Melakukan Asessmen Analisis Data

130 Informan utama ketiga WS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena memang ingin mengunakannya. WS merasa ia kesepian dan tidak memiliki teman. Ketika teman WS mengaku bahwa temannnya adalah pecandu, maka ia pun ikut menggunakannya karena ia ingin memiliki teman. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa ia menggunakan narkoba karena ia ingin mengetahui bagaimana rasa dari menggunakan narkoba. Sebelumnya dia sudah mengetahui narkoba itu seperti apa, tetapi dia ingin mencobanya karena dia merasa penasarannya. Temannya yang mengetahui hal itupun langsung mengajak AS untuk menggunakannya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, dan AS adalah korban penyalahgunaan narkoba karena ketiga informan tersebut dibujuk dan dirayu untuk menggunakan narkoba. DW juga termasuk korban penyalahgunaan narkoba karena DW diperdaya untuk menggunakan narkoba. Teman DW memperdaya DW untuk menggunakan narkoba agar DW bisa memiliki teman yang banyak. Dalam hal ini, peneliti lebih memfokuskan peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis memperoleh peranan konselor dalam pemulihan korban penyalahgunaan narkoba di Recovery Center Rumah Singgah Caritas PSE Medan.

5.3.1 Melakukan Asessmen

Mendeteksi penyalahgunaan narkoba kadang-kadang sulit, karena klien biasanya menyangkal. Asessmen adalah menilai permasalahan klien melalui rangkaian penyelidikan terus-menerus, hati-hati dan komprehensif. Assessmen 131 dilakukan dengan mengumpulkan informasi pemakaian narkoba, keadaan kesehatan, fungsi psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, tetapi sebagian dapat dilakukan sendiri. Sebagian tidak, karena menjadi tugas profesi lain Martono Joewana, 2008:46 Asessmen adalah suatu proses mengidentifikasi dan merumuskan masalah dan menemukan sumber-sumber yang bermanfaat untuk memutuskan intervensi apa yang cocok tepat guna memecahkan masalah korban penyalahgunaan narkoba Zulkarnain. 2014: 83. Pada tahap ini korban penyalahgunaan narkoba dan konselor harus mengetahui dan menyadari tentang: 1. Usia, etnisitas, status pernikahan, pekerjaan, status sosial ekonomi. 2. Status kesehatan fisik dan mental korban penyalahgunaan narkoba. 3. Keterbatasan-keterbatasan kemampuan korban penyalahgunaan narkoba dalam menghadapi keadaan kehidupannya. 4. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki korban penyalahgunaan narkoba tetapi belumtidak digunakan untuk memecahkan masalahnya. 5. Hubungan interpersonal sebagai anggota keluarga, dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dalam kehidupan korban penyalahgunaan narkoba, jejaringan sosial, pola komunikasi dan peran-peran dalam kelompok, sifat dan kualitas hubungan. 6. Perasaan-perasaan tentang diri sendiri dan orang lain. 7. Dampak lingkungan fisik dan sosial terhadap korban penyalahgunaan narkoba. 132 8. Tujuan-tujuan implisit yang ada dalam upaya-upaya korban penyalahgunaan narkoba yang gagal dan sekarang dibuat menjadi eksplisit sebagai persiapan untuk rencana kegiatan tindakan. 9. Batasan-batasan masalah, lingkup kesulitan yang dialami korban penyalahgunaan narkoba, mencakup pula sejarah dan lamanya masalah. 10. Hubungan masalah dengan sistem korban penyalahgunaan narkoba. 11. Faktor-faktor yang menciptakan, memelihara dan mengurangi masalah. 12. Mengerti tentang intensitas sekitar perasaan-perasaan yang menyulitkan. 13. Mengerti tentang tingkat masalah yang mempengaruhi keberfungsian hal lain dari kehidupan korban penyalahgunaan narkoba. 14. Cara-cara memecahkan masalah yang dilakukan korban penyalahgunaan narkoba sebelum memasuki konseling. 15. Mengetahui kekuatan-kekuatan termasuk pengetahuan, sikap, kesadaran, sumber-sumber dan keterampilan-keterampilan korban penyalahgunaan narkoba dalam menghadapi masalah. 16. Keterampilan perseptual korban penyalahgunaan narkoba yakni bagaimana korban penyalahgunaan narkoba melihat situasi problematik secara lebih jelas, apakah dianggap sebagai tantangan atau bahaya dan dapat dipecahkan. 17. Keterampilan perubahan kognitif. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba mengelola pikiran-pikiran dan perubahan-perubahan pikiran yang merusak diri sendiri selfdefeating thinking. 18. Keterampilan mengembangkan jaringan. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba menilai berbagai kekuatan dan sumber eksternal yang dapat mendukung proses pemulihan. 133 19. Keterampilan mengelola stres. Bagaimana korban penyalahgunaan narkoba mengurangi ketegangan-ketegangan dan melakukan pengelolaan diri sendiri self management. 20. Keterampilan memecahkan masalah. Bagaimana keterampilan korban penyalahgunaan narkoba dalam memecahkan masalah melalui cara mode pemecahan yang bervariasi. Pada tahap ini, konselor dan korban penyalahgunaan narkoba akan mempunyai pandangan atau penilaian yang jelas tentang kesulitan dan pemahaman kekuatan-kekuatan serta sumber-sumber yang ada untuk menghadapi masalahnya. Informan utama pertama JG mengatakan bahwa JG sudah menggunakan narkoba sejak SMP. JG mendapatkannya dari temannya sewaktu JG berkunjung ke rumah temannya. JG memang belum mengetahui informasi seputar narkoba. JG adalah seorang pria berusia 21 tahun, bersuku Batak Karo, belum menikah, dan seorang pekerja di salah satu pelabuhan yang ada di kota Medan. Lingkungan rumah JG memiliki banyak pengedar narkoba. Karena itu mayoritas masyarakat yang ada di daerah tersebut adalah pecandu. Informan utama kedua DC mengatakan bahwa DC sudah menjadi alkoholik sejak masih kelas 2 SMA. DC menjadi pengguna narkoba jenis shabu sekitar 2 tahun. DC adalah seorang pria berusia 34 tahun, bersuku Jawa, sudah menikah dan memiliki anak, serta menjadi salah satu pekerja di salah satu Bank yang ada di Labuhan Batu. Lingkungan tempat tinggal DC memiliki bandar narkoba sebanyak 5 orang. Oleh sebab itu, mayoritas penduduk yang menempati daerah tempat tinggal DC adalah pecandu narkoba. 134 Informan utama ketiga DW mengatakan bahwa DW menggunakan alkohol ketika DW masih kelas 2 SMA. Kemudian DW beralih menjadi pengguna shabu dan ganja, dan lamanya sekita 9 tahunan. DW sempat berhenti, namun kembali menggunakan narkoba selama 8 bulan kemudian. Lingkungan tempat tinggal DW memiliki pecandu narkoba. Daerah tempat tinggal DW juga memiliki 15 bandar narkoba. Tingkat kejahatan juga sering terjadi di daerah tempat tinggal DW. DW adalah seorang pria berusia 30 tahun, bersuku Jawa, sudah menikah dan memiliki anak, serta memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Informan tambahan pertama AS mengatakan bahwa AS menjadi pecandu narkoba selama 10 tahun. AS adalah seorang pria berusia 31 tahun, bersuku Batak Toba, belum menikah, dan memiliki pekerjaan yang tidak tetap. Sebelumnya, tempat tinggal AS adalah tempat yang tidak aman. Karena sangat mudah untuk menemukan pengedar narkoba. Jumlah pecandu narkoba yang ada memang banyak jumlahnya. Kutipan hasil wawancara yang diuraikan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa JG, DC, DW dan AS memiliki kesamaan dalam hal daerah tempat tinggal yang memiliki banyak pengedar narkoba. Jika pengedar narkoba banyak, maka jumlah pecandu narkoba juga banyak. Teori Lemert menjelaskan mengenai salah satu penyebab terjadinya perilaku menyimpang adalah penyimpangan karena hasil proses sosialisasi sub kebudayaan menyimpang. Sub kebudayaan adalah suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan. Unsur budaya menyimpang meliputi perilaku dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Salah satu contoh kelompok menyimpang adalah pengguna narkoba 135

5.3.2 Melakukan Konseling