Konsep Kemiskinan TINJAUAN PUSTAKA

Mereka yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain self employed dan bekerja dengan keluarga atau sebagai buruh dibayar dapat dikatagorikan sebagai pekerja di sektor informal. Begitu pula dengan mereka yang mempunyai usaha namun dengan skala kecil. Tabel 2.1 Penduduk Miskin Berdasarkan Status Pekerjaan di DKI Jakarta, 1999- 2002 Status Pekerjaan 1999 2000 2001 2002 Tidak Bekerja 25,18 21,71 14,21 18,02 Bekerja Sendiri 43,57 30,09 28,97 30,47 Bekerja dengan keluarga atau buruh dibayar 2,77 11,82 11,01 6,17 Pemilik usahaKaryawan 28,48 36,06 45,20 45,47 Pekerja Keluarga 0,00 0,32 0,60 0,00 Sumber : Tamb unan 2004 Tabel 2 memberikan gambaran bahwa sektor informal merupakan tumpuan hidup bagi penduduk miskin. Diduga mereka yang memiliki usaha adalah usaha berskala kecil sehingga dapat dikatagorikan dalam sektor informal. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Penelitian di Nigeria oleh Osinubi 2003, menyatakan bahwa sekitar 43 persen responden penduduk miskin bekerja sendiri self employed. Sektor informal memberikan pendapatan yang rendah jika dibandingkan dengan sektor formal. Dengan pendapatan rendah ini, maka sulit bagi penduduk miskin untuk mengakses berbagai jasa pelayanan seperti pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Hanya sedikit penduduk miskin yang dapat mengenyam pendidikan tinggi.

2.2. Konsep Kemiskinan

Williamson 1975 mengatakan bahwa penduduk tanpa sumberdaya ekonomi untuk hidup dengan standar kehidupan yang layak disebut sebagai orang miskin. Aluko 1975 diacu dalam Osinubi 2003 menyatakan bahwa kemiskinan sebagai kekurangan dari konsumsi kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan kata lain adalah kekurangan dalam konsumsi makanan, pakaian, atau tempat tinggal. Kemiskinan juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mendapatkan standar kehidupan minimum Laporan Bank Dunia 1990, diacu dalam Osinubi 2003. Couduel, Jesko , dan Quentin 2001 mengatakan bahwa kemiskinan dapat diukur melalui 2 dua dimensi yaitu dimensi moneter monetary dimensions dan dimensi bukan moneter non monetary dimensions. a. Dimensi moneter Dalam mengukur kemiskinan dengan dimensi moneter, ada 2 pilihan yang dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan yaitu pendapatan dan konsumsi. Pengeluaran konsumsi yang diperoleh melalui survei rumahtangga cukup lengkap, sehingga penggunaan konsumsi rumahtangga dapat menjadi indikator yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan karena : 1. Konsumsi adalah indikator outcome yang lebih baik dibandingkan dengan pendapatan. Konsumsi rumahtangga berkaitan dengan kesejateraan seseorang, dan dapat menggambarkan kebutuhan dasar. Sedangkan pendapatan hanya salah satu elemen yang akan menyedian konsumsi untuk barang-barang. 2. Pengukuran konsumsi akan lebih baik dibandingkan pendapatan. Di perekonomian perkotaan dengan sektor informal yang besar, pendapatan mengalir dengan tidak menentu. Jadi cukup sulit untuk memperoleh pendapatan rumahtangga secara benar. Di samping itu, banyak sumbangan untuk pendapatan yang tidak berbentuk uang, seperti mengkonsumsi barang produksi sendiri dan barang-barang yang diperoleh melalui pertukaran. 3. Konsumsi dapat lebih baik dalam mencerminkan stardar hidup rumahtangga yang sebenarnya dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pengeluaran konsumsi dalam mencerminkan tidak hanya barang-barang dan jasa yang dapat dimiliki melalui pendapatan yang ada, tetapi juga rumahtangga tetap dapat mengkonsumsi barang dan jasa melalui akses kredit atau pun melalui pengambilan tabungan ketika pendapatan yang ada tidak mencukupi. b. Dimensi bukan moneter Kemiskinan tidak hanya dikaitkan dengan kekurangan pendapatan atau konsumsi tetapi juga kekurangan hasil berkenaan dengan kesehatan, nutrisi, dan melek huruf, dan dengan hubungan sosial yang tidak baik, ketidakamanan, penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dan ketidakkuasaan powerless. Alat-alat yang dapat digunakan untuk mengukurnya adalah : 1. Kemiskinan Kesehatan dan Nutrisi Status gizi anak-anak dan angka harapan hidup dapat digunakan sebagai ukuran. 2. Kemiskinan Pendidikan Tingkat buta huruf dapat dijadikan sebagai garis kemiskinan, namun di beberapa negara melek huruf sudah hampir menjangkau semua penduduk. Alternatif lain untuk mengukur kemiskinan pendidikan adalah lama sekolah yang telah diselesaikan dibandingkan dengan lama sekolah yang seharusnya diselesaikan. 3. Indeks Gabungan Kesejahteraan Merupakan kombinasi informasi dari beberapa aspek berbeda dari kemiskinan. Ada kemungkinan untuk menciptakan pengukuran kemiskinan yang menghitung pendapatan, kesehatan, kekayaan, dan pendidikan. Dalam penelitian ini menekankan pada dimensi moneter. Kemiskinan diukur melalui garis kemiskinan poverty line yang didasarkan pada pengeluaran konsumsi rumahtangga. Ada 2 jenis kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah persentase penduduk dengan pendapatanpengeluaran di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan diukur berdasarkan pengeluaran konsumsi. Ukuran ini banyak digunakan oleh negara- negara sedang berkembang. Namun pada banyak negara maju sering kali menggunakan ukuran kemiskinan relatif yang menggambarkan hubungan antara kelompok berpendapatan rendah dengan yang berpendapatan tinggi sesuai dengan standar hidup yang berlaku. Garis kemiskinan relatif biasanya diambil sebagai suatu persentase dari rata-rata atau nilai tengah pendapatan. Umumnya ditetapkan setengah dari rata-rata atau nilai tengah pendapatan rumahtangga Long 1999. Penduduk yang berada di bawah kemiskinan relatif belum tentu masuk dalam katagori miskin secara abolut. Penentuan kemiskinan lainnya adalah dengan menggunakan karakteristik yang memberikan gambaran ketidakmampuan penduduk memenuhi kebutuhan untuk hidup layak. Pemda DKI Jakarta dalam melaksanakankan program pengentasan kemiskinan menggunakan data kemiskinan yang mengacu pada karakteristik rumahtangga. Ada 7 indikator yang dapat memberikan gambaran ketidakmampuan rumahtangga untuk hidup dengan layak, yaitu : a luas lantai per kapita 8 m2 b lantai tanah c tidak memiliki jamban d tidak ada akses air bersih e konsumsi lauk tidak bervariasi f tidak punya asset produktif g tidak mampu membeli pakaian baru dalam setahun Suatu rumahtangga dikatakan miskin apabila memenuhi minimal 3 indikator tersebut.

2.3. Ketimpangan pendapatan