pendapatan yang diterima oleh 20 persen anggota kelompok teratas dan 40 persen anggota kelompok terbawah Todaro dan Smith, 2003.
Ketimpangan pendapatan dapat juga dilihat dengan menggunakan kurva Lorenz. Kurva ini memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase
persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar- benar mereka terima selama kurun waktu tertentu. Interpretasi dari kurva Lorenz
adalah semakin jauh jarak kurva dari dari diagonal maka semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya.
Pengukuran ketimpangan pendapatan yang lebih mudah adalah dengan menggunakan rasio Gini. Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat
yang angkanya berkisar antara nol sampai dengan satu. Koefisien Gini adalah salah satu ukuran yang dapat memenuhi empat kriteri yaitu prinsip anonimitas,
independensi populasi, independensi skala dan transfer. Prinsip anonimitas mengatakan bahwa ukuran ketimpangan seharusnya tidak tergantung pada siapa
yang mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi. Prinsip independensi skala berarti bahwa ukuran ketimpangan tersebut tidak tergantung pada apakah kita
mengukur pendapatan dengan dollar atau rupiah. Prinsip independensi populasi menyatakan bahwa pengukuran ketimpangan seharusnya tidak didasarkan pada
jumlah penerima pendapatan. Prinsip transfer prinsip Pigou-Dalton menyatakan bahwa dengan mengasumsikan semua pendapatan lain konstan, maka transfer
pendapatan dari orang kaya ke orang miskin akan membuat distibusi pendapatan baru yang lebih merata Todaro dan Smith, 2003.
2.4. Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan perkotaan adalah suatu fenomena yang multi-dimensi, meliputi rendahnya tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, kerawanan tempat
tinggal dan pribadi, dan ketidakberdayaan. Berikut ini akan diuraikan masing- masing dimensi dan akar permasalahannya Wolrd Bank, PRSP Sourcebook yang
diacu dalam Irawan, 2003. a.
Dimensi rendahnya tingkat pendapatan Akar permasalahan dari dimensi ini adalah:
- ketergantungan pada ekonomi uang untuk membeli barang-barang
kebutuhan pokok,
- ketidakpastian prospek pekerjaan pekerjaan yang tidak tetap atau casual
work,, -
buruh dibayar tidak trampil, kurangnya kualifikasi untuk memperoleh pekerjaan dengan upah tinggi,
- ketidakmampuan untuk mempertahankan pekerjaaan karena kondisi
kesehatan buruh, dan -
kurangnya akses terhadap kesempatan kerja penduduk miskin perkotaan sering harus mengorbankan antara jarak ke tempat pekerjaan dan biaya
perumahan. b.
Dimensi kondisi kesehatan buruh Akar permasalahnnya adalah :
- kondisi hidup yang kumuh pada dan tidak higienis,
- lingkungan tempat tinggal tidak sehat karena polusi limbah industri dan
kendaraaan bermotor, -
penduduk miskin umumnya tinggal di kawasan marjinal seperti bantaran sungai yang mudah terkena bahaya lingkungan seperti tanah longsor dan
banjir, -
resiko tinggi terhadap berbagai penyakit karena buruknya kualitas udara dan air dan buruknya sanitasi,
- resiko tinggi terhadap kecelakaaan lalu lintas, dan
- resiko kondisi kerja yang tidak aman, khususnya untuk mereka di
kegiatan-kegiatan sektor informal. c.
Dimensi tingkat pendidikan rendah Akar permalahan adalah :
- terhambatnya akses terhadap pendidikan karena terbatasnya daya tampung
sekolah yang tidak mengimbangi tumbuhnya daerah perkotaan, -
ketidakmampuan membayar uang sekolah, -
resiko keselamatankeamanan pribasdi ketika pergi sekolah d.
Dimensi kerawananketidakamanan tempat tinggal dan pribadi tenure and personal insecurity.
Akar permasalahan adalah :
- tanah dan perumahan di wilayah-wilayah resmi tidak terbeli, oleh karena
itu keluarga miskin biasanya membangun sendiri atau menyewa di lokasi- lokasi kampung atau tanah ilegal serobotan dengan konstruksi seadanya
dan cnderung tidak aman terhadap bahaya-bahaya lingkungan, -
penyalahgunaan narkoba dan kekerasan domestik, -
perceraian keluarga, dan mengurangi jaminan hidup untuk anak-anak, -
keragaman sosial dan ketimpangan pendapatan yang tampak jelas di kota- kota, yang dapat meningkatkan kecemburuan sosial dan kriminalitas.
e. Dimensi ketidakberdayaan
Akar permasalahan adalah : -
tidak adanya kepastian terhadap status tempat tinggal dan prospek pekerjaan,
- isolasi dari komunitas yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, dan
- menurunnya modal sosial seperti hilangnya kohesi keluarga dan isolasi
sosial. Penyebab kemiskinan itu sendiri tidak hanya karena satu faktor tetapi
merupakan kombinasi dari banyak faktor. Ajakaiye dan Adeyeye 2002 yang melakukan penelitian di negara-negara berkembang menyatakan bahwa secara
makro penyebab kemiskinan adalah : a. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang rendah
Pertumbuhan ekonomi bertujuan untuk mengurangi kemiskinan. Di beberapa negara berkembang, pertumbuha n menghasilkan kesempatan kerja dan
dengan berbasis ekspor diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sehingga kemiskinan dapat dikurangi melalui pemerataan. Faktor eksternal sangat
berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan di suatu negara, perubahan permintaan pasar dunia terhadap barang ekspor suatu negara akan mempengaruhi
pertumbuhan di negara tersebut sehingga akan berdampak pula pada tingkat kemiskinan di negara itu. Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
sangat terkait dengan program pengentasan kemiskinan. Indonesia dan Thailand dapat mengurangi tingkat kemiskinan antara 30-40 persen selama periode 20
tahun.
b. Kegagalan kebijakan dan goncangan makroekonomi Banyak perekonomian di dunia yang menghadapi ketidak seimbangan
makroekonomi, umumnya dalam neraca pembayaran karena kebijakan perluasan permintaan agregat, guncangan neraca perdagangan, dan bencana alam.
Guncangan makroekonomi dan kegagalan kebijakan berdampak pada peningkatan kemiskinan, karena kondisi ini memberikan kendala bagi orang miskin untuk
menggunakan asset terbesarnya yaitu tenaga kerja. Kemiskinan di perkotaan sebagai hasil dari kegagalan kebijakan adalah
mudahnya kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja PHK di sektor public atau karena penurunan pertumbuhan sektor industri.
c. Pasar tenaga kerja yang kurang bergairah Sumberdaya yang berlimpah di penduduk miskin adalah tenaga kerja, oleh
karena itu pasar tenaga kerja sangant penting untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Pasar tenaga kerja yang kurang bergairah dapat
mempengaruhi orang miskin melalui pertumbuhan kesempatan kerja dan kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor informal yang terbatas.
d. Migrasi Tingkat migrasi dapat mengurangi kemiskinan khususnya ketika sebagian
besar migrant adalah pekerja yang mempunyai ketrampilan. Di satu sisi, migran berpindah untuk mengisi pekerjaan di pasar kerja, sehingga ketrampilan akan
mengalir melalui migrasi. Hal ini akan mengurangi laju pertumbuhan ekonomi dan menurunkan proses penciptaan lapangan pekerjaan secara keseluruhan dan
juga mempengaruhi pada pembangunan jangka panjang suatu negara. e. Pengangguran dan Setengah Menganggur
Pekerjaan adalah faktor kunci dari kemiskinan, pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan dapat digunakan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan income
poverty. Penduduk miskin berhadapan dengan masalah pengangguran structural karena kekurangan ketrampilan atau rendahnya tingkat pendidikan. Setengah
pengangguran terjadi secara luas di sektor informal dan menghasilkan pendapatan yang rendah. Pengangguran lebih disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang rendah dibandingkan dengan pengaruh langsung dari pasar tenaga kerja yang tidak sempurna, meskipun peraturan di pasar tenaga kerja mempengaruhi sektor
formal yang sepertinya mendorong lebih banyak setengah pengangguran di sektor informal.
f. Pengembangan sumberdaya manusia Pengembangan kemampuan dan modal manusia dapat memberikan jalan
keluar dari kemiskinan. Investasi pada manusia dapat meningkatkan standar hidup dari rumahtangga dengan memperluas kesempatan, meningkatkan
produktivitas, menarik investasi capital, dan meningkatkan kemampuan untuk mencari nafkah.
Tambunan 2004 menyatakan bahwa penyebab utama dari kemiskinan perkotaan di Indonesia adalah kemiskinan atau ketertinggalan ekonomi di
pedesaan. Pembangunan ekonomi pedesaan di Indonesia kurang berkembang dibandingkan dengan pembangunan ekonomi perkotaan. Ekonomi pedesaan
didominasi oleh sektor pertanian. Ketika lahan pertanian semakin banyak terkonversi untuk tujuan lain, maka hal ini mendorong peningkatan migrasi dari
desa ke kota. Namun mereka yang pindah dari pedesaan ke kota besar khususnya Jakarta sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang layak karena
mereka umumnya berpendidikan rendah. Ajakaiye dan Adeyeye 2002 menyatakan bahwa secara mikro faktor-
faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga adalah : a. umur dan pendidikan anggota rumahtangga khususnya kepala rumahtangga
b. jumlah anggota rumahtangga yang mempunyai pekerjaan c. komposisi dan besaran rumahtangga
d. asset yang dimiliki oleh rumahtangga e. akses pada jasa pelayanan sosial dasar
f. jenis kelamin kepala rumahtangga g. peubah lokasi
h. sektor lapangan kerja i. dan lain sebagainya.
Osinubi 2003 meneliti faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumahtangga melalui pendekatan pengeluaran perkapita. Faktor- faktor yang
mempengaruhi pengeluaran per kapita adalah umur kepala rumahtangga, jenis
kelamin kepala rumahtangga, status pendidikan kepala rumahtangga dalam tahun, pendapatan per kapita dan besaran ruma htangga. Penelitian yang
dilakukan Cuna 2004 menyebutkan bahwa peubah-peubah yang mempengaruhi konsumsi per kapita adalah karakteristik demografi besaran rumahtangga,
komposisi, dan status tempat tinggal kepala rumahtangga, pendidikan anggota rumahtangga di atas 15 tahun, pekerjaan anggota rumahtangga termasuk yang
pengangguran, lokasi rumahtangga perdesaan atau perkotaan. Beberapa penelitian mengkaji mengenai faktor-faktor yang memungkinkan
rumahtangga menjadi rumahtangga miskin. Ghazouani dan Goaied 2001 meneliti bahwa jenis kelamin kepala rumahtangga, tingkat pendidikan kepala
rumahtangga, komposisi rumahtangga, tempat tinggal rumahtangga dan jumlah anggota rumahtangga per kamar merupakan faktor- faktor yang dapat
memungkinkan suatu rumahtangga menjadi miskin. Garza-Rodriguez 2002 meneliti bahwa jenis kelamin, lokasi rumahtangga, besaran rumah tangga, jenis
pekerjaan kepala rumahtangga, dan tingkat pendidikan kepala rumahtangga dapat memungkinkan rumahtangga menjadi rumahtangga miskin.
2.5. Permukiman kumuh