3. Percepatan urbanisasi Telah terjadi pergeseran penduduk dari penduduk pertanian menjadi
penduduk non pertanian, mereka ini adalah penduduk desa yang bermigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Upah yang diperoleh dari non pertanian menjadi
sumber yang penting bagi pendapatan petani. Raio upah yang diterima terhadap total pendapatan rumahtangga telah meningkat menjadi 30,4 persen pada tahun
2001 dari 13,2 persen pada tahun 1985. Petani telah mendapat keuntungan dari adanya urbanisasi dan industri non pertanian.
4. Penerapan kebijakan orientasi ekspor yang terbuka. Peningkatan ekspor barang-barang yang diproduksi oleh industri padat
karya berperan besar dalam memperluas kesempatan kerja dan penururnan kemiskinan. Upaya Pemerintah Cina menarik investasi luar negri dan berperan
dalam ekonomi global menunjang pula pada penurunan kemiskinan. 5. Perbaikan Sumberdaya manusia
Setelah reformasi, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat telah meningkat. Sumberdaya manusia berperan penting dalam meningkatkan standar
hidup masyarakat dan pengurangan kemiskinan. Lama sekolah di Cina telah mengalami peningkatan dan disertai pula dengan penurunan angka buta huruf.
Angka harapan hidup mengalami peningkatan pula dari 67,77 tahun pada tahun 1985 menjadi 71,40 tahun pada tahun 2000.
6. Adopsi aksi anti kemiskinan oleh pemerintah Pemerintah Cina telah berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan sehingga
rencana dan tujuan pengurangan kemiskinan dicantumkan dalam rencana ekonomi nasional. Salah satu kebijakan ekonomi di bidang pertanian adalah dengan
meningkatkan harga produk pertanian secara bertahap.
5.2. Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Terkait Dengan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di DKI Jakarta Penanggulangan kemiskinan akan membuahkan hasil yang baik apabila
kegiatannya terkait dengan faktor- faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Pada bab sebelumnya telah terungkap beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kemiskinan rumahtangga di DKI Jakarta secara nyata yaitu jumlah anggota rumahtangga, jenis kelamin kepala rumahtangga KRT, tingkat pendidikan KRT,
jenis pekerjaan KRT, proporsi anggota rumahtangga usia tanggungan 15 tahun dan 64 tahun, proporsi anggota rumahtangga yang bekerja, proporsi
pengeluaran terhadap makanan, dan proporsi pengeluaran terhadap bbm. Sedangkan faktor- faktor lain yang menjadi prediktor dari kemiskinan suatu
rumahtangga adalah luas lantai per kapita, jenis lantai, akses terhdapa jamban dan status kepemilikan rumah.
Agar program yang dilakukan tepat sasaran, maka diperlukan kartu ”multi purpose” yaitu kartu bagi rumahtangga miskin yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Dengan kartu ini, maka rumahtangga miskin dapat mengakse berbagai program penanggulangan kemiskinan.
a. Jumlah anggota rumahtangga Jumlah anggota rumahtangga terkait dengan tingkat kelahiran yang tinggi,
seperti yang telah disebutkan pada bagian terdahulu bahwa jumlah anak yang besar dipandang sebagai investasi karena mereka akan menjadi sumberdaya
rumahtangga dalam mendapatkan pekerjaan. Sumberdaya yang ada apabila tidak dilengkapi dengan pendidikan yang memadai akan sulit untuk mendapatkan
pekerjaan. Jumlah anggota rumahtangga yang besar akan meningkatkan resiko kemiskinan apabila sebagian besar dari mereka tidak bekerja. Program
pemerintah yang terkait dengan hal ini adalah peningkatan kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi sehingga jumlah kelahiran dapat dibatasi.
Kendala utama bagi rumahtangga miskin untuk menjadi akseptor KB adalah masalah pengetahuan dan biaya. Rendahnya tingkat pendidikan KRT maupun
istrinya menyebabkan mereka kurang mengetahui manfaat dari keikutsertaan menjadi akseptor KB. Oleh karena itu penyuluhan tentang manfaat dari
penggunaan alat kontrasepsi perlu untuk tetap digalakkan terutama bagi rumahtangga miskin. Untuk masalah pembiayaan, pemberian alat kontrasepsi
gratis bagi rumahtangga miskin perlu dilakukan. Akan lebih baik apabila kader posyandu melakukan kegiatan dengan cara “jemput bola” yaitu mendatangi
rumahtangga miskin yang mempunyai pasangan usia subur. Apabila rumahtangga tersebut tidak dapat membeli alat kontrasepsi, maka mereka dapat memperolehnya
dengan gratis. Penyuluhan tentang KB dan pemberian alat kontrasepsi gratis ini
dilakukan baik di RW kumuh maupun tidak kumuh, karena di kedua lokasi tersebut peubah besaran rumahtangga mempengaruhi kemiskinan secara nyata.
b. Jenis kelamin KRT. Secara umum jenis kelamin KRT mempengaruhi resiko kemiskinan
rumahtangga, namun di RW kumuh peubah ini menjadi tidak nyata pengaruhnya. Dengan demikian sasaran utama dari program penganggulangan kemiskinan di
RW kumuh tidak dibedakan antara rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan maupun oleh laki- laki, namun di RW tidak kumuh diharapkan agar sasaran dari
program adalah rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan. Di samping itu bermanfaat pula untuk dikaji lebih lanjut mengapa di RW kumuh tidak ada
perbedaan resiko kemiskinan tersebut. c. Tingkat pendidikan KRT
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan KRT maka semakin rendah risiko rumahtangga menjadi miskin.
Pendidikan yang diperoleh KRT sudah tetap sehingga sulit untuk meningkatkan pendidikan mereka secara formal. Namun peubah ini menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan sangat mempengaruhi peluang kemiskinan, oleh karena itu pemberian pendidikan yang layak bagi anak-anak dari rumahtangga miskin sangat diperlukan
agar me reka dapat keluar dari jerat kemiskinan. Sedangkan untuk KRT dapat diberikan tambahan pengetahuan informal melalui penyuluhan maupun kursus-
kursus yang diadakan secara gratis. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta baik berupa in
kind transfer seperti pembebasan biaya sekolah bagi siswa tidak mampu maupun cash transfer seperti pemberian bantuan khusus murid berupa beasiswa. Sekolah
gratis bagi anak kurang mampu tidak hanya diberikan sampai tingkat SD karena di RW tidak kumuh tidak ada perbedaan nyata antara peluang tidak tamat SD
dengan lulusan SMP untuk menjadi miskin. Sebaiknya pemberian sekolah gratis bagi anak tidak mampu diberikan hingga tingkat SMP, hal ini dapat dilakukan
apabila dana pendidikan dapat ditingkatkan hingga mencari 20 persen dari APBD.
Di samping itu penyelenggaraan sekolah-sekolah persamaan untuk tingkat SMA perlu ditingkatkan. Hal ini untuk menampung anak-anak dari rumahtangga
miskin yang tidak dapat melanjutkan ke SMA formal. Pendidikan tidak hanya bersifat formal tetapi juga non formal. Pendidikan
non formal seperti keterampilan bahasa maupun keterampilan teknis dapat meningkatkan daya saing penduduk yang tidak dilengkapi pendidikan yang tinggi.
d. Jenis pekerjaan Di RW kumuh jenis pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap kemiskinan
rumahtangga, hal ini dikarenakan pendapatan yang diterima dari berbagai jenis pekerjaan ini rendah sehingga mereka harus tinggal di lingkungan kumuh.
Sedangkan di RW tidak kumuh rumahtangga yang dikepalai oleh seseorang yang bekerja sebagai tenaga usaha jasa mempunyai peluang menjadi miskin paling
tinggi. Usaha jasa yang dilakukan biasa sebagai buruh cuci, pembantu rumahtangga dan lain sebagainya. Mereka tidak mempunyai keahlian sehingga
hanya dapat menawarkan jasa tenaga mereka sendiri untuk memperoleh pekerjaan.
Pemberian pembimbingan keterampilan bagi penduduk miskin sangat dibutuhkan sehingga untuk memperoleh pekerjaan mereka dapat memberikan
alternatif lain selain dari tenaga mereka sendiri. Keterampilan seperti menjahit, membuat kerajinan tangan, memasak dan lain sebagainya sangat dibutuhkan oleh
penduduk miskin. Pemberian bimbingan ini menjadi tidak terlalu berarti apabila tidak disertai dengan pemberian modal dan bantuan pemasaran.
Pemberian bantuan modal usaha ya ng telah dilaksanakan melalui PPMK memerlukan beberapa perbaikan. Apabila selama ini sering terjadi keluhan dalam
penentuan penerima bantuan oleh aparat kelurahan atau dewan kelurahan, maka penyaluran dana dapat melalui kelembagaan lokal lainnya yang ada di masyarakat
dan mendapat kepercayaan masyarakat. Tugas lembaga yang menyalurkan dana bantuan ini selain menentukan penerima bantuan juga mengawasi secara terus
menerus penggunaan dana bantuan oleh rumahtangga. Bantuan tersebut harus digunakan untuk kegiatan usaha rumahtangga bukan untuk kegiatan konsumtif,
sehingga diharapkan macetnya pengembalian dana dapat dikurangi. Pemerintah
Thailand telah menerapkan cara ini dalam penyaluran bantuan modal bagi rumahtangga miskin.
e. Proporsi anggota rumahtangga yang bekerja Penyediaan lapangan pekerjaan menjadi masalah utama bagi Pemprov DKI
Jakarta. Masalah ini terkait dengan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Pemprov DKI Jakarta dapat mengadopsi strategi Pemerintah Malaysia dalam
pengurangan kemiskinan yang terkait dengan lapangan pekerjaan yaitu meningkatkan pendapatan dan produktivitas pada pekerjaan yang berproduktivitas
rendah melalui perluasan modal produktif dan penggunaan modal secara efisien. Hal ini dicapai dengan cara mengadopsi teknik modern, memperbaiki pemasaran
dan kredit, keuangan dan bantuan teknis. Pemberian modal harus seletif dan modal disalurkan oleh kelembagaan lokal yang dipercaya oleh masyarakat.
Rumahtangga miskin yang memiliki kartu “multi purpose” diutamakan untuk mendapat bantuan modal.
f Proporsi anggota rumahtangga usia tanggungan 15 tahun dan 64 tahun. Proporsi anggota rumahtangga di bawah usia 15 tahun yang cukup tinggi
menandakan tingginya angka kelahiran. Untuk mengurangi proporsi anak-anak pada rumahtangga miskin maka keterlibatan pasangan usia subur dalam program
KB sangat dibutuhkan. g Proposi pengeluaran terhadap makanan
Seperti yang telah disebutkan dibagian terdahulu bahwa proporsi pengeluaran makanan untuk rumahtangga miskin lebih tinggi jika dibandingkan
dengan yang non makanan. Bagi rumahtangga miskin, dengan pendapatan yang terbatas, pemenuhan kebutuhan dasar lebih diutamakan.
Penyaluran beras murah merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan rumahtangga untuk makanan. Penyaluran sebaiknya dilakukan
oleh suatu kelembagaan lokal yang dipercaya masyarakat setempat. Di samping beras, penyaluran sembako murah sangat dibutuhkan pula oleh rumahtangga
miskin. Rumahtangga miskin akan dapat menerima sembako murah apabila rumahtangga tersebut memiliki kartu sebagai tanda rumahtangga miskin.
h Kondisi tempat tinggal Kondisi tempat tinggal seperti luas luas lantai per kapita, jenis lantai, akses
terhadap jamban dan status kepemilikan rumah dapat dijadikan prediktor kemiskinan rumahtangga. Tinggal di bangunan yang tidak layak huni dapat
menyebabkan menurunnya derajat kesehatan bagi penghuninya. Upaya perbaikan tempat tinggal telah dilaksanakan oleh pemerintah, salah
satunya adalah dengan pemasangan keramik untuk lantai rumah. Di samping itu dibangun pula jamban-jamban umum bagi masyarakat yang tidak mampu.
Kepemilikan tempat tinggal menjadi kendala pula bagi rumahtangga miskin khususnya di RW kumuh. Kepemilikan rumah susun bagi rumahtangga miskin
harus diutamakan. Pemberian kredit ya ng ringan sangat membantu mereka untuk memiliki rumah yang layak huni, sehingga mereka dapat hidup lebih sehat.
5.3. Ikhtisar