan dari Rumah Singgah Caritas PSE Medan. Eka juga menjadi penggagas dari berdirinya Rumah Singgah Caritas PSE Medan. Dimulai dari keprihatinan yang dirasakan Eka karena melihat banyaknya pecandu narkoba yang masih bermasalah dengan keadiksiannya. Berikut penuturannya: “Saya memulai menggagas program ini sekitar tahun 2011. Alasannya adalah karena saat itu pusat rehabilitasi untuk pecandu narkoba belum terlalu banyak jumlahnya. Sementara jumlah orang- orang yang kecanduan itu banyak. Mereka perlu mendapatkan penanganan yang bagus. Dan lagi, tidak ada pihak-pihak yang mengkampanyekan pentingnya perawatan pemulihan. Dan tidak banyak juga yang mengetahui bagaimana perawatan yang humanis. Jadi didirikanlah Rumah Singgah Caritas PSE sebagai pusat pemulihan dan pusat rehabilitasi. Hal lainnya adalah kita mencoba untuk membagi pengetahuan yang kita ketahui.” Keadilan Sosial bagi seluruh pengguna narkoba adalah visi dari berdirinya Rumah Singgah Caritas PSE. Hal ini didasari karena masih banyak 89 ketidakadilan yang terjadi pada para pengguna nakoba, baik itu pengguna narkoba jarum suntik maupun non jarum suntik. Masih banyak diskriminasi dan stigma yang ada, sehingga pada saat para pengguna narkoba tersebut pulih maka mereka akan sulit kembali kepada masyarakat. Pemulihan bagi para korban penyalahgunaan narkoba ada dua yaitu pemulihan berbasis sosial masyarakat dan pemulihan berbasis medis. Pemulihan berbasis masyarakat adalah pemulihan yang dalam upayanya dilakukan asas komunitas yang membantu komunitas. Artinya adalah pecandu pemulihan yang membantu pemulihan pecandu lainnya. Pemulihan berbasis medis berupa perawatan di rumah sakit yang melibatkan tenaga medis seperti dokter, perawat, psikiater, dan lain-lain. Pemulihan ini harus dilakukan di institusi pemerintahan yang berbasis kesehatan. Dan seandainya ada klinik swasta, maka klinik tersebut harus memiliki dokter dan perawat juga. Pada proses pelaksanaannya, ada dua cara yang dilakukan oleh orang- orang yang mengakses layanan Rumah Singgah Caritas PSE. Ada orang yang datang melalui program penjangkauan ke komunitas beresiko tinggi. Ada juga yang memang datang langsung ke Rumah Singgah Caritas PSE baik itu didampingi oleh pihak keluarga ataupun oleh pihak lain, seperti BNN atau petugas kepolisian. Prosesnya adalah klien yang datang ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE akan diassesmen untuk dinilai seberapa parah tingkat kecanduan orang tersebut. Melalui asesmen tersebut dapat terlihat apakah orang tersebut memiliki gejala gangguan kesehatan mental atau tidak. Apabila memiliki gangguan kesehatan mental yang cukup parah, maka klien 90 tidak diterima tetapi akan dirujuk ke pusat pemulihan lain yang lebih memadai. Jika tidak memiliki gejala kesehatan mental, maka klien akan diterima. Setelah diterima, maka klien akan menjalani metode pemulihan yang berbasis masyarakat. Seandainya pun ada medis yang dipake untuk klien, maka itu hanya disesuaikan dengan kondisi klien tersebut dan hal itu tidak menjadi kewajiban. Selanjutnya adalah menjalani pemeriksaan kesehatan dasar, kemudian klien bisa mengikuti kelas belajar yang belajar tentang kecanduan. Setelah itu klien juga dilibatkan dalam kegiatan masyarakat, seperti kegiatan di penjara, penyuluhan-penyuluhan, dan lain-lain. Dalam melakukan perekrutan staf, terlebih dahulu Eka membuat trainning pelatihan selama empat bulan. Setelah itu, Eka pun mendapatkan enam staf pada masa kerja awal. Untuk pergantian komposisi staf, Eka melakukan sendiri perekrutan staf yang tentunya juga melihat rekomendasi kerja dari orang lain. Berikut penuturan Eka: “Dulu ada pelatihan training 4 bulan. Kita mengadakan open recruitment dari berbagai golongan. Ada yang dari komunitas beresiko, dari masyarakat umum, dan mahasiswa. Mereka yang merasa tertarik kemudian mendaftar, lalu diinterview, dan langsung diseleksi menjadi 25 orang. Mereka yang terpilih mengikuti training selama 4 bulan on job training. Selanjutnya ada proses seleksi untuk perekrutan staf Rumah Singgah Caritas PSE. Enam orang yang terpilih akan mengikuti pelatihan pengolahan data, pelatihan pengelolaan rumah, prosessing. dan pelatihan lainnya untuk menambah kapasitas diri sebagai staf. Sedangkan yang lainnya 91 menjadi resource person, seperti volunteer, pembicara-kalau mempunyai kapasitas menjadi pembicara-dan mendukung kegiatan lainnya.” Tetapi memang ada kemampuan yang.harus dimiliki oleh setiap orang yang bergabung di Rumah Singgah Caritas PSE. Semua orang harus mampu membuat laporan, semua orang harus mampu memberikan penyuluhan, dan semua orang harus memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Yang membedakan kapasitas seorang volunteer dengan staf adalah staf harus memiliki kapasitas untuk mendampingi klien, melakukan assessment, konseling, dan monitoring. Rumah Singgah Caritas PSE juga memiliki pekerja sosial. Ada pekerja sosial yang melaksanakan perannya sebagai konselor. Pelaksanaan di lapangannya adalah konselor tersebut menjadi pendamping selama klien menjalani masa pemulihan selama tiga bulan. Konselor akan melakukan assessment, memberikan bimbingan konseling kepada klien, membantu klien untukk menyusun treatment plan, dan memberikan sesi belajar, dan case management. Ada juga yang bertugas sebagai petugas penjangkau ke komunitas beresiko tinggi yang berperan untuk memberikan informasi dan mendekatkan klien dengan akses kesehatan. Awal bertemunya Eka dengan salah satu konselor adalah sekitar tahun 2004-an. Ketika itu, konselor masih menjalani masa pemulihan di Yayasan Kita Yakita Bogor. Berikut penuturannya: “Sekitar tahun 2004-an, ada program Muda Berdaya dari UNICEF yang ada di Yayasan Kita Yakita. Saya adalah salah satu peserta yang mewakili program tersebut yang dilakukan untuk pemuda- 92 pemudi Jawa Barat. Saat itu saya menjalani training di Yakita sampai akhirnya saya diangkat menjadi staf. Awalnya saya bertemu dengan Eko - konselor ketika dia sedang menjalani masa pemulihan. Tetapi ketiika saya dipercayakan untuk menangani Program yang ada di Aceh, Eko sedang menjalani proses on job training. Dia diproyeksikan untuk menjadi salah satu staf. Beberapa tahun kemudian, saya bertemu dengan Eko kembali. Saya pun meminta bantuan beliau untuk bergabung menjadi salah satu konselor di Rumah Singgah Caritas PSE.” Eka mengetahui track record Eko - konselor mulai semenjak dari Eko masih menjalani masa pemulihannya sampai akhirnya Eko dipercayakan untuk menjadi Project Manager yang ada di Yakita Surabaya. Apalagi persahabatan yang telah dijalin cukup lama, maka Eka mengetahui kemampuan serta kapasitas yang dimiliki Eko. Eko yang sudah lama bergelut di bidang adiksi menjadi salah satu alasan Eka mempercayakan posisi konselor kepada Eko. Pemulihan yang dibutuhkan oleh orang-orang yang ingin berhenti dari kecanduannya terhadap narkoba juga bergantung dari kapasitas konselor yang menanganinya. Dalam proses pemulihan yang terjadi di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, peran konselor adalah membantu klien untuk bisa bertahan dalam pemulihannya. Apalagi konseling adalah salah satu hal yang penting karena dari proses inilah konselor akan mengetahui permasalahan serta membantu klien untuk memberdayakan kemampuan dirinya sendiri. Berikut penuturannya: 93 “Tujuan layanan konseling adalah membantu klien untuk memecahkan permasalahannya, membantu membuat skala prioritas atas permasalahan yang dimilikinya, kemudian membantu treatment plan yang cocok untuk klien. Jadi konselor menfasilitasi adanya proses pemulihan yang berjalan bagi klien.”

5.2.2 Informan Kunci II : Konselor Rumah Singgah Caritas PSE

Nama : Eko Wibisono Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 33 Tahun Alamat : Medan Eko adalah salah satu staf yang bekerja sebagai konselor. Sebelumnya, Eko pernah diangkat menjadi staf dari tahun 2004 sampai tahun 2010, sekitar enam tahun. Eko pernah menjadi program manager di Yakita Surabaya, dan pernah bergabung dengan Yakita Bali. Selesai Eko bekerja dengan Yakita, Eko memutuskan untuk mengundurkan diri. Ada alasan keluarga yang membuat Eko mengambil keputusan itu. Lalu Eko bekerja dengan salah satu perusahaan pertambangan yang ada di Pekan Baru sekitar 6 bulan. Eko menjadi asisten owner perusahaan tersebut. Secara materi, kerja di perusahaan tersebut sangat menguntungkan. Tetapi, perusahaan tersebut tidak mendukung pemulihan Eko. Karena banyak hal-hal yang tidak bisa membuat Eko berada di circle yang aman. Berikut penuturan awal pertama pertemuan Eko dan Eka 94 “Awal ketemu dengan mas Eka, sewaktu saya menjalani pemulihan di Yayasan Kita Yakita, Bogor. Saya menjalani pemulihan sekitar tahun 2003-an. Sekitar tahun 2004-an, ada program Muda Berdaya dari UNICEF yang ada di Yayasan Kita Yakita. Mas Eka adalah salah satu peserta yang mewakili program tersebut yang dilakukan untuk pemuda-pemudi Jawa Barat.” Sewaktu Eko di Yakita, Eko bukan sedang bekerja tetapi sedang menjalani pemulihan. Yakita juga mengkoordinasi di Yakita untuk memberikan pelatihan kepada resident-resident untuk mengikuti pelatihan. Yakita memberikan kesempatan kepada kliennya yang telah selesai menjalani pemulihan untuk menjalani program on job training. Setelah selesai menjalani program on job training tersebut, maka akan dijadikan staf di Yakita. Berikut penuturan Eko selanjutnya: “Setelah Mas Eka selesai menjalani program Muda Berdaya, beliau terlibat aktif banyak dalam kegiatan Muda Berdaya sampai beliau diangkat menjadi salah satu staf. Yakita mempunyai beberapa cabang di kota lain, misalnya Aceh, Kupang, Surabaya, Bali, dan Papua. Mas Eka dipercayakan untuk membantu lembaga yang ada di Aceh. Kemudian Mas Eka mengajak saya bergabung dengan Caritas PSE sekitar tahun 2012-an. Ada suatu kebanggaan untuk membantu pecandu.” Eko adalah orang yang cukup lama bersentuhan dengan dunia adiksi. Dunia adiksi membutuhkan proses pemulihan untuk membuat seseorang 95 memiliki perubahan yang baik. Pada prosesnya konselor akan berupaya untuk melakukan peranannya dalam membantu proses pemulihan tersebut. Pertama kalinya konselor akan melakukan asesment kepada klien untuk mendapatkan data-data yang akan menjadi informasi dasar bagi konselor. Data-data ini akan berguna bagi konselor dalam memahami latar belakang klien sebelumnya. Melalui proses ini, konselor akan mengetahui apakah klien yang baru datang tersebut apakah klien tersebut memang sudah bisa untuk menjalani proses pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. Konselor juga akan melakukan penggalian informasi yang mendalam kepada klien. Selanjutnya konselor akan mengetahui bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh klien. Konselor akan melakukan konseling untuk membantu klien dalam membuat rencana pemulihannya. Konselor akan membantu klien melihat permasalahan klien dari berbagai perspektif melakukan observasi dari info-info yang didapat dari konseling. Tetapi pengambilan keputusan tetap ada pada diri klien. Berikut penuturannya: “Konseling itu merupakan proses membantu. Tolong bedakan fungsi dari konselor dengan fungsi dari konsultan. Konsultan adalah pihak yang mengambil keputusan apa yang akan diambil dalam proses membantu kliennya. Sedangkan dalam proses konseling, pihak yang mengambil keputusan tetaplah berada pada diri si klien. Namun ada saatnya klien itu tidak bisa mengambil keputusan. Setelah terjadi proses konseling yang berulang-ulang, maka konselor boleh untuk mengambil keputusan bilamana memang si klien ini tidak bisa 96 mengambil keputusan ini. Ini tidak bisa dijadikan patokan bahwasannya keputusan diambil oleh konselor.” Disaat kita telah melakukan assessment dan konseling, maka konselor telah membantu dalam pembuatan rencana pemulihannya. Konselor akan melakukan observasi melalui perubahan tingkah laku yang didapat dari klien. Konselor akan melakukan pengamatan seberapa besar telah tercapainya rencana pemulihan si klien. Bilamana memang tidak berhasil, konselor itulah yang akan mencoba melakukan konseling dengan si klien. Itulah yang menjadi fungsi dari monitoring. Berikut penuturannya: “Di sini itu kita kan sifatnya adalah tiga bulan di mana waktu itu relatif sebentar tetapi cukup untuk membuat si klien bisa mengerti kecanduan itu seperti apa. Dari hal itu, jika kita tidak melakukan monitoring maka kita tidak akan mengetahui perkembangan klien. Jadi itulah fungsi dari monitoring. Monitoring itu melihat bagaimana perkembangan klien.” Konselor tidak boleh mengabaikan segala tindak tanduk dari si klien. Jika konselor itu tidak peka, maka akan ada hal-hal yang akan membuat si klien akan menyakiti dirinya sendiri atau bisa mencoba untuk bunuh diri. Kata-kata pertama yang dilontarkan klien ketika dia mencoba mengancam konselor bahwa ia ingin bunuh diri itu janganlah diabaikan. Seringkali kita menganggap itu adalah hal yang bercanda dan itu adalah satu pandangan yang salah. Orang yang menjalani pemulihan adalah orang yang kesakitan. Jika konselor tidak melakukan monitoring, maka hal tersebut akan berakibat tidak baik dengan si klien. 97 Tujuan pemulihan adalah mengupayakan klien agar memiliki hidup yang berkualitas. Seorang klien yang telah selesai menjalani pemulihan bisa saja akan kembali menggunakan narkoba. Orang yang relapse itu bukanlah orang yang salah. Penggambarannya adalah seperti ada lubang di sebuah ruas jalan. Mungkin orang yang pertama kali melewati jalan itu, maka akan jatuh dan masuk ke lubang itu. Tetapi ketika seseorang itu melewati ruas jalan tersebut, maka tergantung pada pilihan dari orang tersebut apakah memilih untuk jatuh ke lubang yang sama atau memilih jalan yang lain. Jadi kita tidak boleh menyalahkan orang yang relapse. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut dan mampu untuk bangkit kembali. Ada orang yang jatuh ke lubang tersebut, dia bangun, dan dia melewati jalan tersebut maka dia akan putar balik supaya tidak jatuh ke lubang itu. Dan ada juga orang yang baru melewati jalan tersebut, dia melihat jalan itu dan dia langsung putar balik. Ada juga orang yang walaupun sudah melihat lubang itu berkali-kali dan dia tetap jatuh ke lubang yang sama. Jadi ada perilaku kompulsif. Berikut penuturannya: “Karena relapse memang bagian dari pemulihan. Adiksi ini adalah penyakit yang bersifat kompulsif. Jadi jika ada yang meragukan pemulihan ini maka kita harus kembali melihat perubahan perilaku pada klien sebelumnya. Selama ini kan orang hanya melihat dari bagian akhirnya saja, tetapi kita sebagai konselor yang baik harus memegang prinsip bahwa sekecil apapun perubahan perilaku maka itu tetaplah perubahan perilaku. Walaupun memang tujuan akhirnya adalah terbebas dari kecanduan narkoba.” 98 Konselor akan tetap menjaga hubungannya dengan klien sekalipun klien telah menyelesaikan programnya. Klien tersebut diharapkan tidak lepas kontak dengan lembaga yang ada. Program pemulihannya dilakukan dengan 3 bulan rawat inap dan 1 bulan rawat jalan. Berikut penuturannya: “Jadi jangan disangka bahwa program klien hanya rawat inap. Karena itu kita mengingatkan kepada klien agar tidak lepas kontak. Karena adambanyak kejadian yang si klien itu lepas kontak dengan konselor. Konselor sendiri berupaya untuk tidak melepaskan kontak. Tapi kembali lagi pada klien sendiri, ingin melakukan hal-hal apa saja.” Setiap orang melihat bahwa perubahan perilaku itu haruslah bisa tetap terbebas dari kecanduan narkoba. Sekecil apapun perubahan perilaku yang dilakukan oleh klien, itulah adalah perubahan perilaku. Itulah prinsip proses pemulihan. Mengenai konflik sesama klien itu macam-macam bentuknya. Jika ada konflik yang terjadi maka konselor akan berupaya memisahkan terlebih dahulu klien A dengan klien B. Karena biasanya suasana konflik akan membuat kondisi emosional menjadi tidak stabil. Konselor mencoba untuk memberikan masa tenang kepada mereka, dan berupaya untuk menciptakan suasana rumah yang lebih kondusif. Bilamana memang sudah tenang, maka konselor akan menarik klien yang sedang berkonflik satu persatu lalu selanjutnya akan melakukan konseling. Konselor akan melihat bagaimana peristiwa itu bisa terjadi. Jadi konselor akan membuat klien bercerita mengenai peristiwa itu kembali. 99 Theraputic Community TC bukanlah program tetapi kegiatan harian. Kegiatan harian di mana orang-orang yang ada dalam komunitas itu membantu orang lain yang ada di dalam komunitas itu. Caridinal rules yaitu No Drugs, No Sex, and No Violence dan itu bukan Theraputic Community. Program Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE adalah mengakomodir TC, tetapi tidak melakukan TC secara keseluruhan. Memang ada bagian dari TC yang dilakukan, misalnya dalam kesehariannya si konselor bisa memberikan reward atau penghargaan kepada klien. Jadi klien akan berpikir mengapa klien yang lain bisa mendapat penghargaan sedangkan yang lain lagi tidak mendapatnya. Proses berpikir inilah yang menjadi pembelajaran bagi klien tersebut. Dalam kegiatannya, Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE yang menganut TC yaitu pada pemberlakuan reward penghargaan dan punishment hukuman. TC ini sendiri diakomodir oleh Alkoholic Anonymous AA. Misalnya pemberian rokok sebagai bentuk penghargaan kepada kelompok. Pemberian penghargaan kepada kelompok itu haruslah didasari dari alasan konselor melakukannya itu. Konselor itu pasti memiliki pertimbangan atas pemberian penghargaan kepada kelompok tersebut. Kelompok tersebut tidak berbuat kegaduhan, menjalani program dengan baik, menjalani kegiatan dengan baik. Sekecil apapun perubahan yang dilakukan pasti diapresiasi oleh staf ataupun konselor. Begitupun dengan punishment atau hukuman. Konselor harus memahami alasan dari pemberian hukuman kepada klien. Misalnya, untuk klien yang berbohong. Jika ketahuan pertama kali, maka hal tersebut akan menjadi catatan bagi konselor. Jika ketahuan kedua 100 kalinya, maka konselor akan mencari tahu alasan klien berbohong. Jika ketahuan untuk ketiga kalinya, maka klien akan mendapatkan hukuman. Hukuman yang diberikan bukanlah hukuman yang sifatnya keras, tetapi konselor berusaha sebisa mungkin untuk memberikan hukuman yang lembut. Hukuman itu bisa berupa pengambilan kebutuhan, atau klien tidak bisa melakukan hubungan komunikasi melalui hp fasilitas kantor dengan keluarganya. Tidak serta merta hukuman itu harus bersifat keras. Karena konselor harus pilah pilih untuk seberapa bekerjanya hukuman ini bagi si klien. Berikut penuturannya: “Contohnya konfrontasi. Kita harus hati-hati dengan konfrontasi, karena jangan sampai konfontasi ini akan membuat klien menjadi down. Kan setiap orang beda-beda, ada orang yang rendah diri, ada orang yang percaya diri. Orang yang rendah diri tidak bisa dikonfrontasi secara keras. Pendekatan tradisional seperti itu tidak bisa. Tujuan untuk memberikan konfrontasi secara keras itu adalah bilamana seseorang itu mempunyai tembok. Tembok itulah yang harus dihancurkan. Dalam konfrontasi yang keras itu juga, konselor harus belajar. Jangan sampai konfrontasi itu menyimpang dari tujuan awalnya.” Kalau untuk masalah pribadi, maka itu akan menjadi ranahnya konselor dengan kliennya. Diharapkan tidak terjadi perpindahan konselor yang satu dengan yang lain terhadap si klien. Dalam kegiatan harian, staf yang lain juga boleh menindaklanjuti tentang kegiatan harian. Untuk konseling, lebih baik dilakukan oleh konselor pribadi dari si klien. Jangan sampai akhirnya klien menjadi bingung dan akhirnya itu malah tidak 101 membantu proses pemulihan klien, karena klien juga telah menyusun rencana pemulihannya sendiri. Para konselor juga sering melakukan konferensi kasus atas permasalahan terhadap klien. Dalam meeting staf sering kali terjadi konferensi kasus. Meeting staf bukan hanya membahas tentang bagaimana program Rumah Singgah Caritas PSE dapat berjalan, tetapi juga membahas tentang permasalahan klien. Bilamana memang dirasakan perlu untuk dibicarakan, maka konselor akan membawa hal itu untuk dibicarakan bersama. Karena para konselor adalah tim kerja, maka pertemuan tersebut bisa membantu konselor yang mungkin menemukan jalan buntu. Selain pertemuan staf, ada juga pertemuan resident klien yang sedang menjalani pemulihan. Berikut penuturannya: “Nah, kalo untuk meeting resident tujuannya adalah komunitas yang membantu komunitas itu sendiri. Jadi resident itu meminta waktu khusus untuk mengadakan pertemuan. Agar mereka bisa saling membantu dan saling menilai satu sama lain. Misalnya salah satu klien mengalami kemunduran dalam aktivitasnya sehari-hari maka klien yang lain akan memberikan teguran, konfrontasi, ataupun dukungan agar klien tersebut mengubah perilakunya. Pertemuan resident adalah sarana klien saling mengenal personal antara yang satu dengan yang lain. Melalui pertemuan ini, klien juga bisa belajar mengenai kelompok dan dinamikanya”. 102

5.2.3 Informan Utama I

Nama : JG Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempattanggal lahir : Belawan, 28 Oktober 1993 Usia : 21 Tahun Pekerjaan : Mandor Pelabuhan Agama : Kristen Protestan Alamat : Medan JG adalah seorang pekerja di salah satu pelabuhan yang ada di kota Medan. Sehari-harinya ia bertugas sebagai mandor pelabuhan tersebut. Sebagai seorang kepala yang memiliki banyak anggota, JG adalah orang yang berpengaruh. Ia dianggap memiliki kemampuan, kapasitas, dan potensi yang menyebabkan ia diangkat menjadi seorang mandor. Awal mula JG menggunakan narkoba ketika JG berada di Batam. JG merantau ke Batam, karena JG ingin menuntut ilmu di sana. JG masih duduk di bangku SMP ketika mulai bersentuhan dengan narkoba. JG tidak mengetahui narkoba itu seperti apa, dia diperkenalkan oleh temannya. Berikut penuturannya: “Dulu aku tidak mengetahui apa itu narkoba. Pertama, aku diajak oleh seorang teman aku ke rumah seseorang. Aku diberikan suatu barang narkoba-red yang aku tidak ketahui sebelumnya. Beberapa kali aku diajak dia, dan beberapa kali juga aku diberikan mencoba barang tersebut. Suatu hari, aku menginginkan barang itu lagi. Tetapi temanku itu tidak mau memberikan kepunyaannya. Aku pun 103 menanyakan bagaimana cara untuk mendapatkan barang itu. Setelah dia memberitahukannya, aku pun mulai menggunakan barang itu sendirian seterusnya.” Sebelum menggunakan narkoba, JG mengaku memiliki banyak teman. Namun, setelah menggunakan narkoba, JG mulai dijauhi teman- temannya. Teman-temannya menghindarinya karena merasa JG sering merasa sensitif, bertindak agresif, dan cenderung kasar. Akhirnya JG hanya berteman dengan sesama pengguna narkoba. JG mengkonsumsi narkoba jenis shabu-shabu semenjak dia berada di Batam. Penggunaan itu berlangsung sampai 12 tahun. JG juga pernah mengkonsumsi Distro, sejenis pil selama 3 tahun. Selanjutnya, JG juga pernah mengkonsumsi ganja selama1 tahun. Pemakaian berkepanjangan JG terhadap shabu-shabu karena JG merasa menyukai efek shabu-shabu tersebut. Efek yang dirasakannya adalah enjoy, lebih percaya diri dan lebih semangat lagi untuk melakukan sesuatu. Lingkungan rumah JG memiliki banyak pengedar narkoba. Di setiap gang yang ada di sekitar rumah JG pasti memiliki beberapa pengedar narkoba. Karena itu mayoritas masyarakat yang ada di daerah tersebut adalah pecandu. Daerah tempat tinggal JG juga memiliki beberapa tempat hiburan malam. Berikut penuturannya: “Pecandu banyak di dekat rumah. Pengedar narkoba juga banyak. Apalagi rumah dekat dengan diskotik, jadinya tiap malam nongkrong di situ terus.” Lambat laun, JG berubah menjadi seseorang yang apatis. Sifat dan pola pikirnya berubah. Selalu ingin mendapatkan uang dengan cara apapun, 104 selalu pulang larut malam malah sampai tidak pulang beberapa hari, mulai kasar dan tidak sopan kepada orang, suka menipu, dan suka meminjam uang orang lain tetapi tidak ingin membayar kembali. Berikut penuturannya: “Sebelum jadi pemakai, sifatku baik. Sama keluarga baik, setiap hari memperhatikan keluarga. Setelah jadi pemakai, semuanya gak diperhatikan lagi. Yang diperhatikan cuma diri sendiri saja. Yang dipikirkan cuma pompa dan pompa, pakek dan pakek, gak memikirkan keluarga, pasanganku, bahkan cita-citaku. Kekmana mencari uang pompa itu harus diusahakanlah, kalo gaada jadi galau. Sifat jelekku jadi muncul, pinjam uang mama, pinjam uang kantor, pinjam uang teman-teman, pinjam sama keluarga. Habis itu gak ingat buat balikannya. Kalo uda terima gaji, baru bisa bayar.” Semakin hari kelakuan JG semakin merajalela. Keluarga JG bosan dengan segala tingkah lakunya. Hubungan JG dengan keluarganya menjadi tidak harmoni. Kelakukan JG yang tidak pulang beberapa minggu malah membuat keluarga membiarkannya seperti itu. JG tidak dipedulikan lagi. Berikut penuturannya: “Kalo dulu sebelum menjadi pemakai, hidup lebih enak ya, sama keluarga tentram, sama cewek baik, sama adek baik. Setelah aku makek, semuanya itu berubah menjadi lebih hancurlah. Sama anggota di kerjaanku aku tidak dipercayai lagi, mama gak percaya, bapak gak percaya, adek dan kakak gak percaya, menganggap aku sampah. Asal datang ke rumah pasti dibiarkan aja karena uda gak pulang seminggu, pokoknya lebih hancurlah. Kalo dulu kalo sehari gak pulang, pasti uda ditelponin, ditanyain kabarnya.” 105 Keluarga JG yang tidak tahan dengan kelakuan JG melakukan perundingan keluarga. Keluarga sepakat untuk memasukkan JG ke panti rehabilitasi. Seluruh anggota keluarga JG menasehati dan membujuk JG. JG yang merasa lelah juga dengan pola hidupnya menyetujui usul keluarga dan mengikuti kemauan keluarga. Akhirnya JG menjalani pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. Awalnya JG merasa takut dengan orang-orang yang ada di Recovery Center. JG menjadi pendiam di dua minggu awal kedatangannya. JG pun mendapatkan satu orang konselor yang akan menjadi pendamping selama menjalani masa pemulihan. JG jarang melakukan konseling karena JG tidak bisa terlalu bercerita banyak kepada orang lain. JG yang mulanya pendiam lambat laun mengalami perubahan dalam hidupnya. Tetapi JG suka berbagi tentang rencana pemulihannya kepada para pendatang baru yang juga mengalami pemulihan. Selama JG menjalani proses pemulihan di panti rehabilitasi, JG merasa sudah menjadi lebih baik lagi. “Selama saya berada di rehabilitasi ini, saya mengalami banyak yang positif. Saya semakin makin gemuk, semakin dewasa, pola pikirku menjadi lebih baik. Saya juga sudah bisa berbicara dengan ayah saya. Padahal sebelumnya sudah lima bulan saya tidak berbicara dengan ayah saya karena saya mengkonsumsi narkoba. Sewaktu saya menjalani pemuliahn di sini rehabilitasi-red, orang tua saya datang menjenguk. Saya langsung minta maaf kepada mereka. Dan akhirnya saya pun bisa berbicara dengan ayah saya.” 106 Setiap harinya, perkembangan JG berubah menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan perubahan karakter JG yang lebih sopan. Pola hidupnya lebih teratur. JG juga terlibat aktif dalam setiap sesi yang dilaksanakan. Malahan JG juga pernah diajak ikut penyuluhan oleh salah satu staf untuk memberikan testimoni terkait pemulihan dirinya. JG berharap setelah JG selesai menjalani program pemulihan, maka JG akan bisa melanjutkan hidupnya ke arah yang lebih baik. JG ingin melanjutkan cita-citanya yaitu menempuh pendidikan di sekolah pelayaran. JG tidak ingin kembali menggunakan narkoba karena JG tidak ingin mendapatkan kehidupan yang buruk lagi.

5.2.4 Informan Utama II

Nama : DC Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempattanggal lahir : Aek Nabara, 6 Juni 1979 Usia : 34 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Labuhan Batu DC adalah seorang pekerja di sebuah bank yang ada di Labuhan Batu. DC termasuk orang yang bertanggung jawab dan cukup dihormati oleh temannnya. DC memiliki anggota-anggota yang membantunya dalam menyelesaikan pekerjaannya. 107 Karena pernah tertangkap basah sedang menggunakan narkoba di kantor, maka DC langsung dipecat. Setelah DC tidak bekerja di bank tersebut lagi, DC pun berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain. DC pun mulai berdagang dengan temannya. DC sudah lama menjadi seorang pecandu alkohol. DC mulai mengkonsumsi alkohol sejak 10 tahun yang lalu saat DC masih duduk di bangku SMA. Awal tahun 2013-an, DC mulai menggunakan narkoba. Jenis narkoba yang digunakan adalah shabu. DC diajak temannya untuk menggunakan narkoba. Pertama kali, DC tidak suka dengan pemakaian shabu. Berikut penuturannya: “Kenikmatan pertama tidak ada. Kata teman, pakai aja dulu nanti lama-lama baru terasa. Gak fly shabu ini, cuma semangat aja kita dibuatnya. Pikiran enak dan badan enak dibuatnya” DC yang tidak suka dengan efek shabu ketika menggunakannya pertama kali tersebut pun tidak ingin mengunakannya lagi. Namun, teman- teman DC berusaha membujuk DC untuk ikut bergabung dengan teman- temannya menggunakan shabu. DC pun menjadi tertarik dan menuruti kemauan teman-temannya. DC pun mulai merasakan kecanduannnya. Efek shabu mulai dirasakan DC setelah pemakaiannya di minggu ketiga. Badan menjadi gelisah, dan otak selalu sibuk memikirkan bagaimana cara untuk mengolah orang lain. Lingkungan tempat tinggal DC memiliki bandar narkoba sebanyak 5 orang. Oleh sebab itu, mayoritas penduduk yang menempati daerah tempat tinggal DC adalah pecandu narkoba. DC tidak pernah ke tempat hiburan 108 malam, karena daerah tempat tinggalnya tidak memiliki tempat hiburan malam. DC memilih salah satu tempat yang dijadikan DC dan teman-teman pecandu-nya untuk menjadi tempat mereka. Ketika DC tidak memiliki cukup uang untuk membeli narkoba, maka DC akan berusaha menjadi teman sharing lain untuk membeli narkoba bersama-sama. Berikut penuturannya: “Kalau saya tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli narkoba, maka saya akan mencari ck cari kawan-red untuk saling berbagi narkoba. Saya dan teman ck saya tersebut akan membeli narkoba dengan uang yang kami miliki, lalu kami akan menggunakannya bersama-sama.” Ketika DC menjadi pecandu, maka DC selalu berpikir untuk mengolah orang lain. Artinya adalah DC selalu berusaha melakukan manipulasi terhadap orang lain sehingga ia akan selalu mendapatkan cara untuk memperoleh uang. Uang yang diperoleh tersebut akan digunakan memenuhi hasratnya untuk menggunakan narkoba. Awalnya, DC memiliki hubungan yang baik dengan istrinya. Tetapi, ketika DC sudah menjadi pengguna narkoba maka hubungan DC dengan istrinya menjadi rusak. DC sering marah-marah tanpa ada alasan yang jelas, jarang pulang ke rumah, semakin sulit untuk diajak berkompromi, dan lain sebagainya. Istri DC yang merasakan perubahan yang terjadi pada diri DC pun akhirnya memberitahukan hal tersebut kepada orang tua DC. Berikut penuturannya: “Sewaktu saya menjadi pencandu, keseharian saya adalah jarang pulang ke rumah. Istri saya selalu tahu kalau ada yang tidak beres 109 dengan kelakuan saya. Karena itu dia istri saya-red selalu memarahi saya dan bertanya-tanya kepada saya. Hal ini berlangsung cukup lama. Dia pun memutuskan memberitahukan kelakuan saya kepada orang tua saya.” Sebelumnya orang tua DC sudah mengetahui informasi tentang narkoba. Orang tua DC pun berusaha mencari tahu tentang aktivitas yang dilakukan DC pada saat tidak berada di rumah. Orang tua DC berusaha mencari kebenaran tentang pengaduan istri DC dari orang lain. Ketika mengetahui bahwa DC terbukti mengkonsumsi narkoba, maka DC pun mengalami persidangan keluarga. Berikut penuturannya: “Orang tua saya mengetahui saya memakai narkoba dari tetangga saya. Ditambah dengan aduan istri saya, maka orang tua saya pun langsung membuat persidangan keluarga.” Mengetahui DC menggunakan narkoba, keluarga DC langsung melakukan persidangan keluarga untuk meminta pengakuan dari DC. Awalnya DC masih berbohong dan marah karena merasa dituduh melakukan hal itu. Tetapi karena keluarga bisa menunjukkan bukti-bukti tentang aktivitas DC tersebut, maka DC tidak bisa mengelak lagi. DC pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Berikut penuturannya: “Saya pernah mengalami tiga kali sidang keluarga. Pertama kali ketika saya ketahuan memakai narkoba, saya berjanji untuk tidak menggunakan narkoba. Janji itu hanya bertahan sampai sebulan. Bulan berikutnya saya kembali ke pola kehidupan pecandu saya. Istri saya yang sudah mengetahui bahwa saya sudah berbeda lagi pun akhirnya mengadukan saya kepada orang tua saya. Saya pun kembali 110 mengalami persidangan keluarga. Untuk kedua kalinya, saya berjanji tidak akan mengulangi hal tersebut. Namun, janji itu hanya bertahan sampai sebulan saja. Akhirnya saya pun mengalami persidangan keluarga yang ketiga. Hasilnya adalah saya harus mengikuti permintaan keluarga untuk menjalani proses rehabilitasi”. DC memiliki seorang sepupu yang berprofesi sebagai polisi. DC pun mengalami intervensi dari keluarga yang langsung membawa DC ke BNN yang beralamat di Jalan Pancing. Awalnya DC menolak keras aksi dari keluarganya tersebut. Tetapi karena sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, maka DC hanya mengikuti kemauan keluarga saja. Ternyata DC memiliki ketakutan tersendiri mengenai panti rehabilitasi. DC merasa keamanannya akan terancam jika dia menjalani pemulihan. Pihak BNN pun menunjuk Rumah Singgah Caritas PSE sebagai tempat dimana DC akan menjalani proses rehabilitasi. Atas desakan keluarga, akhirnya DC mau menjalani pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. DC memiliki salah seorang konselor yang akan memberikan pelayanan konseling kepada DC. DC mengakui bahwasannya DC suka menjalani sesi konseling. Karena melalui konseling, DC dapat mengeluarkan uneg-unegnya, dapat merasakan bimbingan psikologis yang diberikan konselornya, serta merencanakan pemulihan yang sedang dijalaninya. DC juga merasa bisa mendapat penguatan terhadap sugesti yang dirasakan DC. Hal ini diterima DC melalui sesi konselingnya dengan konselor maupun sesi konselingnya dengan sesama resident. DC bisa lebih meningkatkan percaya diri untuk berbagi dengan orang lain. 111 Perubahan yang dirasakan oleh DC mulai terasa menjelang pemulihannya yang sudah berlangsung dua bulan. DC sudah bisa berpikir secara jernih, memandang suatu hal dari sisi positifnya, dan mulai bisa memikirkan rencana jangka panjangnya. Malahan DC sudah berkomitmen untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Berikut penuturannya: “Bedanya adalah kalau dulu saya adalah seorang pecandu, kalau sekarang saya adalah mantan pecandu. Saya akan menjadi mantan pecandu seumur hidup saya.”

5.2.5 Informan Utama III

Nama : DW Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempattanggal lahir : Kisaran, 24 Desember 1984 Usia : 30 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Islam Alamat : Kisaran DW adalah seorang pedagang. Kesehariannya adalah membantu usaha orang tuanya untuk berdagang. Sebagai anak laki-laki satu-satunya, DW tinggal dengan orang tuanya. Sebelumnya DW tinggal dengan istri dan anaknya. DW memang sudah menikah dan mempunyai seorang anak perempuan. Awalnya pernikahan DW berjalan dengan lancar, tetapi karena sang istri yang terlalu banyak menuntut kepada DW membuat pertengkaran sering terjadi di rumah tangga mereka. Akhirnya istri DW memilih pergi dari rumah mereka dengan 112 membawa anak mereka. DW pun kembali ke rumah orang tuanya dan tinggal di rumah orang tuanya. Yang menyebabkan DW mengkonsumsi narkoba adalah kesepian. Sebelumnya DW sudah berhenti dari pemakaian narkoba. Tetapi karena ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan, akhirnya DW kembali menggunakan narkoba. DW sudah menjadi pecandu sejak duduk di bangku SMA. Kesepian juga menjadi salah satu alasan DW menggunakan narkoba. DW mengaku tidak memiliki teman-teman. Berikut penuturannya: “Dulu ketika saya belum menggunakan narkoba, saya tidak suka dengan teman-teman saya. Karena mereka memiliki syarat-syarat dalam berteman. Yah, banyak pertimbangannyalah dibandingkan teman-teman pecandu.” DW mengetahui apa itu narkoba, tetapi tidak memahami dampak yang diakibatkan oleh penggunaan narkoba untuk jangka panjang. Tetapi DW bisa memiliki teman-teman karena DW menjadi pengguna narkoba. DW pun memutuskan untuk mencoba memakai narkoba. Berikut penuturannya: “Sebenarnya banyak pertimbangannya sih karena hanya sesama pecandu yang saling mengerti, yang tidak akan memberikan stigma dan diskriminasi terhadap satu sama lain. Yang mengajak saya pake narkoba pastinya temanlah, teman sepergaulan, teman sebaya, teman-teman di dekat rumah. Saya tidak punya teman yang bukan pecandu.” Pertengahan tahun 2002, DW menggunakan alkohol. Apalagi ketika menggunakannya, DW masih berusia sekolah. DW kelas 2 SMA. Ada juga 113 teman SMA DW yang masih berteman sampai sekarang, dan menjadi teman join DW kalau sedang menggunakan narkoba. DW mengaku bahwa DW selalu merasa kesepian sejak SMA. Narkoba yang dikonsumsi DW adalah ganja dan shabu-shabu. Pemakaiannya digunakan bergantian. Berikut penuturannya: “Setelah pake pake shabu, setelah pake shabu pake ganja lagi, begitulah. Ganja ini kan menetralisir, karena kalo pake shabu pasti gak bisa tidur.” DW tidak mendapatkan kenikmatan ketika menggunakan narkoba untuk pertama kali. Hal pertama yang dirasakan DW adalah rasa sakit seperti pusing, mual, mau muntah, dan lain-lain. Kenikmatan baru dirasakan DW setelah pemakaian yang kelima. Lama-kelamaan, DW tidak mendapatkan nikmat dari pemakaian narkoba tersebut. Tetapi DW tidak bisa berhenti menggunakannya. Karena ada kenikmatan sendiri yang dirasakan DW ketika dia merakit bong yang akan digunakannya untuk menggunakan shabu. Berikut penuturannya: “Cuma ritualnya itu aja yang seru buat dirasain. Seperti kita merakit bong, di situlah baru terasa nikmatnya. Ini jadi kayak spiritual aku. Inilah yang jadi pola di otakku. Apalagi saat melihat pecandu lainnya merakit bong, itulah yang menjadi sugest buatku.” DW menjadi pecandu narkoba semenjak tahun 2002 hingga tahun 2011. Lalu dari tahun 2008 sampai 2011, DW berkenalan dengan istrinya dan mencoba menjalin hubungan yang baik. Dari istrinya tersebut DW mulai belajar meninggalkan narkoba. Istrinya tersebut pun mendukung DW untuk segala hal yang dilakukan DW. DW yang merasa mendapat dukungan dari 114 istrinya tersebut pun berhasil lepas dari kecanduannya. Dari 2011 - pertengahan 2014, DW pun bersih dari narkoba dan sudah berhenti dari kcanduannya. DW pun menjalin hubungan pernikahan dengan sang istri. Tetapi, istri DW mulai banyak menuntut DW untuk mendapatkan uang lebih lagi. Pertengkaran demi pertengkaran pun akhirnya terjadi. Istri DW pun pergi meninggalkan DW. DW dan istrinya hidup terpisah dan tinggal di rumah orang tuanya masing-masing. Daerah tempat tinggal DW adalah daerah yang tidak aman karena banyak ditemukan adanya pecandu narkoba di daerah itu. Namun, keluarga DW tidak memiliki sejarah dengan keterkaitan terhadap narkoba. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya yang tidak mengetahui kalau DW adalah seorang pecandu narkoba. Banyak yang terkejut dan bertanya-tanya mengapa DW bisa ditangkap polisi, dan dibawa ke panti rehabilitasi. Tetapi daerah tempat tinggal DW memiliki banyak bandar narkoba. Tingkat kejahatan juga sering terjadi di daerah tempat tinggal DW. DW yang tinggal di daerah perkebunan mengatakan bahwa banyak orang yang melakukan pencurian di perkebunan-perkebunan yang ada. Berikut penuturannya: “Kalau pengedar narkoba di dekat rumahku banyaklah. Lebih dari lima belas yang ada. Karena bukan hanya bandar shabu aja kan,bandar ganja juga banyak” Daerah tempat tinggal DW tidak memiliki tempat hiburan malam. Jika ingin pergi ke diskotik atau café sejenisnya, maka DW harus pergi ke kota. Jika sudah sampai di kota, maka akan banyak ditemukan tempat hiburan 115 malam, Jarak tempuhnya adalah 30-45 menit dengan menggunakan sepeda motor. Hubungan DW dengan keluarga lambat laun mulai rusak. DW sering terlibat pertengkaran dengan ayahnya. Bahkan hubungan DW dengan ayahnya sudah seperti kucing dan tikus. Jika ayahnya ada di rumah, maka DW akan pergi dari rumah. Begitu pun jika DW ada di rumah, maka ayahnya akan pergi dari rumah. Hal inilah yang membuat DW tidak betah di rumah. Ayahnya selalu menyalahkan sang ibu atas segala perbuatan yang dilakukan oleh DW. Pertengkaran pun sering terjadi antara ayah dan ibunya. Ibu DW selalu membela DW. DW yang kesal langsung pergi dari rumah dan memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dalam jangka waktu yang panjang. Hubungan DW dengan saudara perempuannya kakak juga tidak harmonis. Karena kakak DW tidak suka dengan segala tingkah laku DW yang membuat orang tua mereka bertengkar. DW juga selalu memprotes jika DW tidak berkelakukan baik, misalnya apabila DW tidak bekerja, dan lain-lain. Kakak DW akan mengadukan hal tersebut kepada sang ayah. Hal ini yang membuat ayah DW selalu marah kepada DW. Orang tua DW mengetahui DW menjadi seorang pengguna narkoba ketika DW tertangkap. DW tertangkap di rumah seorang bandar narkoba. Tepatnya pukul 03.00 DW tertangkap, orang tuanya langsung menemui DW di BNN Kisaran. Mengetahui orang tuanya datang ke BNN Kisaran, DW merasa kehidupannya sudah hancur. Apalagi melihat hati ibunya yang merasa tersakiti. Keluarga lain yang mengetahui DW tertangkap merasa shock. 116 Karena tidak ada yang menyangka bahwa DW adalah seorang pecandu narkoba. DW pun mendekam di BNN sekitar 2 minggu. Namun, akhirnya DW dibawa ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE untuk menjalani pemulihan. Pak Yudi, salah seorang pegawai BNN menyarankan kepada DW dan keluarganya agar DW menjalani pemulihan di salah satu pusat rehabilitasi. Akhirnya DW di rehabilitasi selama tiga bulan lamanya. Awalnya DW merasa takut dengan usul tentang dirinya yang akan direhabilitasi. Tetapi karena tidak memiliki alasan yang masuk akal, akhirnya DW pun menyerah dan setuju untuk melakukannya. Masa pemulihan yang dijalani DW membuat DW bisa berpikir dengan lebih baik. DW sering melakukan konseling dengan konselornya. DW memang orang yang tidak bisa cepat bersosialisasi dengan orang lain. DW merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan konseling. DW selalu menyendiri, suka berada di kamar, dan menghabiskan waktunya dengan menulis. DW memang sulit berbagi dengan orang lain, karena DW memang tertutup kepada semua orang, termasuk orang tuanya sendiri. Lama-kelamaan DW merasakan manfaat pemulihan yang terjadi pada dirinya. Dari segi fisik, DW mengalami penambahan berat badan. Bobot DW naik 7 kg dari semenjak kedatangannya pertama kali. DW juga bisa menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya dulu. DW mengaku bahwasannya dia salah karena telah menggunakan narkoba sebagai pelariannya. 117 “Kalo menurut aku, bukan pembenaran ini ya, tetapi aku memang menggunakan narkoba untuk pelarian masalah-masalahku. Bukan karena narkoba, aku jadi bermasalah tetapi narkobalah yang jadi pelarianku dulu. Kalo setiap orang kan beda-beda alasan pemakaiannya.” DW juga menghabiskan waktu dengan sholat. DW sudah sering sholat lima waktu. Meskipun tidaklah rutin, tetapi DW mencoba untuk fokus untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Secara emosional, DW merasa terjadi perubahan pada diri DW. Kemarahan DW tidak lagi mudah tersulut. DW bisa mengatur emosinya dengan lebih baik. Setelah selesai menjalani masa pemulihan, DW telah menyusun rencana untuk melanjutkan hidupnya. DW berharap untuk tidak lagi menggunakan narkoba. DW ingin menebus kesalahannya dengan orang tua. Pertama-tama DW mau meminta maaf kepada orang tua. Kedua, DW ingin mengembangkan usaha dagangnya kembali. Dan DW ingin mencoba membina hubungan rumah tangga kembali dengan istrinya.

5.2.6 lnforman Tambahan I

Nama : AS Jenis Kelamin : Laki-Laki Tempattanggal lahir : Medan, 11 Januari 1984 Usia : 31 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Kristen Protestan Alamat : Medan 118 AS adalah seorang pekerja yang tidak tetap. Sekitar tahun 2000-an, AS merantau ke Bandung. Di sana AS mulai bersentuhan dengan narkoba. AS sudah mengetahui informasi tentang narkoba bahwa narkoba bisa membuat fly, tetapi AS merasa penasaran dan ingin mencobanya. “Karena saya ingin tahu dan penasaran dengan teman-teman saya. Jadi saya ikut-ikutan. Sebelumnya saya sudah mengetahui apa itu narkoba tetapi hanya sebatas nama dan jenisnya saja. Bagaimana efeknya kepada saya, atau bagaimana saya bisa menjadi kecanduan itu tidak saya ketahui.” Yang pertama kali mengenalkan AS dengan narkoba adalah temannya. Itu pun karena AS yang memang memiliki rasa ingin tahu yang besar, memiliki rasa penasaran sehingga AS pun meminta kepada temannya untuk memberikan narkoba kepadanya. “Kalo teman-teman pecandu, sebelum aku menjalani rehabilitasi pasti dekatlah. Apalagi kan kami memang sama-sama pecandu. Ketemunya bisa setiap hari, karena hampir setiap hari kami menggunakan narkoba. Tetapi sesudah aku menjalani rehabilitasi, kami sudah jarang bertemu. Aku yang membuat batasan itu karena aku gak mau jadi pecandu lagi.” Hubungan AS dengan teman-teman yang bukan pecandu masih seperti biasa. Bahkan hubungan AS dengan teman-temannya tersebut sebelum dan sesudah menjalani rehabilitasi pun masih sama seperti dahulu. Narkoba yang digunakan AS adalah shabu, ganja, dan ekstasi. Pertama kali menggunakannya adalah pada awal tahun 2000-an. AS menjalani program pemulihan di Recovery Center Rumah Singgah Caritas 119 PSE selama tiga bulan untuk rawat inap, dan menjalani satu bulan untuk rawat jalan. Kenikmatan yang dirasakan AS saat pertama kali menggunakan narkoba adalah tenang, pikiran terasa damai, euphoria meningkat, dan selalu merasa senang. “Kalo misalnya shabu-shabu, efeknya adalah lebih semangat, jadi lebih energik, dan benar-benar menikmati hidup. Bisa membuat rasa senang serta bisa menjadi lebih dan lebih lagi. Kalo ganja, efeknya adalah bisa membuat aku tidur. Kalo uda gak bisa tidur, maka aku pake ganja.” Sebelumnya, tempat tinggal AS adalah tempat yang tidak aman. Karena sangat mudah untuk menemukan pengedar narkoba. Jumlah pecandu memang banyak jumlahnya, karena itu AS memiliki banyak teman yang berasal dari kalangan pecandu. Tetapi, sekarang tempat tinggal AS adalah daerah yang aman. Karena AS tidak pernah menemukan adanya pecandu di daerah rumahnya tersebut. Hanya saja daerah tempat tinggal AS yang sekarang memiliki akses untuk menuju tempat hiburan malam. Sebelumnya, hubungan yang terjadi pada keluarga dan AS adalah baik. AS adalah anak bungsu dalam keluarga AS. AS sangat dekat dengan ibunya. Hal ini bisa dibuktikan dari intensitas percakapan yang terjadi ketika AS sedang merantau ke Bandung. Berikut penuturannya: “Aku paling dekat dengan mama. Kan memang aku anak paling kecil, jadinya permintaanku selalu dipenuhi mama. Pokoknya baiklah 120 keluargaku denganku. Dulu aja waktu aku merantau, hampir setiap hari aku menelepon mamaku.” Setelah AS menjadi seorang pecandu narkoba, hubungan tersebut mulai rusak. AS menjadi sering beradu pendapat dengan abangnya, meskipun abang dan kakak AS sudah menikah dan tidak tinggal serumah dengan AS dan Ibunya. Ibu AS selalu mengadukan perilaku AS yang mulai tidak peduli dengan semua perkataan orang tuanya kepada abang dan kakaknya. Walaupun AS telah setelah selesai menjalani pemulihan, hubungan AS dengan abangnya masih seperti biasa. Hubungan AS dan abangnya belum berubah seperti sebelum AS menjadi seorang pecandu. AS berpikir bahwasannya nanti hal tersebut akan berubah seiring waktu yang berjalan. Sewaktu masih menjadi pengguna narkoba, AS adalah orang yang kasar. Ibunya sewaktu-waktu menyuruh kakaknya AS untuk datang dan melihat perilaku AS. Akhirnya perbuatan AS yang menggunakan narkoba ketahuan oleh kakaknya. Sewaktu kakaknya AS ingin membersihkan kamar AS, kakaknya menemukan alat penghisap narkoba di bawah tempat tidur AS. Berikut penuturannya: “Aku pernah ketahuan punya bong alat hisap narkoba. Dulu barang tersebut pernah ketinggalan di kamar. Yang pertama kali tahu adalah kakak yang suatu saat berkunjung ke rumah mama. Aku langsung ditanyai dan langsung mengaku saat itu juga.” Reaksi keluarga ketika pertama kali mengetahui hal tersebut adalah kaget shock, sedih, dan kecewa. Apalagi ibu korban yang tidak bisa menerima bahwa AS menggunakan narkoba. Keluarga pun akhirnya berdiskusi untuk membawa AS menjalani proses rehabilitasi. 121 Setelah ketahuan memiliki alat penghisap narkoba tersebut dan ketahuan menggunakan narkoba, orang tua minta bantuan kepada kakak AS. Kebetulan suami kakak AS memiliki saudara yang juga merupakan mantan pecandu narkoba. Setelah itu, keluarga AS berdiskusi dengan adik ipar dari kakaknya AS. Dia menyarankan keluarga untuk membawa AS ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, karena dia mengenal beberapa staf yang bekerja di sana. AS pun sepakat untuk menjalani proses pemulihan. Selama proses pemulihan, AS merasakan efek yang baik. AS jarang melakukan konseling, karena AS memang tidak terlalu membutuhkan konseling dengan konselor. “Fisikku baik karena berat badanku naik 5 kg. Mental oke, karena dulu mental aku mudah terikut-ikut. Kalo sekarang, aku bisa mengatakan tidak pada hal-hal yang tidak baik. Perubahan emosional tidak terlalu jauh karena aku juga bukan orang yang meledak-ledak. Hanya saja aku tidak lagi menggunakan kata-kata kasar.” Peran konselor bagi AS adalah menjadi pembimbing bagi AS selama AS menjalani proses pemulihan. Biasanya konselor bisa memberikan wejangan-wejangan, nasihat, dukungan kepada AS. Konselor juga mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh AS yang terkait dengan pemulihan. Hubungan AS dengan konselornya tetap berlangsung baik, meskipun jalinan komunikasi tidaklah serutin ketika AS masih menjalani proses pemulihan. Berikut penuturannya: “Aku belum terlalu merasakan fungsi yang diharapkan. Aku sih berharap aku bisa punya pembimbing meskipun aku sudah selesai 122 menjalani pemulihan. Mungkin karena faktor kesibukan aja, jadinya sudah jarang berkomunikasi. Tetapi kalo aku datang meminta waktu untuk konseling, konselorku masih menyempatkan waktu. Aku juga pernah chatting dengan konselor dan masih ditanggapi juga. Tapi ya begitulah, kami memang gak bisa konseling rutin kayak aku dulu masih di rehab.” Pada awalnya, AS masih memprioritaskan pemulihan sebagai hal yang utama. AS sering mengunjungi Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. Namun lambat laun, AS merasa bahwasannya banyak yang terhambat ketika AS terlalu sering datang ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. Berikut penuturannya: “Aku malah gak ngelakuin apa-apa, dan sekarang aku sudah mencoba melakukan pekerjaan aku sebaik-baiknya. Ketika aku membutuhkan bantuan pemulihan barulah aku akan kembali ke sana.” AS berharap ke depannya AS tetap mampu menjalankan pemulihan, dalam artian bukan berarti hanya sebatas tidak menggunakan narkoba tetapi bisa menjadi seorang manusia yang bisa membantu orang lain. Berikut penuturannya: “Apa yang sudah aku dapat dari Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE memang bisa aku gunain di kehidupan sebenarnya. Misalnya saat mengatasi sugest dari hotspot atau berada pada lokasi- lokasi yang panas. Aku bisa tahu apa yang harus aku lakukan. Kuharap aku bisa menerapkan apa yang sudah aku dapat di kehidupan luar. Selama ini aku takut, mau ke mana-mana selalu 123 takut, mau ketemu kawan aja pun aku takut. Sekarang sih aku gak takut. Tetap waspada aja tapi uda gak takut. Kan sekarang uda punya pengetahuan lain.” Yang menjadi pedoman AS tetap menjalankan pemulihan adalah NA Narcotic Anonymous. AS ingin selalu berusaha mendapatkan hidup yang lebih baik. Berikut penuturannya: “Selama aku menjadi pecandu aktif, banyak yang berantakan dalam hidupku. Aku ingin mengubahnya biar hidupku baik, dan berharap hasilnya baik juga.”

5.2.7 Informan Tambahan II

Nama : MH Jenis Kelamin : Perempuan Tempattanggal lahir : Medan, 29 Agustus 1957 Usia : 58 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Agama : Kristen Protestan Alamat : Medan MH adalah seorang ibu rumah tangga. Sebagai single parent, MH masih tinggal dengan anak bungsunya yaitu AS. Kedua anaknya sudah menikah dan tinggal masing-masing dengan keluarganya. Ketika pertama kali mengetahui anaknya AS menggunakan narkoba, tentulah hati MH sebagai orang tua menjadi hancur. MH merasa sudah gagal 124 mendidik AS. MH tidak pernah menyangka bahwa anaknya akan menjadi seorang pecandu narkoba. Berikut penuturannya: “Aku gak nyangka kalau dia itu uda pake narkoba. Memang dia uda makin kasar, gak pedulian, dan susah buat dibilangin. Semua orang dilawannya, satu orang pun gak ada didengarkannya. Namanya orang tua pastilah kecewa dan marah kalau tahu anaknya uda pake narkoba.” Sebelumnya, MH sudah mengetahui apa itu narkoba. MH memang suka menonton televisi dan membaca koran. Mengetahui anaknya sudah menjadi seorang pecandu narkoba, MH memutuskan untuk memasukkan AS ke pusat rehabilitasi. MH tidak ingin orang lain mengetahui bahwasannya AS adalah seorang pecandu narkoba. MH pun berdiskusi dengan abang dan kakak AS mengenai hal tersebut. Kakak AS adalah orang pertama yang menemukan bong alat penghisap shabu di kamar AS. Berdasarkan diskusi keluarga, MH pun mengetahui bahwasannya salah satu adik dari suami kakaknya AS juga seorang pecandu narkoba. MH pun menyuruh kakaknya AS untuk bertanya mengenai panti rehabilitasi yang ada di Medan. Keluarga membujuk AS untuk berhenti dari pemakaian narkobanya. Keluarga juga menyarankan kepada AS untuk mau menjalani rehabilitasi. AS mau menjalani rehabilitasi tetapi syaratnya adalah AS harus melihat terlebih dahulu bagaimana tempat rehabilitasi yang akan dimasukinya. Bersama dengan Andreas, AS pun setuju untuk berkunjung ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. 125 Setelah melihat langsung bagaimana keadaan Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE, AS pun setuju untuk menjalani masa pemulihan. AS juga sudah berkenalan dengan beberapa resident sebelumnya dan melihat langsung aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para resident. MH pun mengantar AS ke Recovery Center. MH pun membayar kontribusi sebanyak Rp 1.500.000 untuk setiap bulannya. Selama tiga puluh hari pertama, MH tidak diperbolehkan untuk melihat AS. Bahkan untuk berkomunikasi sekali pun harus melalui perantara konselor AS. Setelah AS sudah menjalani masa pemulihan selama tiga puluh hari, maka MH pun datang mengunjungi AS. Selama AS menjalani pemulihan, MH sebagai orang tuanya selalu merasa khawatir. Karena itu diawal perjumpaan MH dengan salah satu konselor yang ada, MH meminta kepada konselor untuk membantu anaknya supaya cepat pulih. MH sering berhubungan dengan konselor AS. Melalui komunikasi yang dibangun itulah MH mendapat informasi mengenai kelakuan AS selama menjalani masa pemulihan. Konselor juga selalu menelepon MH untuk memberitahukan perkembang yang dimiliki AS terkait dengan pemulihannya. Selain itu, MH juga sering melakukan kunjungan keluarga ke Recovery Center. Dalam waktu satu bulan pertama, MH tidak bisa bertemu dengan anaknya karena pada masa itu AS sedang memasuki masa adaptasi. Untuk bulan keduanya, AS sudah bisa dikunjungi. MH sering berkunjung untuk bertemu dengan anaknya dan melihat langsung perkembangan anaknya. MH juga sering berkunjung untuk bertemu dengan konselor AS untuk melakukan konseling keluarga. 126 Dalam rentang waktu seminggu, MH akan berkunjung sebanyak satu atau dua kali kunjungan. Hanya keluarga inti saja yang mengetahui bahwa AS sedang menjalani masa pemulihan. Hanya abang dan kakaknya saja yang mengetahui ataupun keluarga yang dekat saja. Alasannya adalah MH merasa bahwa kelakuan AS tidak baik untuk diberitahukan kepada yang lain. Menurut MH, ada banyak manfaat yang didapat oleh AS setelah selesai menjalani pemulihan. MH melihat AS telah berhenti dari kegiatan merokoknya. AS juga lebih mudah untuk diberikan saran, lebih menerima kritikan orang lain, sudah sopan kepada yang lebih tua, dan lainnya. Menurut MH, fungsi konselor adalah memberitahukan apa buruknya pemakaian narkoba, apa akibat dari pemakaian narkoba, dan lain sebagainya. Berikut penuturannya: “Fungsi konselor adalah untuk memberitahu apa saja buruknya kalo pake narkoba, apa akibatnya kalo pake narkoba, dan lainnya.” MH masih mengizinkan AS untuk berkunjung ke Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE. MH menganggap bahwa Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE adalah tempat yang aman bagi AS. Selain AS memiliki teman baru yang bisa saling mendukung dan memotivasi, MH juga memiliki staf-staf Recovery Center yang bisa mendukung keberlangsungan pemulihan yang dijalanioleh AS. Menurut MH, perawatan dan pemulihan yang ada di Recovery Center Rumah Singgah Caritas sudah baik. Mungkin yang perlu ditambahkan adalah waktu yang diperlukan pecandu untuk melakukan pemulihan. Karena MH merasa bahwa semakin lama anaknya menjalani masa pemulihan, maka akan 127 semakin baik dirinya ketika berada di dunia luar rehabilitasi. Berikut penuturannya: “Harapamya semoga lebih bgus. Misalnya walaupun sudah keluar, maunya mereka bisa bisa bergabung di sana mau ngapain kek. Karena orang tua kecewa kalo anaknya bisa kembali lagi menggunakan narkonba. Maunya mereka dikasih kepercayaan ntah ngapain kek. Jadi bukan hanya kalo kita rehab, setelesah selesai rehab maunya dibuatlah kegiatan lain buat mereka, jadi tidak sia-sia tiga bulan di sana.” MH mengatakan bahwa AS bukan anak-anak lagi, jadi MH menyerahkan segala keputusan ada pada AS. MH merasa bahwa AS sudah mengetahui buruknya menjadi seorang pecandu narkoba. MH berharap agar AS bisa menjadi anak yang lebih baik lagi dalam segala hal.

5.3. Analisis Data

Kasus penyalahgunaan narkoba meningkat dengan cepat di Indonesia, meskipun pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai upaya. Penyalahgunaan narkoba memang sulit diberantas. Yang dapat dilakukan adalah mencegah dan mengendalikan agar masalahnya tidak meluas dan merugikan masa depan bangsa, karena merosotnya kualitas sumber daya manusia. Semakin hari, angka korban penyalahgunaan narkoba menunjukan adanya peningkatan. Mereka pun berasal dari berbagai usia, dari anak-anak sampai yang sudah tua sekalipun. Apabila hal ini dibiarkan berlanjut terus menerus, bukan tidak mungkin akan menghancurkan generasi penerus bangsa 128 di kemudian hari. Seiring dengan perkembangannya, pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa setiap pengguna narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau memproduksi narkotika, dalam hal ini mereka hanya sebatas pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Proses rehabilitasi inilah yang diperlukan bagi para pecandu narkoba untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Menurut UU Narkotika No 35 Tahun 2009, narkotika di definisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa dia mulai menggunakan narkoba sejak SMP dan sudah berlangsung selama dua belas tahun. JG menggunakan Distro, sejenis pil selama tiga tahun. Selanjutnya, JG juga pernah mengkonsumsi ganja selama satu tahun. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa ia mulai mengkonsumsi alkohol sejak SMA, dan sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Dia menggunakan narkoba jenis shabu selama dua tahun. Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa ia mulai menggunakan alkohol sejak kelas 2 SMA. DW menjadi pecandu narkoba semenjak tahun 2002 hingga tahun 2011. Kemudian DW sempat berhenti, dan menggunakan kembali pada tahun 2013. 129 Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba sejak awal tahun 2000-an. Waktu itu AS masih merantau ke Bandung. Sepulangnya ke Medan, AS juga tetap menjadi pecandu narkoba. Hal ini berlangsung selama 13 tahun. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa keempat informan memiliki ketergantungan yang besar terhadap narkoba yang mereka gunakan. Narkoba menyebabkan ketergantungan yang sulit untuk ditolak oleh orang yang menggunakannya. Setiap orang memilki pengalaman yang berbeda-beda yang berkenaan dengan pemakaiannya. Namun, satu hal yang pasti adalah kecanduan membuat seseorang menjadi pecandu untuk waktu yang relatif lama. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Narkotika, dalam Pasal 1 ayat 4 dengan jelas dinyatakan bahwa korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam untuk menggunakan narkotika. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena diberikan suatu barang narkoba untuk digunakan bersama- sama. Satu dua kali pemakaian, JG terus mendapatkannya. Selanjutnya ketika JG ingin menggunakan narkoba tersebut, JG tidak diberikan lagi oleh temannya. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena diberikan oleh temannya ketiks mereka sedang berkumpul. Temannya menjelaskan tentang efek narkoba yang menenangkan kepada DC. DC yang percaya dengan temannya pun akhirnya menggunakan narkoba. 130 Informan utama ketiga WS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena memang ingin mengunakannya. WS merasa ia kesepian dan tidak memiliki teman. Ketika teman WS mengaku bahwa temannnya adalah pecandu, maka ia pun ikut menggunakannya karena ia ingin memiliki teman. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena ia ingin mengetahui bagaimana rasa dari menggunakan narkoba. Sebelumnya dia sudah mengetahui narkoba itu seperti apa, tetapi dia ingin mencobanya karena dia merasa penasarannya. Temannya yang mengetahui hal itupun langsung mengajak AS untuk menggunakannya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, dan AS adalah korban penyalahgunaan narkoba karena ketiga informan tersebut dibujuk dan dirayu untuk menggunakan narkoba. DW juga termasuk korban penyalahgunaan narkoba karena DW diperdaya untuk menggunakan narkoba. Teman DW memperdaya DW untuk menggunakan narkoba agar DW bisa memiliki teman yang banyak. Dalam hal ini, peneliti lebih memfokuskan peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis memperoleh peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

5.3.1 Melakukan Asessmen

Mendeteksi penyalahgunaan narkoba kadang-kadang sulit, karena klien biasanya menyangkal. Asessmen adalah menilai permasalahan klien melalui rangkaian penyelidikan terus-menerus, hati-hati dan komprehensif. Assessmen 131 dilakukan dengan mengumpulkan informasi pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri. Sebagian tidak, karena menjadi tugas profesi lain Martono Joewana, 2008:46 Asessmen adalah suatu proses mengidentifikasi dan merumuskan masalah dan menemukan sumber-sumber yang bermanfaat untuk memutuskan intervensi apa yang cocok tepat guna memecahkan masalah korban penyalahgunaan narkoba Zulkarnain. 2014: 83. Pada tahap ini korban penyalahgunaan narkoba dan konselor harus mengetahui dan menyadari tentang: 1. Usia, etnisitas, status pernikahan, pekerjaan, status sosial ekonomi. 2. Status kesehatan fisik dan mental korban penyalahgunaan narkoba. 3. Keterbatasan-keterbatasan kemampuan korban penyalahgunaan narkoba dalam menghadapi keadaan kehidupannya. 4. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki korban penyalahgunaan narkoba tetapi belumtidak digunakan untuk memecahkan masalahnya. 5. Hubungan interpersonal sebagai anggota keluarga, dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dalam kehidupan korban penyalahgunaan narkoba, jejaringan sosial, pola komunikasi dan peran-peran dalam kelompok, sifat dan kualitas hubungan. 6. Perasaan-perasaan tentang diri sendiri dan orang lain. 7. Dampak lingkungan fisik dan sosial terhadap korban penyalahgunaan narkoba. 132 8. Tujuan-tujuan implisit yang ada dalam upaya-upaya korban penyalahgunaan narkoba yang gagal dan sekarang dibuat menjadi eksplisit sebagai persiapan untuk rencana kegiatan tindakan. 9. Batasan-batasan masalah, lingkup kesulitan yang dialami korban penyalahgunaan narkoba, mencakup pula sejarah dan lamanya masalah. 10. Hubungan masalah dengan sistem korban penyalahgunaan narkoba. 11. Faktor-faktor yang menciptakan, memelihara dan mengurangi masalah. 12. Mengerti tentang intensitas sekitar perasaan-perasaan yang menyulitkan. 13. Mengerti tentang tingkat masalah yang mempengaruhi keberfungsian hal lain dari kehidupan korban penyalahgunaan narkoba. 14. Cara-cara memecahkan masalah yang dilakukan korban penyalahgunaan narkoba sebelum memasuki konseling. 15. Mengetahui kekuatan-kekuatan termasuk pengetahuan, sikap, kesadaran, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan korban penyalahgunaan narkoba dalam menghadapi masalah. 16. Keterampilan perseptual korban penyalahgunaan narkoba yakni bagaimana korban penyalahgunaan narkoba melihat situasi problematik secara lebih jelas, apakah dianggap sebagai tantangan atau bahaya dan dapat dipecahkan. 17. Keterampilan perubahan kognitif. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba mengelola pikiran-pikiran dan perubahan-perubahan pikiran yang merusak diri sendiri selfdefeating thinking. 18. Keterampilan mengembangkan jaringan. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba menilai berbagai kekuatan dan sumber eksternal yang dapat mendukung proses pemulihan. 133 19. Keterampilan mengelola stres. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba mengurangi ketegangan-ketegangan dan melakukan pengelolaan diri sendiri self management. 20. Keterampilan memecahkan masalah. Bagaimana keterampilan korban penyalahgunaan narkoba dalam memecahkan masalah melalui cara mode pemecahan yang bervariasi. Pada tahap ini, konselor dan korban penyalahgunaan narkoba akan mempunyai pandangan atau penilaian yang jelas tentang kesulitan dan pemahaman kekuatan-kekuatan serta sumber-sumber yang ada untuk menghadapi masalahnya. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa JG sudah menggunakan narkoba sejak SMP. JG mendapatkannya dari temannya sewaktu JG berkunjung ke rumah temannya. JG memang belum mengetahui informasi seputar narkoba. JG adalah seorang pria berusia 21 tahun, bersuku Batak Karo, belum menikah, dan seorang pekerja di salah satu pelabuhan yang ada di kota Medan. Lingkungan rumah JG memiliki banyak pengedar narkoba. Karena itu mayoritas masyarakat yang ada di daerah tersebut adalah pecandu. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa DC sudah menjadi alkoholik sejak masih kelas 2 SMA. DC menjadi pengguna narkoba jenis shabu sekitar 2 tahun. DC adalah seorang pria berusia 34 tahun, bersuku Jawa, sudah menikah dan memiliki anak, serta menjadi salah satu pekerja di salah satu Bank yang ada di Labuhan Batu. Lingkungan tempat tinggal DC memiliki bandar narkoba sebanyak 5 orang. Oleh sebab itu, mayoritas penduduk yang menempati daerah tempat tinggal DC adalah pecandu narkoba. 134 Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW menggunakan alkohol ketika DW masih kelas 2 SMA. Kemudian DW beralih menjadi pengguna shabu dan ganja, dan lamanya sekita 9 tahunan. DW sempat berhenti, namun kembali menggunakan narkoba selama 8 bulan kemudian. Lingkungan tempat tinggal DW memiliki pecandu narkoba. Daerah tempat tinggal DW juga memiliki 15 bandar narkoba. Tingkat kejahatan juga sering terjadi di daerah tempat tinggal DW. DW adalah seorang pria berusia 30 tahun, bersuku Jawa, sudah menikah dan memiliki anak, serta memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS menjadi pecandu narkoba selama 10 tahun. AS adalah seorang pria berusia 31 tahun, bersuku Batak Toba, belum menikah, dan memiliki pekerjaan yang tidak tetap. Sebelumnya, tempat tinggal AS adalah tempat yang tidak aman. Karena sangat mudah untuk menemukan pengedar narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang ada memang banyak jumlahnya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, DW dan AS memiliki kesamaan dalam hal daerah tempat tinggal yang memiliki banyak pengedar narkoba. Jika pengedar narkoba banyak, maka jumlah pecandu narkoba juga banyak. Teori Lemert menjelaskan mengenai salah satu penyebab terjadinya perilaku menyimpang adalah penyimpangan karena hasil proses sosialisasi sub kebudayaan menyimpang. Sub kebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Salah satu contoh kelompok menyimpang adalah pengguna narkoba 135

5.3.2 Melakukan Konseling

Konseling bagi korban penyalahgunaan narkoba Depsos: 2004, merupakan hubungan antara konselor dengan pecandu narkoba dalam rangka membantu meningkatkan kesadaran akan masalah yang dialaminya serta potensi-potensi atau kekuatan-kekuatannya yang akan digunakan dalam melakukan perubahan perilaku, untuk mengatasi kesulitan dan menentukan keputusan. Penanganan bagi pecandu narkoba diberikan baik melalui terapi, rehabilitasi maupun sesudahnya. Kehadiran konselor diperlukan tidak hanya ditujukan terhadap pecandu tetapi juga terhadap kedua orang tuanya atau keluarga. Konseling diberikan secara berkelanjutan dan periodik mengingat bahwa pecandu narkoba, merupakan penyakit kronis yang berulang kali kambuh, penyakit endemik dalam masyarakat modern dan industri, dan juga penyakit keluarga. Konseling dalam menangani pecandu narkoba, antara lain berupa konsultasi pribadi, kelompokkeluarga yang sifatnya konstruktif dan memberikan solusi yang menguntungkan semua pihak yang terkait, tidak saling menyalahkan dan tidak ada kehilangan muka loosing face. Konseling bagi pecandu narkoba tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, melainkan oleh seorang profesional yaitu orang yang telah memperoleh pendidikan dan pelatihan konseling narkoba dan mempunyai keahlian di bidangnya masing- masing, termasuk juga pengetahuan tentang narkoba. Pelaksanaan konseling yang diberikan oleh konselor bagi pecandu narkoba hanya dapat dilakukan dan efektif bilamana ada motivasi dari yang bersangkutan pecandu dan terprogram dalam tahapan-tahapan session yang berlangsung sekitar 30 menit per tahapan konsultasi, yang dilakukan paling 136 sedikit seminggu sekali selama 1- 3 bulan atau tergantung dari berat ringannya permasalahan, atau konseling bisa juga dilakukan sewaktu-waktu insidentil tergantung dari permasalahan yang timbul dan dapat diselesaikan dalam 1-2 kali tahapan http:www.bkfkipuhamka.comindex.php?option=com_contentview=article id=69:konseling-kecanduan-bagi-penyalahgunaan-dan-ketergantungan- napzacatid=44:karya-dosenItemid=81 diakses tanggal 12 April 2015 pukul 04.17. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa awalnya JG merasa takut dengan orang-orang yang ada di Recovery Center. JG menjadi pendiam di dua minggu awal kedatangannya. JG mendapatkan satu orang konselor yang akan menjadi pendamping selama menjalani masa pemulihan. JG jarang melakukan konseling karena JG tidak bisa terlalu bercerita banyak kepada orang lain. Tetapi JG suka melakukan konseling kelompok dengan teman sesama resident, karena JG suka berbagi informasi seputar rencana pemulihannya kepada teman sesama resident. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa DC suka menjalani sesi konseling. Karena melalui konseling, DC dapat mengeluarkan uneg-unegnya, dapat merasakan bimbingan psikologis yang diberikan konselornya, serta merencanakan pemulihan yang sedang dijalaninya. DC juga merasa bisa mendapat penguatan terhadap sugesti yang dirasakan DC. Hal ini diterima DC melalui sesi konselingnya dengan konselor maupun sesi konselingnya dengan sesama resident. DC bisa lebih meningkatkan percaya diri untuk berbagi dengan orang lain. 137 Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW sering melakukan konseling dengan konselornya. DW memang orang yang tidak bisa cepat bersosialisasi dengan orang lain. DW merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan konseling. DW selalu menyendiri, suka berada di kamar, dan menghabiskan waktunya dengan menulis. DW memang sulit berbagi dengan orang lain, karena DW memang tertutup kepada semua orang, termasuk orang tuanya sendiri. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS jarang melakukan konseling, karena AS memang tidak terlalu membutuhkan konseling dengan konselor. Peran konselor bagi AS adalah menjadi pembimbing bagi AS selama AS menjalani proses pemulihan. Biasanya konselor bisa memberikan wejangan-wejangan, nasihat, dukungan kepada AS. Konselor juga mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh AS yang terkait dengan pemulihan. Hubungan AS dengan konselornya tetap berlangsung baik, meskipun jalinan komunikasi tidaklah serutin ketika AS masih menjalani proses pemulihan. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa sebenarnya konseling membawa efek yang baik terhadap pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Informan DC dan DW sering melakukan konseling karena merasa nyaman dengan sesi konseling yang diberikan oleh konselornya. Sedangkan informan JG dan AS jarang melakukan konseling dengan konselornya. Hal ini disebabkan karena informan JG dan AS tidak merasa bahwa sesi konseling adalah suatu kebutuhan. JG lebih menyukai konseling kelompok yang dilakukan bersama teman sesama resident. Dan, 138 walaupun AS jarang melakukan konseling, AS menganggap konselornya sebagai pembimbing terhadap rencana pemulihannya. Konseling adalah hal yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Hal ini dapat dijelaskan melalui Teori Sigmund Freud yang memiliki konsep kunci bahwa “manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”. Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan- kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar- benar efektif. Selanjutnya adaalah konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia. Jadi bimbingan ini dapat merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan. 139 Konseling individu adalah konseling yang dilakukan terhadap individu, sebagai suatu hubungan yang bersifat bantuan antara konselor dan klien. Bantuan tersebut tidak bersifat material, tetapi dukungan psikologis dan sosial yang bermakna bagi kehidupannya. Dengan konseling, klien diharapkan dapat: 1. terampil mencegah atau menghadapi masalah 2. belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain 3. menerima menyesuaikan diri terhadap persoalan yang tidak dapat diubah, baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain dalam kehidupannya. Konseling individu dilakukan dengan membicarakan masalah-masalah yang dihadapi korban penyalahgunaan narkoba, sehingga mereka mampu belajar membuat keputusan sendiri. Selain itu korban penyalahgunaan narkoba dapat memahami dan mendayagunakan sumber yang dimilikinya, menciptakan sumber baru melalui penyajian informasi dan dukungan emosional. Konseling kelompok dilakukan untuk mengekplorasi masalah anggota secara mendalam. Kemudian konselor mengembangkan strategi untuk memecahkan masalah dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki masing- masing anggota dan kelompok itu sendiri sebagai satu kesatuan. Melalui konseling ini, anggota kelompok dapat memahami permasalahannya sendiri secara mendalam dan dapat mengembangkan kemampuan mengatasi masalah coping ability yang diperoleh melalui eksplorasi mendalam terhadap masalah- masalah yang dialami oleh setiap anggota kelompok. Cara yang paling baik dalam proses pembelajaran sosial bagi pemulihan pecandu adalah kelompok kecil sesama pecandu yang sedang pulih. Karena merasa senasib, rasa malu dan kebanggaan berkurang, muncul rasa 140 persaudaraan dan ikatan bersama sehingga dukungan dan bimbingan lebih mudah diterima, dan selanjutnya proses pembelajaran menjadi nyata melalui pengaruh positif.

5.3.3 Melakukan Monitoring

Monitoring memberikan dua manfaat yaitu memberikan informasi untuk pegangan sementara program masih sedang berlangsung, dan memberikan informasi bagi evaluasi secara berkala. Evaluasi ditujukan baik kepada pelaksanaan program proses dan hasil, maupun kepada kerjasama di antara semua pelaku Wibhawa, Budhi. 2010:111. Evaluasi adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang kontak. Evaluasi terdiri dari dari dua hal yaitu: 1. Evaluasi proses, dilakukan konselor dengan korban penyalahgunaan narkoba untuk melihat apakah proses konseling berjalan sesuai rencana atau tidak. 2. Evaluasi hasil, dilakukan untuk melihat apakah tujuan sudah tercapai atau tidak. Monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula. Tujuan monitoring adalah untuk 141 mengamatimengetahui perkembangan dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinyaupaya pemecahannya Informan utama pertama JG mengatakan bahwa setiap harinya, perkembangan JG berubah menjadi lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan perubahan karakter JG yang lebih sopan. Pola hidupnya lebih teratur. JG juga terlibat aktif dalam setiap sesi yang dilaksanakan. Malahan JG juga pernah diajak ikut penyuluhan oleh salah satu staf untuk memberikan testimoni terkait pemulihan dirinya. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa perubahan yang dirasakan oleh DC mulai terasa menjelang pemulihannya yang sudah berlangsung dua bulan. DC sudah bisa berpikir secara jernih, memandang suatu hal dari sisi positifnya, dan mulai bisa memikirkan rencana jangka panjangnya. Malahan DC sudah berkomitmen untuk tidak menggunakan narkoba lagi. Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW mulai merasakan manfaat pemulihan yang terjadi pada dirinya. Dari segi fisik, DW mengalami penambahan berat badan. Bobot DW naik 7 kg dari semenjak kedatangannya pertama kali. DW juga bisa menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya dulu. DW juga menghabiskan waktu dengan sholat. DW sudah sering sholat lima waktu. Meskipun tidaklah rutin, tetapi DW mencoba untuk fokus untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Secara emosional, DW merasa terjadi perubahan pada diri DW. Kemarahan DW tidak lagi mudah tersulut. DW bisa mengatur emosinya dengan lebih baik. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS sudah mengalami perubahan kualitas hidup yang lebih baik. Fisik AS baik karena berat badannya naik 5 kg. Pola pikir lebih baik karena sekarang AS bisa dan berani mengatakan 142 tidak ] pada hal-hal yang tidak baik. Perubahan emosional tidak terlalu jauh berubah karena aku juga bukan orang yang meledak-ledak. Dan AS tidak lagi menggunakan kata-kata kasar. Informan tambahan kedua MH mengatakan bahwa ada banyak manfaat yang didapat oleh AS setelah selesai menjalani pemulihan. MH melihat AS telah berhenti dari kegiatan merokoknya. AS juga lebih mudah untuk diberikan saran, lebih menerima kritikan orang lain, sudah sopan kepada yang lebih tua, dan lain sebagainya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, DW, dan AS mengalami perubahan kualitas hidup yang lebih baik. MH sebagai orang tua dari AS juga melihat perubahan yang ada pada diri AS. Perubahan-perubahan individu tersebut didapat dari hasil interaksi dengan lingkungannya sehingga individu mengalami perubahan baik tingkah laku maupun pengetahuannya. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Keempat informan telah menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. JG, DC, dan DW masih akan melanjutkan pemulihannya untuk beberapa minggu ke depan. Sedangkan AS sudah menyelesaikan program pemulihannya. Perubahan perilaku yang ada pada AS sampai saat ini menunjukkan AS masih bisa tetap menjaga pemulihannya tetap terbebas dari narkoba. 143 BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Penyalahgunaan dalam penggunaan narkoba adalah pemakaian obat- obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Penyalahgunaan narkoba merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba. Pada bab ini dikemukakan beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat dalam penelitian ini adalah kesimpulan yang di dapat berdasarkan analisis data yang secara representatif dalam penelitian tentang kondisi dan gambaran peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Konselor memiliki peranan yang penting dalam proses pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Karena konselor adalah orang yang membantu pemulihan korban penyalahgunaan narkoba agar dapat menjalani pemulihan dengan baik. Konselor mengupayakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik sehingga korban penyalahgunaan narkoba memiliki kehidupan yang lebih berkualitas. Dalam peranannya membantu korban penyalahgunaan narkoba, konselor melakukan beberapa hal yaitu: 144 1. Asessmen, yang bertujuan untuk menilai permasalahan klien melalui rangkaian penyelidikan terus-menerus, hati-hati dan komprehensif. Assessmen dilakukan dengan mengumpulkan informasi pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, tetapi sebagiannya dapat dilakukan sendiri. Di dalam asessmen ada proses mengidentifikasi dan merumuskan masalah dan menemukan sumber-sumber yang bermanfaat untuk memutuskan intervensi apa yang cocok tepat guna memecahkan masalah korban penyalahgunaan narkoba 2. Konseling, yang bertujuan untuk membantu klien dalam membuat rencana pemulihannya. Konselor akan membantu klien melihat permasalahan klien dari berbagai perspektif melakukan observasi dari info-info yang didapat dari konseling. Tetapi pengambilan keputusan tetap ada pada diri klien. Konselor yang dalam memberikan bimbingan kepada klien harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh klien, sehingga bimbingan yang dilakukan benar- benar efektif. 3. Monitoring, yang bertujuan memantau terus-menerus terhadap perkembangan perilaku korban penyalahgunaan narkoba. Data yang telah terkumpul dari hasil pemantauan harus secepatnya diolah dan dimaknai sehingga dapat segera diketahui apakah tujuan pelaksanaan program tercapai atau tidak. Pemaknaan hasil pemantauan ini menjadi dasar untuk merumuskan langkah-langkah berikutnya dalam pelaksanaan program. Tujuan monitoring adalah untuk mengamatimengetahui perkembangan 145 dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinyaupaya pemecahannya

6.2. Saran